Emas Menguat Dipicu Data Ketenagakerjaan AS, Prospek Suku Bunga The Fed Jadi Sorotan
Pada Selasa (16/12/2025) waktu setempat, pasar komoditas menyaksikan lonjakan harga emas. Penguatan ini dipicu oleh rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan peningkatan tingkat pengangguran pada bulan November. Data tersebut secara signifikan memperkuat ekspektasi para pelaku pasar mengenai kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Harga emas spot tercatat naik sebesar 0,2 persen, mencapai level 4.310,21 dolar AS per ounce pada pukul 01.48 waktu setempat (18.48 GMT). Sementara itu, kontrak berjangka emas AS justru mengalami sedikit penurunan sebesar 0,1 persen, ditutup pada posisi 4.332,3 dolar AS per ounce.
Dolar AS Melemah, Emas Makin Menarik
Fenomena penguatan harga emas ini sejalan dengan pelemahan nilai tukar dolar AS. Indeks dolar (.DXY) dilaporkan anjlok ke level terendah dalam dua bulan terakhir. Pelemahan dolar ini secara otomatis membuat emas menjadi aset yang lebih terjangkau bagi para pembeli internasional, sehingga meningkatkan permintaan. Selain itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun juga terpantau mengalami penurunan.
“Data ini memberikan The Fed lebih banyak alasan untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga. Jika suku bunga dipangkas, hal ini akan menjadi sentimen positif bagi emas. Inilah cara pasar menginterpretasikan kondisi saat ini,” jelas Bob Haberkorn, Senior Market Strategist di RJO Futures.
Tingkat Pengangguran Naik, Kebijakan Perdagangan Jadi Biang Kerok?
Laporan ketenagakerjaan AS terbaru memang menunjukkan adanya penguatan dalam pertumbuhan lapangan kerja pada bulan November. Namun, ironisnya, tingkat pengangguran justru tercatat meningkat menjadi 4,6 persen. Kondisi ini terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi yang semakin mendalam, yang sebagian besar disebabkan oleh kebijakan perdagangan agresif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.
Angka pengangguran 4,6 persen ini ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan para ekonom yang dirangkum dalam survei oleh Reuters, yang memperkirakan tingkat pengangguran sebesar 4,4 persen. Perbedaan ini menjadi salah satu faktor utama yang mendorong spekulasi pasar terhadap kebijakan moneter The Fed.
Suku Bunga Rendah, Emas Jadi Pilihan Investasi
Perlu diingat bahwa pekan sebelumnya, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) telah mengumumkan keputusan untuk memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin. Pernyataan yang disampaikan oleh Ketua The Fed, Jerome Powell, setelah pengumuman tersebut dinilai oleh pasar memiliki nada yang lebih “dovish” atau cenderung melonggarkan kebijakan dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya.
Saat ini, kontrak berjangka suku bunga AS masih mencerminkan ekspektasi pasar terhadap kemungkinan dilakukannya dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin pada tahun 2026. Total pelonggaran kebijakan yang diantisipasi mencapai 59 basis poin. Dalam lingkungan suku bunga yang rendah, aset seperti emas, yang tidak memberikan imbal hasil langsung, cenderung menjadi pilihan investasi yang menarik bagi para investor. Hal ini dikarenakan biaya peluang untuk memegang emas menjadi lebih rendah.
Menanti Data Inflasi dan Proyeksi Emas Jangka Panjang
Pelaku pasar kini tengah menantikan serangkaian data ekonomi penting yang akan dirilis dalam waktu dekat. Indeks Harga Konsumen (CPI) AS untuk bulan November dijadwalkan akan dirilis pada hari Kamis, diikuti oleh data Personal Consumption Expenditures (PCE) pada hari Jumat. Kedua data ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai tingkat inflasi di AS dan dapat mempengaruhi keputusan The Fed selanjutnya.
Alex Ebkarian, Chief Operating Officer Allegiance Gold, memberikan pandangan optimis mengenai prospek emas. Ia berpendapat bahwa jika harga emas berhasil menutup perdagangan tahun 2025 di atas level 4.400 dolar AS per ounce, maka ada potensi kuat bagi harga emas untuk bergerak dalam kisaran 4.859 hingga 5.590 dolar AS per ounce pada tahun 2026.
Perak, Platinum, dan Palladium Ikut Bersinar
Tidak hanya emas, logam mulia lainnya juga menunjukkan pergerakan positif. Ebkarian menambahkan bahwa perak berpeluang untuk kembali menguji level 50 dolar AS per ounce pada tahun depan.
Sementara itu, harga perak spot sendiri mengalami penurunan tipis sebesar 0,3 persen, mencapai level 63,75 dolar AS per ounce. Penurunan ini terjadi setelah sebelumnya perak sempat mencatatkan rekor tertinggi pada Jumat lalu di angka 64,65 dolar AS per ounce.
Di sisi lain, harga platinum menunjukkan lonjakan signifikan, melonjak 4 persen ke level 1.854,95 dolar AS per ounce, yang merupakan level tertinggi sejak September 2011. Palladium pun tidak ketinggalan, dengan kenaikan sebesar 2,5 persen, ditutup pada level 1.606,41 dolar AS per ounce, tertinggi dalam dua bulan terakhir.
“Logam-logam dari kelompok platinum mulai menembus level-level baru. Hal ini didorong oleh pasokan yang semakin ketat berpadu dengan permintaan yang terus meningkat,” pungkas Ebkarian, menjelaskan fenomena kenaikan harga pada platinum dan palladium.

















