No Result
View All Result
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclamer
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Login
batampena.com
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature
batampena.com
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature
batampena.com
No Result
View All Result
Home Pendidikan

Warisan Kegagalan: TKA SMA Cermin Pendidikan Dasar

Erwin by Erwin
30 Desember 2025 - 08:39
in Pendidikan
0


Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) baru-baru ini dirilis, dan angka-angkanya memberikan sebuah gambaran yang patut direnungkan secara mendalam. Rata-rata nilai yang dicapai dalam mata pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dengan ekspektasi, sementara Bahasa Indonesia hanya mampu bertahan di tingkat rata-rata. Data ini bukan sekadar angka statistik yang bersifat sementara, melainkan sebuah indikator penting yang menggarisbawahi perlunya pemahaman yang lebih serius terhadap proses pembelajaran yang terjadi di ruang-ruang kelas. Tujuannya bukan untuk mencari siapa yang patut disalahkan, melainkan untuk secara kolektif menelaah arah pendidikan yang sedang ditempuh.

Hasil TKA SMA tahun 2025 seharusnya tidak hanya dilihat sebagai sekadar catatan tahunan. Ia merupakan sebuah cerminan, namun cerminan yang belum sepenuhnya utuh dan akurat. Rata-rata nilai Bahasa Inggris berada di kisaran dua puluhan, Matematika di angka tiga puluhan, dan Bahasa Indonesia di kisaran lima puluhan. Angka-angka ini secara gamblang menunjukkan bahwa permasalahan utama bukan terletak pada satu mata pelajaran tertentu, melainkan pada fondasi pembelajaran yang belum terbangun dengan kokoh. Ketika kita melihat disparitas yang mencolok antarprovinsi, di mana sebagian daerah menunjukkan hasil yang lebih baik sementara yang lain tertinggal jauh, kita dihadapkan pada realitas kesenjangan yang nyata dan bukan sekadar asumsi.

Pemerintah telah menegaskan bahwa TKA bukanlah penentu kelulusan siswa. Pernyataan ini memang benar, namun di sisi lain, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya memberikan rasa lega. Mengapa demikian? Karena meskipun bukan penentu kelulusan, angka-angka TKA tetap memiliki pengaruh besar dalam membentuk persepsi publik terhadap kualitas pendidikan. Angka-angka tersebut menjadi dasar perumusan kebijakan, rujukan bagi masyarakat, dan tolok ukur bagi sekolah. Mengabaikan data ini sama kelirunya dengan menafsirkannya secara berlebihan tanpa melihat konteks yang lebih luas.

Oleh karena itu, refleksi mendalam menjadi sangat krusial. Sangat mudah untuk menyalahkan para siswa atas rendahnya nilai yang mereka peroleh. Demikian pula, mudah untuk mengaitkan fenomena ini dengan perubahan zaman, maraknya penggunaan gawai, atau dampak pandemi yang belum sepenuhnya usai. Namun, refleksi yang sesungguhnya menuntut kita untuk melihat lebih jauh ke dalam akar permasalahan. Seringkali, pembelajaran lebih berfokus pada target penyelesaian materi daripada pada pendalaman pemahaman. Kurikulum yang berganti dengan cepat tidak selalu diimbangi dengan kesiapan guru dan fasilitas di lapangan. Ditambah lagi, beban administrasi yang menumpuk kerap menggerus energi dan waktu para pendidik yang seharusnya difokuskan untuk mengajar.

Baca Juga  Siswa Sumbar Terdampak Bencana: Kembali Sekolah Awal 2026

Saat ini, perhatian publik mulai beralih pada persiapan TKA untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang akan dilaksanakan pada tahun 2026. Jadwal telah disusun dengan cermat, simulasi telah direncanakan, dan integrasi dengan Asesmen Nasional telah diumumkan. Secara administratif, langkah-langkah ini tampak sangat teratur dan rapi. Namun, pengalaman dari TKA SMA memberikan pelajaran berharga: kerapian sebuah sistem tidak serta-merta berbanding lurus dengan kedalaman proses pembelajaran yang terjadi. Tes dapat diintegrasikan, platform dapat diakses secara daring, tetapi jika pembelajaran sehari-hari di kelas tidak mengalami perubahan mendasar, maka hasil yang didapat hanya akan muncul lebih cepat, bukan berarti lebih baik.

Kita tentu berharap hasil TKA SD dan SMP di masa mendatang akan lebih baik. Namun, banyak sekolah yang masih berjuang keras menghadapi keterbatasan sarana dan prasarana, rasio guru yang tidak ideal, serta tuntutan pelaporan administrasi yang terus menumpuk. Kita menuntut kesiapan para siswa, sementara ekosistem pendukung yang seharusnya menunjang proses belajar mereka belum sepenuhnya diberi ruang untuk berkembang. Dalam situasi seperti ini, persiapan seringkali hanya menyempit menjadi sekadar latihan soal dan bimbingan teknis menjelang pelaksanaan tes. Ini mungkin memberikan sedikit ketenangan sesaat, namun rapuh jika dilihat dalam jangka panjang.

Permasalahan mendasar bukanlah pada niat pemerintah yang keliru, melainkan pada jurang pemisah antara kebijakan yang dirancang dan pelaksanaan pembelajaran di lapangan. Ketika jadwal dan sistem sudah siap, namun penguatan kapasitas pedagogis guru berjalan lambat, maka tes berisiko menjadi alat ukur yang mendahului upaya perbaikan. Jika TKA memang dimaksudkan sebagai alat pemetaan untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan, maka tindak lanjutnya haruslah konkret dan nyata. Ini mencakup pendampingan intensif bagi sekolah dan daerah yang memiliki capaian rendah, penguatan literasi dan numerasi sejak dini melalui metode yang efektif, serta pelatihan guru yang berkelanjutan dan benar-benar relevan dengan kebutuhan di kelas.

Sekolah memegang peranan yang sangat krusial dalam seluruh proses ini. Persiapan TKA seharusnya menjadi sebuah momentum berharga untuk mereformasi cara belajar, bukan semata-mata hanya berfokus pada cara menguji. Literasi perlu dihidupkan dalam setiap aspek kegiatan belajar mengajar sehari-hari, numerasi harus diajarkan secara kontekstual sehingga siswa dapat melihat relevansinya dengan kehidupan nyata, dan Bahasa Inggris perlu dikenalkan sebagai alat komunikasi yang efektif, bukan hanya sekadar hafalan struktur tata bahasa. Semua upaya ini membutuhkan waktu yang memadai, konsistensi dalam pelaksanaan, dan dukungan kebijakan yang benar-benar berpihak pada proses pembelajaran, bukan hanya pada hasil akhir.

Baca Juga  ITB 2026: Siswa Unggul Tanpa Tes

Seringkali, kita terjebak dalam keyakinan bahwa dengan mengganti nama sebuah program, mengubah skema evaluasi, atau menambah tingkat integrasi sebuah sistem, maka hasil akan secara otomatis membaik. Padahal, dunia pendidikan tidak bekerja seperti aplikasi yang cukup diperbarui versinya. Pendidikan bekerja melalui interaksi dan relasi antarmanusia di dalam ruang kelas—antara guru yang memiliki pemahaman mendalam, siswa yang merasa didengarkan dan dihargai, serta kurikulum yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Belajar dari pengalaman TKA SMA berarti kita harus berani mengakui bahwa angka nilai yang rendah bukanlah aib dari para siswa, melainkan sebuah sinyal penting bagi keseluruhan sistem pendidikan. Sinyal ini seharusnya dibaca dan dipahami dengan baik sebelum kita melangkah lebih jauh ke jenjang pendidikan yang lebih dini. Jika sinyal ini diabaikan, maka TKA untuk jenjang SD dan SMP kelak hanya akan menjadi sebuah cerminan yang sama, menampilkan wajah yang lebih muda namun dengan permasalahan yang serupa.

TKA bukanlah sekadar tentang lulus atau tidak lulus. Ia adalah tentang keberanian untuk membaca arah dan mengidentifikasi di mana letak masalah yang sebenarnya. Negara tidak cukup hanya melakukan pengukuran, lalu berharap bahwa hasil akan membaik dengan sendirinya. Jika persiapan TKA SD dan SMP hanya dijadikan agenda administratif belaka, maka kegagalan bukan dicegah, melainkan hanya akan dimajukan waktunya. Anak-anak bangsa berhak mendapatkan sistem pendidikan yang mampu belajar dari kesalahannya sendiri dan terus berinovasi untuk perbaikan yang berkelanjutan.

Editor: Riko A Saputra

Erwin

Erwin

Baca Juga

Pendidikan

Kunci PAI X: Penilaian Keterampilan Bab 5

30 Desember 2025 - 11:46
Pendidikan

Siswa Sumbar Terdampak Bencana: Kembali Sekolah Awal 2026

30 Desember 2025 - 11:33
Pendidikan

Beasiswa Petani UMK: Gerbang PMB 2026-2027

25 Desember 2025 - 08:24
Pendidikan

Kunci Jawaban B. Inggris Kls 12 Hal 156: Aktivitas 3

17 Desember 2025 - 22:39
Pendidikan

Nitilaku 2025: Nitirupa dan Jejak Sejarah UGM

17 Desember 2025 - 17:01
Pendidikan

Manfaat Hobi: Kunci Sukses Pancasila Kelas 2 Halaman 54

17 Desember 2025 - 14:51
  • Trending
  • Comments
  • Latest

FIFA Batal, Malaysia Terancam Sanksi AFC

24 Desember 2025 - 04:09

Jadwal Libur Nasional 2026: 1 & 2 Januari Merah & Cuti?

26 Desember 2025 - 11:51

Tabel KUR BRI 2025: Cicilan Rp 1 Jutaan untuk Pinjaman 100 Juta

20 Desember 2025 - 17:58

Husein Sastranegara Buka Lagi: Semarang-Bandung Terhubung Langsung

26 Desember 2025 - 03:35

Daftar Lengkap Ore The Forge Roblox: Statistik Iron hingga Darkryte Desember 2025!

17 Desember 2025 - 21:47

8 Sayuran Indoor Paling Gampang Tumbuh

30 Desember 2025 - 13:06

Bambang Irawan Pimpin Kembali PDI Perjuangan, Fokus Konsolidasi Kader

30 Desember 2025 - 12:53

Reece James: Chelsea Wajib Introspeksi Pasca-Kekalahan Villa

30 Desember 2025 - 12:39

Gerimis Jawa Timur 29 Desember 2025: Pantau Pagi Hingga Malam

30 Desember 2025 - 12:26

6 Kota Hilang: Misteri Arkeologi yang Belum Terpecahkan

30 Desember 2025 - 12:13

Pilihan Redaksi

8 Sayuran Indoor Paling Gampang Tumbuh

30 Desember 2025 - 13:06

Bambang Irawan Pimpin Kembali PDI Perjuangan, Fokus Konsolidasi Kader

30 Desember 2025 - 12:53

Reece James: Chelsea Wajib Introspeksi Pasca-Kekalahan Villa

30 Desember 2025 - 12:39

Gerimis Jawa Timur 29 Desember 2025: Pantau Pagi Hingga Malam

30 Desember 2025 - 12:26
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclamer
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2025 batampena.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature

Copyright © 2025 batampena.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In