Program Makan Bergizi Gratis: Stimulus Ekonomi Kerakyatan dan Arah Pembangunan Nasional
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) digadang-gadang akan menjadi motor penggerak perekonomian kerakyatan di seluruh penjuru Indonesia. Pemerintah meyakini, dengan implementasi MBG yang merata, pertumbuhan ekonomi nasional dapat melesat mencapai angka 7 hingga 8 persen. Kepercayaan ini didasarkan pada prinsip bahwa pertumbuhan ekonomi yang substansial berasal dari akar rumput, bukan sekadar mengalir dari atas.
“Kalau dulu dari atas agak repot menetesnya ke bawah. Nggak netes-netes, Pak. Sekarang sama Pak Prabowo digrojog ke bawah. Dengan digrojog ini diharapkan bisa tumbuh lebih cepat ke atas. Ini ekonomi yang luar biasa, penemuan yang luar biasa, dan kita harus mendukung,” ujar Nanik Sudaryati Deyang, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN). Pernyataan ini disampaikan dalam acara Sosialisasi dan Penguatan Tata Kelola Makan Bergizi Gratis serta Pengawasan dan Pemantauan SPPG di Kota Probolinggo, Jawa Timur, pada Jumat, 13 Desember 2025.
Untuk mewujudkan potensi ekonomi tersebut, Nanik, yang juga menjabat sebagai Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Kementerian/Lembaga untuk Penyelenggaraan Program MBG, menekankan pentingnya pemahaman mendalam bagi para mitra dan yayasan yang terlibat. Ia secara spesifik meminta agar orientasi para mitra dan yayasan tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan bisnis semata.
Latar Belakang Pelibatan Yayasan dalam Program MBG
Nanik kemudian memaparkan alasan di balik pelibatan yayasan dalam program MBG. Sejak awal perancangan program pada Oktober tahun lalu, sebelum pelantikan resmi, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan kebijakan untuk tidak melibatkan perusahaan berbentuk PT dan CV sebagai mitra dalam penyediaan makanan bergizi.
“Saya kasihan lihat yayasan sosial, keagamaan, pendidikan, nggak punya uang. Tolong dapur-dapur itu dimitrakan dengan mereka,” ungkap Nanik, mengutip arahan Presiden Prabowo saat itu.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik Sudaryati Deyang dalam pengarahannya di acara Sosialisasi dan Penguatan Tata Kelola Makan Bergizi Gratis Serta Pengawasan dan Pemantauan SPPG di Kota Probolinggo, Jawa Timur, Jumat, 13 Desember 2025.
Diskusi dalam rapat terkait hal ini sempat menimbulkan kekhawatiran bahwa yayasan-yayasan tersebut mungkin tidak memiliki sumber daya finansial yang memadai. Namun, Presiden tetap teguh pada pendiriannya, bahkan menyarankan agar yayasan-yayasan tersebut diberikan dukungan pinjaman dari perbankan.
Tujuannya adalah agar dengan keterlibatan yayasan pendidikan, keagamaan, dan sosial sebagai mitra SPPG (Sistem Penyediaan Pangan Gizi), mereka dapat memperoleh pendapatan. “Kalau ada untung seperak dua perak untuk membiayai pendidikan, untuk membiayai aktifitas sosial,” tambah Nanik, menirukan kembali pernyataan Presiden.
Pengawasan dan Etika Bisnis Mitra
Dalam perkembangannya, muncul sejumlah yayasan baru yang tidak memiliki rekam jejak dalam bidang pendidikan, agama, maupun sosial, namun tetap berpartisipasi sebagai mitra SPPG. Fenomena ini menimbulkan keprihatinan, sehingga Nanik mengimbau agar yayasan-yayasan baru tersebut tidak berlebihan dalam mengejar keuntungan. Penekanan diberikan pada prinsip bahwa mitra SPPG yang ideal adalah yayasan yang berakar pada misi pendidikan, agama, maupun sosial.
Lebih lanjut, Nanik menghimbau seluruh mitra dan pemilik yayasan pengelola SPPG untuk menunjukkan kepedulian dan memberikan dukungan kepada sekolah-sekolah yang siswanya menjadi penerima manfaat dari program MBG yang mereka kelola. Kesadaran sosial dan kepekaan terhadap kekurangan yang ada di sekolah-sekolah tersebut diharapkan menjadi bagian integral dari pelaksanaan program, sejalan dengan visi awal Presiden dalam menghadirkan MBG.
Manfaat Program MBG bagi Perekonomian Lokal
Program MBG memiliki potensi ganda: tidak hanya memberikan manfaat langsung kepada anak-anak usia sekolah melalui pemenuhan gizi, tetapi juga menciptakan efek berganda pada perekonomian lokal. Rantai pasok untuk program ini, mulai dari pengadaan bahan pangan segar, pengolahan makanan, hingga distribusi, akan melibatkan berbagai pelaku usaha kecil dan menengah.
- Peningkatan Permintaan Sektor Pertanian: Kebutuhan bahan pangan seperti sayuran, buah-buahan, protein hewani, dan karbohidrat akan mendorong peningkatan permintaan dari petani lokal dan peternak. Hal ini dapat menstabilkan harga komoditas pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani.
- Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK): Para pengelola dapur MBG, yang mayoritas adalah yayasan, akan membutuhkan tenaga kerja untuk proses pengolahan dan distribusi. Ini membuka peluang kerja baru, terutama bagi ibu rumah tangga dan kelompok rentan lainnya. Selain itu, UMK yang bergerak di bidang penyediaan bahan baku juga akan merasakan peningkatan omzet.
- Stimulus Ekonomi Pedesaan: Dengan terdistribusiknya program ke berbagai daerah, termasuk daerah terpencil, program MBG akan mendorong aktivitas ekonomi di wilayah pedesaan. Kebutuhan akan bahan pangan segar yang bersumber dari lingkungan sekitar akan menghidupkan kembali sektor pertanian skala kecil dan kerajinan lokal.
- Penguatan Kapasitas Yayasan: Keterlibatan dalam program berskala besar seperti MBG akan memaksa yayasan untuk meningkatkan kapasitas tata kelola, manajemen keuangan, dan operasional mereka. Hal ini dapat memperkuat eksistensi dan keberlanjutan yayasan dalam menjalankan misi sosialnya.
- Peningkatan Konsumsi Rumah Tangga: Dengan tersedianya makanan bergizi di sekolah, beban pengeluaran rumah tangga untuk makanan anak dapat berkurang. Dana yang tadinya dialokasikan untuk makanan anak dapat dialihkan untuk kebutuhan lain, yang pada gilirannya meningkatkan konsumsi rumah tangga secara keseluruhan.
Tantangan dan Arah Pengembangan
Meskipun prospeknya cerah, implementasi program MBG tentu akan menghadapi berbagai tantangan. Koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, yayasan, dan para pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci utama.
- Standardisasi Kualitas dan Gizi: Memastikan bahwa setiap hidangan yang disajikan memenuhi standar gizi yang ditetapkan dan berkualitas baik memerlukan sistem pengawasan yang ketat dan berkelanjutan.
- Akuntabilitas dan Transparansi: Pengelolaan dana dan operasional program harus dilakukan secara akuntabel dan transparan untuk mencegah penyalahgunaan dan membangun kepercayaan publik.
- Keberlanjutan Finansial: Memastikan keberlanjutan sumber pendanaan program, baik dari anggaran pemerintah maupun potensi kemitraan lainnya, merupakan tantangan jangka panjang.
- Adaptasi Lokal: Program perlu diadaptasi dengan kondisi geografis, budaya, dan ketersediaan sumber daya pangan di masing-masing daerah.
Dengan mengatasi tantangan-tantangan tersebut dan menjaga komitmen pada visi awal, program Makan Bergizi Gratis memiliki potensi besar untuk tidak hanya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak Indonesia, tetapi juga menjadi mesin penggerak pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dari Sabang sampai Merauke.

















