Perjuangan Senyap Tenaga Administratif Pendidikan: Kesejahteraan yang Terlupakan
Di tengah berbagai kebijakan dan perhatian yang mulai mengalir untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik, khususnya guru honorer, muncul sebuah suara yang mengingatkan akan peran krusial namun seringkali terlupakan: tenaga administratif di lembaga pendidikan. Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Saleh Partaonan Daulay, secara tegas menyoroti ketidakseimbangan ini, menekankan bahwa kenaikan insentif yang diterima guru honorer tidak serta merta dirasakan oleh para pekerja administrasi yang tak kalah pentingnya.
Saleh menjelaskan bahwa sementara guru honorer akan menikmati tambahan insentif sebesar Rp 400 ribu per bulan, para tenaga administratif seolah bekerja tanpa pamrih. “Padahal tanpa mereka, proses belajar mengajar akan sangat terganggu. Ada banyak tugas-tugas kecil rutin lainnya yang tidak bisa ditangani guru secara langsung,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (27/12). Ia menambahkan bahwa setiap sekolah pasti memiliki tenaga administratif, dan tugas mereka tidak kalah beratnya dengan guru. Mereka bekerja penuh waktu, bertanggung jawab menyiapkan segala sarana prasarana pendidikan yang dibutuhkan agar kegiatan belajar mengajar berjalan lancar.
Tanggung Jawab Ganda dan Beban Kerja Tak Terlihat
Peran tenaga administratif di lembaga pendidikan sangatlah vital dan mencakup berbagai aspek penting. Tugas mereka tidak hanya terbatas pada hal-hal teknis, tetapi juga sangat memengaruhi kelancaran operasional sekolah secara keseluruhan. Beberapa tanggung jawab utama yang diemban oleh para tenaga administratif meliputi:
- Persiapan Fasilitas Belajar Mengajar: Mereka bertanggung jawab untuk memastikan setiap kelas siap digunakan, mulai dari penataan ruang, ketersediaan papan tulis, hingga kelengkapan alat tulis dan alat peraga yang dibutuhkan oleh guru.
- Manajemen Absensi dan Kehadiran: Mencatat kehadiran siswa dan guru adalah tugas rutin yang memakan waktu, namun krusial untuk pemantauan proses belajar mengajar dan pelaporan.
- Pengadaan dan Pemeliharaan Sarana Prasarana: Mulai dari alat olah raga, perlengkapan laboratorium, hingga kebutuhan teknis dan non-teknis lainnya, semua harus dipersiapkan dan dikelola dengan baik.
- Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS): Ini adalah salah satu tugas yang paling membebani. Tenaga administratif harus aktif dalam menginventarisasi kebutuhan sekolah, melakukan pemesanan dan pembelian barang, memastikan barang-barang tersebut terjaga kualitasnya agar tidak cepat rusak, serta menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS yang seringkali kompleks.
- Tanggung Jawab Akuntabilitas: Jika terjadi kekeliruan dalam pengelolaan dana atau administrasi lainnya, mereka adalah pihak pertama yang akan diperiksa. Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan sekaligus beban tanggung jawab yang sangat besar.
- Pengelolaan Pembayaran SPP: Di banyak sekolah, tenaga administratif juga bertugas mengutip pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dari setiap siswa. Kelancaran SPP sangat berpengaruh terhadap operasional sekolah, sehingga mereka harus ekstra sabar dan telaten dalam menjalankan tugas ini, terlepas dari berbagai kendala yang mungkin dihadapi.
Kesenjangan Kesejahteraan dan Desakan untuk Perubahan
Saleh Partaonan Daulay menyoroti bahwa di balik beban kerja yang berat, tenaga administratif pendidikan tidak pernah menerima tunjangan sertifikasi layaknya guru. Program afirmasi atau dukungan khusus untuk tenaga administratif juga masih sangat jarang dilakukan, meskipun di banyak daerah, mereka juga memiliki peran yang signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Melihat kondisi ini, Saleh mendesak agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengambil langkah nyata. “Kalau bisa dalam waktu dekat ini, Kemendikbudristek sudah harus memberikan tambahan honor, insentif, tunjangan, atau apa pun namanya,” tegasnya. Ia menekankan bahwa keberpihakan harus dibuktikan dengan tindakan nyata, salah satunya dengan membuka ruang yang lebih luas bagi penggunaan dana BOS untuk menunjang kesejahteraan para tenaga administratif.
Apresiasi untuk Guru Honorer, Namun Tantangan Masih Ada
Di sisi lain, Saleh juga mengapresiasi kenaikan insentif bagi guru honorer sebesar Rp 100 ribu per bulan pada tahun 2026, yang akan menjadikan total insentif bulanan menjadi Rp 400 ribu. Kenaikan ini merupakan bagian dari tambahan insentif yang sudah dibayarkan sebesar Rp 300 ribu per bulan pada tahun sebelumnya. “Efektif per 1 Januari 2026, besaran insentif itu akan berjumlah secara akumulatif menjadi Rp400 ribu per bulan,” ungkap Saleh.
Meskipun kenaikan sebesar Rp 100 ribu mungkin terasa tidak signifikan secara individual, Saleh menekankan dampaknya jika dikalikan dengan jumlah guru honorer yang mencapai 2,6 juta orang atau sekitar 56 persen dari total 3,7 juta guru di Indonesia. Dengan tambahan Rp 100 ribu per bulan untuk setiap guru honorer, Kemendikbudristek diperkirakan akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,12 triliun per tahun.
Menurut Saleh, para guru honorer patut bersyukur atas tambahan anggaran ini yang setidaknya dapat membantu menutupi kebutuhan pokok sehari-hari. Namun, ia juga menegaskan bahwa kondisi ini belum ideal. Oleh karena itu, Kemendikbudristek diharapkan terus bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer agar insentif yang diterima bisa lebih layak.
Perhatian yang diberikan kepada guru honorer adalah langkah positif, namun penting untuk tidak melupakan kontribusi vital dari tenaga administratif yang menjadi tulang punggung operasional sekolah. Keduanya, baik guru maupun tenaga administratif, adalah elemen tak terpisahkan dalam ekosistem pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian dan penghargaan yang setara.

















