Monumen GKJW Ngoro: Saksi Bisu Sejarah Kekristenan di Jombang
Di tengah denyut kehidupan Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, berdiri sebuah monumen sederhana namun sarat makna di halaman Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Pasamuan Ngoro. Tugu ini bukan sekadar tumpukan batu, melainkan penanda fisik yang kokoh menyimpan jejak panjang perjalanan spiritual Kekristenan di tanah Jombang, Jawa Timur. Monumen ini secara khusus menandai lokasi bersejarah pembaptisan pertama jemaat Kristen di wilayah tersebut, sebuah peristiwa monumental yang terjadi pada tanggal 12 Desember 1843. Jauh sebelum bangunan gereja permanen berdiri megah di lokasi yang sama, tugu ini menjadi saksi bisu dari titik awal mula fondasi persekutuan Kristen di Jombang.
“Tugu ini adalah penanda fisik pengingat titik awal. Dari sinilah fondasi persekutuan Kristen di Jombang mulai dibangun,” ujar Supriyantono, Sekretaris GKJW Ngoro, pada Rabu (17/12/2025). Pernyataannya menegaskan betapa pentingnya monumen ini sebagai pengingat sejarah dan identitas bagi komunitas gereja.
Monumen Langka Penanda Sejarah
Keberadaan monumen yang menandai lokasi pembaptisan pertama ini tergolong sangat langka. Dari sekitar 180 jemaat GKJW yang tersebar di seluruh Jawa Timur, hanya ada tiga lokasi yang memiliki penanda serupa. Ketiga lokasi tersebut adalah Ngoro, Wiyung di Surabaya, dan kompleks Majelis Agung GKJW di Kota Malang. Ini menjadikan komunitas Kristen di Ngoro sebagai salah satu yang tertua di Kabupaten Jombang, sebuah fakta yang patut dibanggakan.
Bangunan gereja GKJW Ngoro yang berdiri megah saat ini di Jalan Suropati Nomor 15, Kecamatan Ngoro, baru didirikan pada tahun 1902. Meskipun usia bangunan fisiknya telah melampaui satu abad, denyut kehidupan komunitas jemaatnya telah aktif jauh lebih lama, bahkan sebelum gedung gereja tersebut selesai dibangun.
Arsitektur Kolonial yang Terawat Orisinal
Gedung gereja ini memiliki ukuran 25×10 meter dan menampilkan arsitektur khas kolonial yang memikat. Keistimewaannya terletak pada fakta bahwa hingga kini, bangunan tersebut masih mempertahankan bentuk aslinya dengan sangat baik. Perubahan yang dilakukan pada bangunan ini tergolong minimal, sebatas perawatan ringan yang dilakukan pada bagian atap dan lantai sekitar tahun 2000-an.
“Perubahan pada bangunan sangat minimal, hanya perawatan ringan pada atap dan lantai sekitar tahun 2000-an. Empat pilar kayu jati utama dan struktur dasarnya masih orisinal,” jelas Supriyantono. Keaslian ini menjadi nilai tambah yang sangat berharga. Statusnya sebagai cagar budaya membuat gereja ini dilindungi dari perubahan besar-besaran, memastikan bahwa warisan arsitektur dan sejarahnya tetap terjaga utuh untuk generasi mendatang.
Peran Penting Coenraad Laurens Coolen
Sejarah panjang GKJW Ngoro tidak dapat dipisahkan dari peran sentral seorang tokoh bernama Coenraad Laurens Coolen. Ia adalah seorang pengelola perkebunan yang memiliki darah campuran Indonesia-Eropa. Meskipun bukan seorang pendeta formal, Coolen dikenal sebagai pemimpin komunitas yang sangat dihormati oleh masyarakat.
Setelah mendapatkan izin dari pemerintah kolonial pada tahun 1827 untuk membuka permukiman di daerah Ngoro, Coolen mulai memperkenalkan ajaran Kristen kepada masyarakat sekitar. Ibadah-ibadah awal dilaksanakan secara sederhana, seringkali di rumah-rumah penduduk, termasuk di kediamannya sendiri yang dimulai sejak tahun 1835. Dari sinilah kemudian berlanjut pada peristiwa penting pembaptisan perdana delapan tahun kemudian.
Perkembangan komunitas jemaat GKJW Ngoro menunjukkan tren yang sangat positif dan signifikan. Dari hanya sekitar 20 orang pada masa-masa awal berdirinya, kini komunitas ini telah berkembang pesat hingga mendekati seribu anggota. “Puji Tuhan, untuk saat ini komunitas GKJW Ngoro telah mendekati seribu anggota,” ungkap Supriyantono dengan rasa syukur.
Menyambut Natal dengan Pesan Kebersamaan
Menyambut perayaan Natal yang akan datang, GKJW Ngoro mengusung tema yang penuh makna: ‘Allah Hadir Menyelamatkan Keluarga’. Melalui tema ini, Supriyantono menyampaikan harapan agar nilai-nilai kekeluargaan dan perdamaian dapat semakin meresap dalam kehidupan jemaat. Harapan ini tidak hanya terbatas pada unit keluarga terkecil, tetapi juga meluas hingga ke dalam kehidupan bermasyarakat secara keseluruhan.
“Semoga nilai kekeluargaan dan perdamaian ini meresap, mulai dari unit keluarga terkecil hingga kehidupan bermasyarakat,” pungkasnya. Dengan sejarah yang kaya dan komunitas yang terus berkembang, GKJW Ngoro terus menjadi pusat spiritual yang penting, tidak hanya bagi jemaatnya tetapi juga sebagai bagian integral dari keberagaman masyarakat Jombang.

















