Anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, baru-baru ini memberikan penjelasan lebih lanjut terkait komentarnya yang sempat menjadi perbincangan hangat mengenai tim kepelatihan terbaik Tim Nasional Indonesia. Pernyataan tersebut sebelumnya disampaikan melalui unggahan di akun Instagram pribadinya pada bulan Februari lalu, yang menampilkan foto Patrick Kluivert beserta jajaran pelatihnya.
Namun, pemilihan label “tim kepelatihan terbaik” ini sempat menimbulkan pertanyaan, mengingat performa Timnas Indonesia di bawah arahan Kluivert tidak sepenuhnya memuaskan. Selama delapan pertandingan di bawah kepemimpinan Kluivert, Timnas mencatatkan tiga kemenangan, satu hasil imbang, dan empat kekalahan. Persentase kemenangan Garuda hanya mencapai 37,5 persen, dengan 11 gol yang berhasil dicetak dan 15 kali kebobolan. Lebih jauh lagi, selama periode tersebut, Timnas Indonesia tidak berhasil meraih satu poin pun di kandang lawan atau di tempat netral, dan puncaknya adalah kegagalan lolos ke Piala Dunia 2026 setelah terhenti di putaran keempat kualifikasi zona Asia.
Untuk meluruskan kesalahpahaman yang mungkin timbul, Arya Sinulingga memberikan klarifikasi dalam siniar Bebas Podcast di kanal YouTube miliknya, dengan menghadirkan pengamat sepak bola Haris Pardede sebagai narasumber. Dalam penjelasannya, Arya menekankan bahwa yang ia maksud dengan “tim kepelatihan terbaik” adalah dari segi struktur pembinaan yang berkesinambungan, mulai dari akar rumput, U-17, U-20, U-23, hingga tim senior.
Kesinambungan Struktur, Bukan Individu: Arya menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun, PSSI tidak memiliki kesinambungan yang baik antara pelatih di berbagai tingkatan usia. “Jadi bertahun-tahun PSSI itu tidak pernah nyambung antara (pelatih) akar rumput, U-17, U-20, U-23, dan senior,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa komentarnya lebih menekankan pada kesinambungan struktural, bukan pada individu pelatih tertentu. “Jadi yang saya sampaikan kemarin adalah kesinambungan, jadi bukan orang (pelatih),” tambahnya. Arya mencontohkan kesinambungan yang ia maksud adalah antara Simon Tahamata, Nova Arianto, Frank van Kampen, Gerald Vanenburg, dan Patrick Kluivert beserta jajarannya.
Tidak Ada Kesinambungan di Era Sebelumnya: Arya juga menyoroti bahwa pada era kepelatihan sebelumnya, tidak ada kesinambungan yang solid antara Shin Tae-yong dengan pelatih lokal. “Luis Milla dulu gak nyambung, Shin Tae-yong dulu gak nyambung dengan Indra Sjafri dan Bima Sakti,” ungkapnya. Ia kembali menegaskan bahwa fokusnya adalah pada struktur, bukan pada individu. “Saya selalu melihat struktural, bukan orangnya,” katanya.
Ketika ditanya apakah ada sentimen pribadi terhadap Shin Tae-yong, Arya dengan tegas membantahnya. Ia bahkan mengklaim sebagai salah satu orang terakhir di PSSI yang tidak menginginkan Shin Tae-yong mundur.
- Membantah Sentimen Pribadi: “Saya adalah orang terakhir di PSSI bersama Erick Thohir yang bukan minta Shin Tae-yong mundur, termasuk terakhir,” tegas Arya. Ia menambahkan bahwa jika ia memiliki sentimen negatif terhadap Shin Tae-yong, ia tidak akan berusaha keras membantu proses naturalisasi pemain. “Kalau saya sentimen, saya tidak akan bantu dia (Shin Tae-yong) untuk naturalisasi. Usaha saya tidak akan segila ini,” katanya.
Selanjutnya, Arya juga menanggapi pertanyaan mengenai komentarnya yang menyoroti rekor Timnas Indonesia pada awal era kepelatihan Kluivert. Ia membantah bahwa komentarnya tersebut ditujukan untuk menyindir Shin Tae-yong.
- Tidak Bermaksud Menyindir: “Tidak ada saya menyinggung siapa pun. Saya cuma bilang hasilnya 3 kali main, 2 kali menang, 1 kali kalah,” jelas Arya. Ia menekankan bahwa ia tidak menyebut nama atau membandingkan dengan siapa pun. “Saya tidak menyebut nama, tidak membandingkan. Tapi ada saja yang baper,” tambahnya. Arya merasa bahwa jika ia menyebutkan lawan yang dihadapi Timnas pada saat itu, barulah komentarnya bisa dianggap sebagai sindiran. “Kalau saya sebut ‘versus siapa’, baru itu dibilang menyindir. Tapi saya tidak menyebut siapa pun,” ujarnya.
Terakhir, Arya menjelaskan alasan di balik pemecatan Shin Tae-yong. Ia menegaskan bahwa PSSI tetap berpegang pada alasan awal, yaitu adanya masalah di ruang ganti dan komunikasi.
- Masalah Ruang Ganti dan Komunikasi: “Sampai hari ini kami konsisten menyebutnya sebagai persoalan ruang ganti dan komunikasi,” tegas Arya. Ia menambahkan bahwa PSSI tidak pernah mengungkapkan secara detail apa yang sebenarnya terjadi, karena hal itu tidak akan baik bagi semua pihak yang terlibat. “Tapi kami tidak pernah membuka apa yang sebenarnya terjadi. Kalau dibuka, itu tidak baik untuk semua pihak pada saat itu,” pungkasnya. Dengan klarifikasi ini, Arya Sinulingga berharap dapat meredakan spekulasi dan kesalahpahaman yang mungkin timbul akibat komentarnya sebelumnya, serta menegaskan komitmen PSSI untuk membangun struktur pembinaan sepak bola yang lebih baik dan berkesinambungan.

















