Perwira Polisi Ditetapkan Tersangka dalam Kasus Kematian Dosen Untag Semarang
Semarang – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah secara resmi menetapkan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Basuki sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana yang menyebabkan tewasnya Dwinanda Linchia Levi (35), seorang dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang. Penetapan status tersangka ini merupakan hasil dari gelar perkara yang telah dilakukan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng, yang telah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk menaikkan status AKBP Basuki.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Artanto, membenarkan bahwa status AKBP Basuki telah dinaikkan menjadi tersangka beberapa hari sebelum pernyataan tersebut disampaikan. “Statusnya sudah naik tersangka beberapa hari lalu. Pasal pidananya kelalaian. Pasal 306 dan 304 KUHP adalah tidak melakukan pertolongan terhadap orang yang memerlukan bantuan,” ujar Kombes Pol Artanto usai kunjungan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Kota Semarang, pada Minggu, 21 Desember 2025.
Menurut Kombes Pol Artanto, AKBP Basuki terbukti melakukan kelalaian yang berujung pada hilangnya nyawa korban. Penyidik menjerat perwira menengah tersebut dengan Pasal 304 dan Pasal 306 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kedua pasal ini berkaitan dengan tindakan pembiaran terhadap seseorang yang berada dalam kondisi membutuhkan pertolongan darurat. Berdasarkan hasil penyidikan, AKBP Basuki dianggap tidak memberikan upaya bantuan apa pun ketika korban berada dalam kondisi kritis. Padahal, sebagai individu yang berada di lokasi yang sama, tersangka memiliki kewajiban hukum untuk memberikan pertolongan.
AKBP Basuki sendiri diketahui merupakan seorang perwira aktif yang menjabat sebagai Pengendali Massa (Dalmas) di Direktorat Samapta Polda Jateng. Peristiwa ini bermula ketika Dosen Levi ditemukan meninggal dunia dalam kondisi tanpa busana di sebuah kamar kos-hotel (kostel) di kawasan Gajahmungkur, Semarang, pada tanggal 17 November 2025. Saat jenazah korban ditemukan oleh petugas hotel, AKBP Basuki dilaporkan berada di dalam kamar yang sama dengan korban. Keberadaan perwira polisi tersebut di Tempat Kejadian Perkara (TKP) menjadi salah satu kunci utama bagi penyidik dalam mendalami unsur kelalaian dan pembiaran dalam kasus ini.
Meskipun tersangka telah ditetapkan, pihak kepolisian hingga kini masih merahasiakan rincian hasil otopsi jenazah korban kepada publik. Kombes Pol Artanto menjelaskan bahwa hasil medis tersebut akan disampaikan oleh tim dokter forensik dan penyidik setelah proses pemberkasan kasus selesai. “Penyidik sama dokter nanti (menyampaikan). Tapi pada prinsipnya, proses hukum berjalan dan saat ini penyidik sedang melakukan pemberkasan terhadap kasus itu,” imbuhnya. Saat ini, Ditreskrimum Polda Jateng terus berupaya mempercepat penyidikan guna melimpahkan berkas perkara ini ke pihak kejaksaan.
Penantian Kepastian Hukum Keluarga Korban
Keluarga mendiang Dwinanda Linchia Levi (35) masih terus menantikan kepastian hukum atas dugaan tindak pidana yang menyebabkan kematian dosen Untag Semarang tersebut. Hingga berita ini diturunkan, belum ada penetapan tersangka dalam perkara ini, meskipun peristiwa tragis tersebut telah terjadi lebih dari satu bulan lalu. Kasus ini pertama kali mencuat setelah Levi ditemukan meninggal dunia di sebuah kamar kost-hotel yang berlokasi di Jalan Telaga Bodas Raya Nomor 11, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, pada Senin, 17 November 2025.
Dalam penanganan perkara ini, nama AKBP Basuki disebut-sebut memiliki kaitan erat dengan peristiwa tersebut. Kuasa hukum keluarga korban, Zainal Abidin Petir, menyatakan bahwa hingga kini belum ada kejelasan status hukum, meskipun dugaan unsur pidana dinilai telah terpenuhi. Ia mengungkapkan kekecewaan dan kebingungan pihak keluarga atas lambannya proses hukum yang berjalan. “Iya, kasus ini belum ada kejelasan, padahal unsur dugaan pidananya telah ada,” papar Zainal Abidin Petir kepada awak media pada Sabtu, 13 Desember 2025.
Petir menjelaskan lebih lanjut bahwa dugaan pidana yang dimaksud berkaitan erat dengan unsur kelalaian. Hal ini, menurutnya, terungkap dalam sidang kode etik yang sebelumnya telah digelar. Dalam persidangan etik tersebut, AKBP Basuki diduga mengakui sempat melihat kondisi korban yang mengalami kesulitan bernapas, namun memilih untuk beristirahat. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari sidang etik tersebut, AKBP Basuki diketahui melihat korban dalam kondisi napas yang tersengal-sengal sekitar tengah malam. Namun, korban baru diketahui meninggal dunia pada pagi harinya, sekitar pukul 04.00 WIB.
“AKBP Basuki melihat korban napasnya tersengal-sengal jam 12 malam, hingga jam 4 pagi, ia baru tahu korban meninggal. Jadi ada semacam kelalaian atau pembiaran sehingga korban meninggal,” papar Petir. Berdasarkan keterangan ini, Petir berpendapat bahwa AKBP Basuki sepatutnya dijadikan tersangka. Atas dasar tersebut, pihak keluarga mendesak aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan segera mempertimbangkan penetapan tersangka sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Unsur pasal 359 tentang kelalaian sampai ada orang meninggal sudah jelas. Jadi segera ditetapkan sebagai tersangka, jangan terlalu lama,” tegasnya. Ia juga mengaku belum mendapatkan informasi baru dari pihak kepolisian terkait hasil penyidikan dugaan pidana dalam kasus kematian dosen Levi. Petir menduga penyidik mungkin akan menerapkan pasal lain selain pasal kelalaian. Namun, terlepas dari itu, ia tetap mendesak agar kepolisian segera menuntaskan kasus ini. “Ya segera selesaikan pemeriksaan hasil otopsi dan laboratorium forensik yang sebelumnya belum dilakukan agar kasus ini tidak berjalan lambat,” ungkapnya.
Di sisi lain, terkait dengan AKBP Basuki yang menyatakan banding terhadap keputusan majelis etik, Petir menilai bahwa banding tersebut seharusnya ditolak. Hal ini dikarenakan keputusan majelis etik Polda Jateng sebelumnya telah menyatakan AKBP Basuki dipecat karena dianggap mencoreng institusi Polri. “Nah, kalau banding itu dikabulkan di mabes polri, berarti mereka mau coreng institusi mereka sendiri,” bebernya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya belum melakukan penetapan tersangka dalam kasus kematian Dosen Levi karena prinsip kehati-hatian dalam penanganan perkara. Pihaknya juga perlu mengkombinasikan seluruh barang bukti, baik dari dokter forensik, keterangan para saksi, hingga hasil bukti laboratorium forensik. “Bukti-bukti itu akan kami combine semuanya. Kami analisa baru nanti akan kami tentukan langkah lebih lanjut,” terangnya. Pihak kepolisian juga belum membeberkan penyebab pasti kematian Dosen Levi meskipun sudah mendapatkan dokumen hasil medis dan keterangan lisan dari dokter yang melakukan pemeriksaan. “Bukti ini sangat penting sekali, nanti kami ungkap,” jelas Kombes Pol Dwi Subagio.

















