No Result
View All Result
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclamer
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Login
batampena.com
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature
batampena.com
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature
batampena.com
No Result
View All Result
Home Liputan Khusus Feature

Matinya Pahlawan: Reinvensi dan Ketahanan Budaya

Huahua by Huahua
13 Desember 2025 - 02:39
in Feature
0

Purbawara: Menghidupkan Kembali Sandiwara Sejarah Melayu di Panggung Modern

Dalam lanskap seni pertunjukan Melayu, istilah “Purbawara” mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Namun, istilah ini menyimpan kekayaan makna yang unik, menggabungkan “Purba” yang berarti masa lalu atau kuno, dengan “Wara” yang berarti berita atau cerita. Secara harfiah, Purbawara dapat diartikan sebagai sandiwara sejarah, sebuah genre teater yang memiliki perbedaan mendasar dengan pendahulunya seperti Bangsawan atau Opera Melayu.

Berbeda dengan Bangsawan yang seringkali mengandalkan improvisasi tanpa naskah yang terstruktur dan diselingi nyanyian yang memutus alur cerita, Purbawara hadir dengan disiplin naskhah yang ketat dan struktur dramaturgi yang koheren. Genre ini muncul sebagai respons intelektual terhadap kebutuhan zaman yang menuntut narasi sejarah dipentaskan dengan logika realisme dan pendalaman psikologi, menolak gaya karikatur dan fantasi yang berlebihan. Dalam Purbawara, tokoh-tokoh seperti raja dan pahlawan tidak lagi digambarkan sebagai sosok dewa yang tak tersentuh, melainkan sebagai manusia dengan segala konflik batin, dilema politik, dan tragedi kemanusiaan. Dengan demikian, format drama ini menjadi jembatan krusial yang menghubungkan memori kolektif masa lalu dengan estetika panggung kontemporer.

Relevansi bentuk seni ini kembali diuji dan dirayakan melalui inisiatif kolaboratif antara Persatuan Pembangunan Inisiatif Malaysia (NADIM), Jabatan Kebudayaan dan Kesenian Negara Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur (JKKNWPKL), serta Pusat Pelancongan Malaysia (MaTiC). Gabungan strategis ini berhasil mempersembahkan pementasan Teater Purbawara bertajuk “Matinya Seorang Pahlawan”. Naskhah ini merupakan karya monumental dari Sasterawan Negara, almarhum Usman Awang, yang dipilih karena kekuatannya dalam mendekonstruksi mitos kepahlawanan Melayu. Pementasan ini berlangsung pada 12 dan 13 Desember 2025 pukul 20:30 malam, serta pementasan siang pada 14 Desember 2025 pukul 15:00 sore.

Pemilihan lokasi di Auditorium Tunku Abdul Rahman, MaTiC, Jalan Ampang, Kuala Lumpur, menambah dimensi menarik pada pementasan ini. Bangunan tersebut bukan sekadar sebuah gedung pertunjukan, melainkan simbol pertemuan antara warisan budaya dan pariwisata, sebuah arena di mana kebudayaan dipamerkan kepada dunia luar sekaligus dirayakan oleh masyarakatnya sendiri.

Produksi yang signifikan ini menampilkan beberapa aktor utama dan berada di bawah arahan sutradara Lena Farida. Kehadiran Lena Farida sebagai nakhoda artistik memberikan sentuhan penting dalam menerjemahkan naskhah klasik Usman Awang agar tetap relevan dengan sensibilitas penonton masa kini. Sebelum pementasan utama, para penyelenggara juga telah menggelar Kongres Teater Purbawara Melayu pada 11 Desember 2025. Hal ini menegaskan bahwa seluruh rangkaian acara ini dirancang sebagai sebuah gerakan intelektual dan artistik yang utuh, bukan sekadar pertunjukan hiburan semata.

Baca Juga  Islam Makhachev: Sang Petarung Terbaik Rusia

Memenuhi Prasyarat Genre Purbawara

Pementasan Purbawara “Matinya Seorang Pahlawan” oleh NADIM ini secara intrinsik telah memenuhi segala prasyarat genre Purbawara. Naskhah Usman Awang menjadi fondasi utamanya. Sasterawan Negara tersebut menulis naskhah ini dengan struktur bahasa yang puitis namun tetap berpijak pada logika drama modern. Dialog-dialog antar karakter terjalin erat dalam teks, menuntut para aktor untuk menghafal dan menghayati setiap subteks. Hal ini menjadi antitesis dari tradisi improvisasi yang lazim dalam teater Bangsawan.

Latar cerita mengambil tempat di Kesultanan Melayu Melaka, pada momen tragis pertarungan antara Hang Tuah dan Hang Jebat. Ciri khas Purbawara terlihat jelas ketika material sejarah atau legenda dibingkai ulang tanpa elemen tambahan seperti “extra turns” atau selingan lawak jenaka yang tidak relevan, yang sering ditemukan dalam teater rakyat. Fokus utama persembahan tertuju pada konflik ideologi antara kesetiaan yang diwakili oleh Hang Tuah dan penegakan keadilan yang diperjuangkan oleh Hang Jebat.

Struktur pertunjukan yang linear dan berfokus pada kausalitas plot menegaskan posisi karya ini sebagai sebuah Purbawara yang paripurna. Namun, mementaskan Purbawara di era sekarang menghadirkan tantangan monumental. Kita hidup di era digital di mana rentang perhatian audiens telah terfragmentasi oleh konten media sosial berdurasi pendek. Algoritma media sosial membentuk cara pandang generasi baru yang mendambakan stimulasi visual cepat dan informasi instan. Dalam lanskap seperti ini, sebuah drama sejarah yang dialogis, kaya akan bahasa istana, dan penuh perenungan filosofis, berisiko dianggap usang atau membosankan.

Muncul skeptisisme yang wajar sebelum pementasan dimulai mengenai kemampuan kisah Hang Jebat untuk bersaing dengan narasi superhero global (seperti produksi Marvel) atau drama serial asing (seperti drama Korea) yang mendominasi layar gawai pintar. Apabila pementasan ini hanya sekadar memindahkan teks ke atas panggung dengan kostum berwarna-warni tanpa tawaran estetika baru, pertunjukan tersebut berpotensi gagal menarik imajinasi publik. Purbawara masa kini harus berjuang di arena ekonomi perhatian yang sangat kompetitif. Namun, di tengah gempuran teknologi inilah urgensi pementasan garapan Lena Farida ini menemukan momentumnya.

Ketahanan Budaya dan Penemuan Kembali Tradisi

Alasan utama mengapa Purbawara ini penting untuk dipentaskan dapat ditemukan dalam konsep Cultural Resilience atau ketahanan budaya. Merujuk pada pemikiran sosiolog, ketahanan budaya adalah kemampuan sebuah masyarakat untuk menyerap kejutan modernitas dan tetap mempertahankan identitas intinya melalui mobilisasi repertoar budaya. Pementasan “Matinya Seorang Pahlawan” oleh NADIM merupakan manifestasi nyata dari ketahanan tersebut.

Baca Juga  Kamera HP Canggih: Jepret Cerdas, Hasil Luar Biasa!

Masyarakat Melayu modern menghadapi krisis identitas di tengah arus globalisasi yang mengaburkan batas-batas budaya. Dengan keberhasilan mementaskan naskhah Usman Awang, kolektif ini telah mengaktifkan sistem imun kebudayaan mereka. Tim produksi menggunakan naskhah lama untuk menavigasi persoalan-persoalan baru, di mana Hang Jebat yang difitnah menderhaka tidak lagi dilihat sebagai pengkhianat feodal, melainkan dibaca ulang sebagai simbol resistansi atau penentangan terhadap ketidakadilan struktural yang relevan dengan konteks politik dan sosial masa kini.

Ketahanan budaya yang dimaksudkan ini tidak bersifat pasif; sebaliknya, konsep ini adalah tindakan aktif. NADIM, Lena Farida, dan para kolaboratornya tidak sedang mengawetkan abu jenazah sejarah, melainkan para seniman ini sedang menjaga nyala apinya. Purbawara menjadi wahana bagi masyarakat untuk melakukan refleksi diri (self-reflexivity) di tengah hiruk-pikuk zaman, menyediakan ruang hening bagi penonton untuk menoleh kembali ke akar nilai mereka tentang kesetiaan, keadilan, dan kemanusiaan yang mungkin telah memudar akibat pragmatisme kehidupan modern.

Lebih jauh lagi, pementasan yang baru saja selesai ini dapat dianalisis melalui lensa penemuan kembali atau penciptaan ulang tradisi (reinvention of tradition). Seringkali kita terjebak dalam anggapan bahwa tradisi adalah sesuatu yang statis dan tidak berubah. Namun, para pemikir seperti Hobsbawm mengajarkan sebaliknya, bahwa tradisi kerap kali dicipta ulang atau direkayasa untuk memenuhi kebutuhan masa kini. Purbawara itu sendiri sejatinya adalah sebuah reinvention.

Ketika Usman Awang menulis naskhah ini, ia melakukan “makar” terhadap tradisi Hikayat Hang Tuah dengan membalikkan perspektif: Hang Tuah yang dahulunya pahlawan menjadi antagonis, sementara Hang Jebat yang derhaka menjadi protagonis. Pementasan Purbawara “Matinya Seorang Pahlawan” ini adalah kelanjutan dari proses reinvention tersebut. NADIM dan Lena Farida melakukan rekayasa budaya dengan membawa naskhah klasik ke auditorium modern di Jalan Ampang, menjual tiket secara digital, dan mempromosikannya melalui tagar media sosial #VisitMalaysia2026.

Proses kreatif ini membuktikan bahwa budaya memiliki plastisitas dan entitas ini dapat dibentuk ulang tanpa kehilangan esensinya. Reinvention of culture adalah strategi bertahan hidup, karena tanpa reinvention, tradisi akan menjadi artefak museum yang mati. Melalui Purbawara, sejarah Melayu diciptakan ulang agar relevan bagi generasi Z dan milenial, membuktikan bahwa narasi lokal mampu beradaptasi dengan wadah modern dengan meminjam struktur teater Barat untuk menyampaikan isi yang sangat Nusantara.

Mise-en-scène: Jembatan Antara Masa Lalu dan Masa Kini

Konsekuensi logis dari cultural resilience dan reinvention ini termanifestasi dalam mise-en-scène atau penataan panggung dan pengadeganan yang dihadirkan oleh sutradara Lena Farida. Pertunjukan tidak terperangkap dalam realisme naif atau kemewahan kostum semata. Sebaliknya, penonton menyaksikan penciptaan ulang bahasa visual yang ampuh.

Baca Juga  6 Motor Matic Sport Terbaik untuk Touring

Sebagai sutradara, Lena Farida memahami bahwa panggung Auditorium Tunku Abdul Rahman perlu diubah menjadi Place (ruang pertunjukan) sebagaimana dimaksud oleh Victor Turner dan Richard Schechner, bukan sekadar tempat aktor berdiri, melainkan ruang kontestasi makna. Penataan cahaya yang dihadirkan tidak hanya berfungsi menerangi wajah para aktor, tetapi mampu memvisualisasikan gejolak batin Hang Jebat melalui pengaturan waktu dan penempatan lampu serta kontras tajam yang berhasil memecah realitas dan menciptakan dimensi psikologis yang mendalam. Penggunaan teknologi dan tata suara yang dikelola dengan cermat tidak menenggelamkan aktor, melainkan memperkuat atmosfer.

Musik tradisional yang didekonstruksi dan dipadukan dengan bunyi-bunyian menciptakan lanskap suara (soundscape) yang menjembatani masa lalu dan masa kini. Mise-en-scène garapan Lena Farida ini mampu menerjemahkan bahasa puitis Usman Awang ke dalam bahasa visual yang dapat dipahami oleh penonton yang sudah terbiasa dengan sinematografi film. Gerak tubuh para aktor juga tertata dengan energi baru, di mana gestur Melayu klasik tetap dipertahankan namun diberi napas segar.

Pementasan ini menuntut akting yang bertenaga namun jujur, dan para aktor berhasil menghindari gaya deklamasi kaku yang sering dikaitkan dengan teater lama. Barisan aktor mampu memanusiakan bahasa istana, menjadikan dialog terdengar wajar dan mendesak, seolah-olah kata-kata itu baru saja lahir dari benak tokoh pada detik itu juga.

Pementasan Purbawara “Matinya Seorang Pahlawan” merupakan sebuah pertaruhan kebudayaan yang penting dan berhasil. Pertunjukan ini berdiri teguh di persimpangan jalan antara nostalgia dan inovasi. Kehadiran karya ini adalah pernyataan sikap bahwa teater sejarah masih memiliki tempat di tengah hiruk-pikuk Kuala Lumpur. Melalui lensa cultural resilience, kita melihat usaha gigih masyarakat seni untuk mempertahankan narasi luhur mereka. Sementara itu, melalui lensa reinvention, kita menyaksikan keberanian Lena Farida dan NADIM untuk menafsir ulang tradisi agar tetap relevan.

Purbawara, di tangan para seniman yang terlibat, telah bertransformasi dari sekadar tontonan masa lalu menjadi dialog masa depan. Pementasan ini mengingatkan kita bahwa bangsa yang tangguh adalah bangsa yang mampu menceritakan kembali sejarahnya dengan cara-cara baru, tanpa pernah kehilangan pijakan pada nilai-nilai yang membentuk siapa mereka sebenarnya. Pementasan Purbawara “Matinya Seorang Pahlawan” membuktikan bahwa semangat untuk memaknai sejarah akan terus hidup melalui panggung teater yang dinamis.

Editor: Riko A Saputra

Huahua

Huahua

Baca Juga

Feature

6 Motor Matic Sport Terbaik untuk Touring

13 Desember 2025 - 07:59
Feature

Kamera HP Canggih: Jepret Cerdas, Hasil Luar Biasa!

9 Desember 2025 - 18:39
Feature

Islam Makhachev: Sang Petarung Terbaik Rusia

7 Desember 2025 - 18:39
  • Trending
  • Comments
  • Latest

FIFA Batal, Malaysia Terancam Sanksi AFC

24 Desember 2025 - 04:09

Jadwal Libur Nasional 2026: 1 & 2 Januari Merah & Cuti?

26 Desember 2025 - 11:51

Husein Sastranegara Buka Lagi: Semarang-Bandung Terhubung Langsung

26 Desember 2025 - 03:35

Tabel KUR BRI 2025: Cicilan Rp 1 Jutaan untuk Pinjaman 100 Juta

20 Desember 2025 - 17:58

Daftar Lengkap Ore The Forge Roblox: Statistik Iron hingga Darkryte Desember 2025!

17 Desember 2025 - 21:47

Andre Taulany Liburan Bareng Keluarga: Momen Seru & Tukar Kado!

30 Desember 2025 - 23:59

Malaysia Kritik Usulan Indonesia untuk SEA Games Plus

30 Desember 2025 - 23:46

Helikopter Prabowo: Teddy Ungkap Pinjaman ke Mualem Saat Bencana Aceh

30 Desember 2025 - 23:33

Mahasiswi UMM Tewas: Polda Jatim Bantah Perselingkuhan

30 Desember 2025 - 23:19

Romo Mudji Sutrisno Wafat di Usia 71: Sakit dan Perawatan di RS Carolus

30 Desember 2025 - 23:06

Pilihan Redaksi

Andre Taulany Liburan Bareng Keluarga: Momen Seru & Tukar Kado!

30 Desember 2025 - 23:59

Malaysia Kritik Usulan Indonesia untuk SEA Games Plus

30 Desember 2025 - 23:46

Helikopter Prabowo: Teddy Ungkap Pinjaman ke Mualem Saat Bencana Aceh

30 Desember 2025 - 23:33

Mahasiswi UMM Tewas: Polda Jatim Bantah Perselingkuhan

30 Desember 2025 - 23:19
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclamer
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2025 batampena.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature

Copyright © 2025 batampena.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In