Kelangkaan dan Lonjakan Harga Gas Elpiji 3 Kg di Bener Meriah dan Aceh Tengah: Warga Terpaksa Kembali ke Kayu Bakar
Bener Meriah, Aceh – Situasi pasca-bencana di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah masih menyisakan berbagai persoalan, salah satunya adalah kelangkaan serta lonjakan harga gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram. Kondisi ini memaksa sebagian besar warga untuk kembali menggunakan kayu bakar sebagai alternatif utama dalam memenuhi kebutuhan memasak sehari-hari.
Evy Kasih, seorang warga berusia 30 tahun yang juga berprofesi sebagai pegawai toko kelontong di Pasar Pagi Bawah, Takengon, mengungkapkan bahwa harga gas elpiji 3 kg di pasaran saat ini mencapai Rp 60.000. Ia menambahkan bahwa angka tersebut sebenarnya sudah mengalami penurunan. “Pada masa awal bencana, harganya bisa mencapai Rp 180.000 hingga Rp 200.000,” ungkapnya.
Buntul Juri, warga Asir Asir Atas, Kabupaten Bener Meriah, yang sebelumnya juga berjualan gas, menyatakan bahwa kini stok barang sudah tidak ada lagi. “Kami juga sebelum bencana jual gas pak. Cuma sekarang gak lagi. Tak ada barang,” tuturnya dengan nada prihatin.
Minggu lalu, Evy sempat melihat adanya titik-titik distribusi gas elpiji di beberapa posko di Bener Meriah. Gas tersebut seharusnya dijual dengan harga normal Rp 25.000. Namun, kuota gas yang berkurang drastis, dari 1.500 menjadi hanya 500 tabung per dusun, membuat warga yang sudah mengantre sejak pagi tak kunjung mendapatkan pasokan. “Padahal kami sudah antre dari jam tujuh pagi. Sekarang kami harus memasak dengan kayu bakar,” keluhnya.
Situasi serupa juga diungkapkan oleh Nuraeni, seorang penjual gas elpiji eceran yang mangkal di pinggir jalan setelah jembatan Kamp, Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh), Bener Meriah. Ia menjual gas elpiji dengan harga Rp 50.000 per tabung. Nuraeni yang menggunakan mobil Carry untuk berdagang mengaku telah berjualan gas sejak minggu lalu. Menurutnya, banyak warga dari daerah Buntul dan Pondok Baru, Kabupaten Bener Meriah, yang mengalami kesulitan akses terhadap gas, kerap mendatangi daerah Kamp Simpang KKA untuk mencari pasokan. Kelangkaan ini sudah terjadi sejak bencana melanda.
Tantangan Distribusi Pasca-Bencana: Jembatan Kritis dan Antrean Panjang
Jumat, 26 Desember 2025, pantauan di lapangan menunjukkan adanya antrean panjang yang melibatkan sekitar lima truk Pertamina pengangkut gas elpiji tiga kilogram. Truk-truk tersebut harus menunggu giliran untuk melintasi jembatan di daerah Simpang KKA. Proses pembangunan jalan yang sedang berlangsung, ditambah dengan beberapa kendaraan pribadi yang terjebak lumpur, semakin memperparah kemacetan dan menyulitkan antrean untuk terurai. Pengerjaan jembatan yang telah berlangsung selama dua hari ini, melibatkan aparat TNI dan petugas PU, merupakan upaya krusial mengingat jembatan tersebut menjadi akses logistik tercepat untuk mendatangkan pasokan barang dari arah Sumatera Utara.
Beberapa warga yang diwawancarai mengaku telah menunggu selama dua hari untuk bisa melintasi antrean tersebut. Petugas dilapangan memprioritaskan akses bagi truk-truk logistik, terutama yang membawa energi dan bantuan pangan, untuk segera melewati jembatan. Setelah waktu Isya, jembatan tersebut perlahan mulai bisa dilalui.
Perjuangan Mencari Bahan Bakar Minyak
Tidak hanya gas elpiji, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) juga menjadi masalah serius bagi warga. Khaerani, seorang warga di sekitar Bandara Rambele, Kabupaten Bener Meriah, terpaksa berjalan kaki sejauh tiga jam dari Simpang Tiga menuju Kamp untuk mencari BBM.
“Kereta (sepeda motor) kami taruh di Simpang Tiga supaya bisa lewat. Karena kalau lewat jalan sini kan macet. Lengket pula lumpurnya,” jelasnya. Khaerani yang berhasil memanggul 30 liter bensin dari Kamp mengungkapkan bahwa ia membeli bensin tersebut seharga Rp 15.000 per liter. Ia membandingkan dengan harga bensin bersubsidi di Simpang Tiga yang sudah mencapai Rp 30.000 per liter di tingkat penjual eceran.
Pantauan di jalan-jalan sekitar Takengon dan Bener Meriah juga menunjukkan banyaknya titik penjual BBM eceran, terutama Pertamax. Harga jualnya berkisar antara Rp 18.000 hingga Rp 20.000 per liter. Seorang penjual Pertamax eceran di Jalan Labe Kader, Takengon, mengaku mendapatkan pasokan sekitar 1.000 liter dari SPBU dan menjualnya kembali seharga Rp 18.000 per liter.

Upaya Pertamina dan Pemerintah Daerah dalam Memenuhi Kebutuhan Energi
Menanggapi kondisi tersebut, PT Pertamina (Persero) menyatakan telah menyalurkan sebanyak 6.720 tabung elpiji bersubsidi isi 3 kg ke Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Penyaluran ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah yang terdampak bencana banjir dan longsor.
“Pasokan itu kita angkut dari Bireuen menuju Takengon dengan menggunakan 12 unit truk,” ujar Fahrougi Andriani Sumampouw, Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumatra Bagian Utara, saat dihubungi di Banda Aceh, Rabu.
Fahrougi menjelaskan, di tengah kondisi infrastruktur jalan yang belum sepenuhnya pulih pascabencana, pihaknya terus berupaya memenuhi kebutuhan energi masyarakat di wilayah terdampak. “Penyaluran elpiji 3 kg ini kami lakukan melalui koordinasi erat dengan pemerintah daerah agar distribusi tepat sasaran dan dapat segera dimanfaatkan masyarakat,” katanya.
Setelah tiba di Takengon, Pertamina bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah melalui Dinas Perdagangan mendistribusikan gas elpiji kepada masyarakat pada Selasa (23/12) melalui mekanisme pasar murah di 12 titik yang tersebar di enam kecamatan. Rinciannya, empat titik di Kecamatan Bebesen, tiga titik di Kecamatan Lut Tawar, dua titik di Kecamatan Kebayakan, serta masing-masing satu titik di Kecamatan Pegasing, Kecamatan Bies, dan Kecamatan Silih Nara.

Imbauan dan Harapan untuk Kondisi yang Lebih Baik
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Aceh Tengah, Mustafa Kamal, mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan ketersediaan elpiji tersebut secara tertib. “Mari kita manfaatkan ketersediaan gas ini dengan baik. Kami berharap masyarakat tertib saat mengantri dan semoga kondisi kita ke depan semakin membaik,” pesannya.
Penyaluran elpiji bersubsidi 3 kg ini merupakan tindak lanjut dari koordinasi intensif antara Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan Pertamina. Fahrougi menambahkan, “Pertamina akan terus memantau kondisi di lapangan dan akan melakukan langkah-langkah lanjutan apabila diperlukan guna memastikan kebutuhan energi masyarakat tetap terpenuhi.”

















