Skandal Naturalisasi Malaysia: Laporan Polisi dan Potensi Masalah Baru bagi FAM
Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) kembali diguncang oleh skandal terkait proses naturalisasi pemain keturunan. Langkah terbaru federasi untuk melaporkan kasus ini ke kepolisian dinilai oleh beberapa pihak sebagai langkah yang terlambat dan berpotensi menciptakan masalah yang lebih besar bagi FAM sendiri. Kekhawatiran ini diungkapkan oleh mantan anggota Komite Disiplin FAM sekaligus seorang pengacara olahraga ternama, Nik Erman Nik Roseli.
Menurut pandangan Nik Erman, laporan ke pihak kepolisian seharusnya dilakukan sejak awal ketika FIFA menjatuhkan sanksi, tanpa perlu menunggu hasil penyelidikan dari komite independen. Ia berpendapat bahwa pelaporan ke polisi seharusnya menjadi langkah proaktif untuk mengidentifikasi dan menindak pelaku pemalsuan dokumen, sebuah tugas yang tidak dapat sepenuhnya diemban oleh FAM maupun komite independen.
“Bagi saya, laporan polisi diajukan oleh FAM agak terlambat, karena tidak perlu menunggu FIFA atau IIC. Polisi akan menyelidiki para pelaku,” ujar Nik Erman. Tujuan utama dari laporan kepolisian ini memang adalah untuk mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab atas pemalsuan dokumen. Namun, masalah serius dapat muncul jika penyelidikan kepolisian menemukan bahwa pelaku pemalsuan tersebut ternyata adalah anggota dari federasi itu sendiri.
Potensi Keterlibatan Internal dan Implikasinya
Nik Erman menekankan bahwa jika hasil penyelidikan kepolisian mengindikasikan adanya keterlibatan anggota Exco (Eksekutif Komite) FAM dalam pemalsuan dokumen atau bahkan sebagai pemberi perintah, maka hal tersebut akan menjadi “masalah besar” bagi federasi. Ia menegaskan bahwa siapa pun yang namanya tercantum dalam laporan polisi dan terbukti bersalah harus bertanggung jawab penuh atas tindakan mereka.
FAM hanya dapat dianggap aman jika pelaku pemalsuan dokumen terbukti bukan berasal dari dalam organisasi atau merupakan pihak asing yang tidak memiliki kaitan langsung dengan Exco. Dalam skenario seperti ini, tanggung jawab Exco dapat diminimalisir.
“Siapa pun yang namanya tercantum dalam laporan polisi harus bertanggung jawab,” ulang Nik Erman. “Tetapi jika ditemukan bahwa pelakunya bukan anggota Exco atau bukan di bawah kendali Exco.”
Pertanyaan Seputar Pengaruh Luar
Namun, jika pelaku pemalsuan ternyata bukan berasal dari internal FAM, muncul pertanyaan besar yang mengganjal benak Nik Erman: bagaimana mungkin seseorang yang berada di luar struktur federasi dapat memiliki kekuatan untuk mengendalikan proses sebesar itu tanpa memiliki pengaruh yang signifikan? Ia menyiratkan bahwa tindakan sebesar ini kemungkinan besar tidak akan bisa terjadi tanpa adanya campur tangan atau dukungan dari pihak yang memiliki kekuatan besar.
“Saya yakin FAM tidak terpengaruh oleh aspek kriminalnya, tetapi dari segi tata kelola,” tegasnya. “Bagaimana mungkin seseorang di luar kendali Exco melakukan sesuatu yang begitu besar?”
Tokoh di Balik Dorongan Naturalisasi
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Nik Erman ini sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi mereka yang mengikuti perkembangan sepak bola Malaysia, terutama terkait isu naturalisasi pemain. Ada satu sosok yang secara konsisten mendorong FAM untuk melakukan proses naturalisasi pemain, yaitu Tunku Ismail Idris, yang merupakan seorang pangeran dari Kesultanan Johor dan pemilik klub sepak bola ternama, Johor Darul Takzim (JDT).
Sosok yang akrab disapa TMJ ini juga diketahui menjadi sponsor utama bagi FAM dalam upaya mereka mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Lebih jauh lagi, TMJ juga sempat melontarkan tuduhan bahwa Indonesia melakukan sabotase terhadap Tim Nasional Malaysia dengan melaporkan kasus ini ke FIFA.
Langkah FAM melaporkan kasus ini ke kepolisian kini menjadi sorotan tajam. Publik menanti bagaimana hasil penyelidikan akan diungkapkan, dan apakah akan ada implikasi yang lebih luas bagi tata kelola dan kredibilitas federasi sepak bola Malaysia di kancah internasional. Skandal ini tampaknya masih jauh dari kata selesai, dan potensi masalah baru siap mengintai.

















