Industri asuransi di Indonesia menunjukkan kesiapan penuh apabila Program Penjaminan Polis (PPP) dipercepat implementasinya menjadi tahun 2027. Keputusan ini, jika diambil, akan memajukan jadwal yang semula ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang merencanakan PPP baru berlaku mulai Januari 2028. Saat ini, proses revisi UU P2SK masih terus bergulir, membuka kemungkinan adanya perubahan jadwal tersebut.
Kesiapan OJK dan Landasan Hukum
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa apabila undang-undang mengharuskan percepatan implementasi, maka seluruh pemangku kepentingan harus siap untuk mengikutinya. “Kalau undang-undang sudah mewajibkan, ya harus diikuti semua. Kami siap jika dimajukan ke 2027,” ujar Ogi saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan pada Senin, 15 Desember 2025.
Ogi menjelaskan bahwa dalam hal skema dan mekanisme pelaksanaan PPP, OJK akan senantiasa berpedoman pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan turunannya. Saat ini, fokus utama OJK adalah menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur secara lebih rinci mengenai operasional Lembaga Penjamin Polis (LPP).
“Yang penting undang-undangnya terlebih dahulu, kemudian PP-nya. Kalau memang diterapkan 2027, maka PP-nya harus dipercepat. Kami mengikuti ketentuan UU dan PP,” tuturnya lebih lanjut. Ogi juga menambahkan bahwa proses revisi UU P2SK mencakup ketentuan penting terkait mekanisme resolusi perusahaan asuransi yang mengalami masalah atau bahkan insolven. Menurutnya, proses revisi ini hanya tinggal selangkah lagi sebelum dapat diundangkan. “Kemarin sudah dibahas di DPR, tetapi belum ada jadwal pembahasan internal. Rencananya menjadi prioritas di awal tahun 2026,” pungkasnya.
Peran LPS dalam Percepatan Implementasi
Di sisi lain, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Bidang Program Penjaminan Polis, Ferdinan Purba, mengungkapkan bahwa pihaknya secara aktif sedang menyiapkan berbagai skenario percepatan agar PPP dapat diimplementasikan lebih awal, yaitu pada tahun 2027.
“Walaupun di UU P2SK PPP berlaku mulai 2028, LPS menyiapkan berbagai langkah agar program ini bisa dipercepat dan ditargetkan berjalan pada 2027,” kata Ferdinan dalam sebuah acara Literasi Keuangan dan Asuransi di Bandung pada Sabtu, 6 Desember. Namun demikian, Ferdinan menekankan bahwa keputusan final mengenai waktu implementasi PPP tetap berada di tangan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Jika program tersebut tetap dijalankan sesuai jadwal awal pada tahun 2028, maka waktu yang tersisa akan dimanfaatkan secara optimal untuk menyempurnakan seluruh aspek persiapan. “Kami siap melakukan percepatan, meskipun LPS tidak berada pada posisi untuk menetapkan kapan PPP mulai diberlakukan,” ujarnya.
Kesiapan Pendanaan dan Mekanisme Alternatif
Ferdinan Purba juga menyoroti salah satu aspek krusial dari kesiapan LPS, yaitu terkait kecukupan pendanaan. Ia menjelaskan bahwa apabila LPS belum menerima setoran dana yang memadai pada awal implementasi program, aset eksisting yang dimiliki oleh LPS dapat digunakan untuk mendukung penanganan sektor asuransi yang membutuhkan. Hal ini menunjukkan adanya fleksibilitas dan kesiapan finansial dalam menghadapi berbagai kemungkinan skenario.
Manfaat Program Penjaminan Polis
Program Penjaminan Polis (PPP) merupakan inisiatif penting yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada para pemegang polis. Dengan adanya jaminan ini, masyarakat diharapkan dapat merasa lebih aman dan percaya diri dalam berinvestasi pada produk-produk asuransi. Manfaat utama dari PPP meliputi:
- Perlindungan Konsumen: PPP memberikan jaminan bahwa dana pemegang polis akan tetap aman, bahkan jika perusahaan asuransi mengalami kesulitan keuangan atau dinyatakan pailit. Ini secara signifikan mengurangi risiko kerugian bagi konsumen.
- Stabilitas Industri Asuransi: Dengan adanya jaring pengaman, PPP berkontribusi pada stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Kepercayaan publik terhadap industri asuransi akan terjaga, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan sektor ini.
- Meningkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan: Keberadaan PPP dapat mendorong lebih banyak masyarakat untuk berpartisipasi dalam produk asuransi, karena adanya rasa aman yang lebih besar. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.
Implementasi PPP, baik sesuai jadwal awal maupun dipercepat, merupakan langkah strategis untuk memperkuat sektor keuangan Indonesia, khususnya industri asuransi. Kesiapan regulator dan lembaga penjamin menunjukkan komitmen yang kuat untuk melindungi kepentingan masyarakat dan memastikan keberlanjutan industri.

















