Buruh Gelar Aksi Tolak PP Pengupahan Baru dan Kenaikan Upah Minimum 2025
Jakarta – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh mengumumkan rencana aksi unjuk rasa besar-besaran yang akan digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat, 19 Desember 2025. Aksi ini merupakan bentuk penolakan tegas terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang baru saja diterbitkan, serta ketidakpuasan terhadap angka kenaikan upah minimum yang dianggap tidak sesuai harapan kaum buruh.
Said Iqbal, Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, menyatakan bahwa aksi tersebut bertujuan untuk menyuarakan aspirasi penolakan terhadap PP Pengupahan dan penetapan upah minimum yang dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan pekerja. “Aksi ini untuk menyuarakan penolakan terhadap RPP Pengupahan dan penetapan umum minimum yang tidak sesuai harapan buruh,” tegas Said Iqbal dalam keterangan resminya pada Selasa, 16 Desember 2025.
Alasan Penolakan PP Pengupahan:
KSPI merinci beberapa alasan krusial di balik penolakan mereka terhadap PP Pengupahan yang baru:
Proses Pembahasan yang Tidak Memadai:
Salah satu poin utama yang disoroti adalah proses penyusunan PP Pengupahan yang dinilai tidak melibatkan pembahasan yang layak dengan serikat pekerja. Menurut KSPI, diskusi substansial mengenai PP Pengupahan di Dewan Pengupahan hanya terjadi sekali, yaitu pada tanggal 3 November 2025. Hal ini dianggap sangat tidak proporsional mengingat PP Pengupahan merupakan aturan yang akan memiliki dampak jangka panjang, bahkan berpotensi berlaku hingga sepuluh tahun. “Pembahasan di Dewan Pengupahan cuma sekali. Padahal, PP bisa berlaku lama, bahkan bisa sampai 10 tahun. Ini bukan sekadar angka, ini soal hidup buruh dan keluarganya,” ujar Said Iqbal, menekankan pentingnya regulasi yang mencerminkan kebutuhan dasar pekerja.Ancaman Terhadap Prinsip Kebutuhan Hidup Layak (KHL):
PP Pengupahan yang baru dinilai membahayakan prinsip fundamental Kebutuhan Hidup Layak (KHL). PP ini memuat pengaturan definisi dan mekanisme yang berpotensi mengunci kenaikan upah di daerah-daerah tertentu yang dianggap sudah mencapai batas atas. Ironisnya, penguncian kenaikan upah ini terjadi di tengah terus naiknya harga kebutuhan pokok. Implikasinya, daya beli buruh akan semakin tergerus, padahal seharusnya upah minimum mampu memenuhi standar hidup yang layak.Kontradiksi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK):
Said Iqbal juga menyoroti adanya kontradiksi antara PP Pengupahan yang baru dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023. Putusan MK tersebut secara tegas menegaskan bahwa kenaikan upah minimum harus didasarkan pada prinsip inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks yang adil. Sebaliknya, PP Pengupahan yang ada saat ini justru menggunakan indeks yang berpotensi mengunci kenaikan upah agar tetap rendah.
Tuntutan Kenaikan Upah Minimum 2025:
KSPI secara tegas menolak penggunaan indeks kenaikan upah yang dianggap tidak adil. Mereka menyoroti adanya rentang indeks tertentu yang tertuang dalam PP, yaitu 0,3 hingga 0,8. Jika pemerintah memilih untuk menggunakan indeks terendah, yaitu 0,3, maka kenaikan upah minimum tahun 2025 diperkirakan hanya akan mencapai angka yang sangat kecil, sekitar 4,3 persen. Angka ini dinilai sangat tidak memadai dan berpotensi mengembalikan era upah murah. “Kalau indeks 0,3 dipakai, kenaikan bisa hanya sekitar 4,3 persen. Itu terlalu kecil. Ini mengembalikan upah murah,” keluhnya.
Menyikapi situasi ini, KSPI telah mengajukan empat opsi tuntutan kenaikan upah minimum untuk tahun 2025, yang sebelumnya juga telah disampaikan oleh Said Iqbal di ruang publik:
- Opsi 1: Kenaikan sebesar 6,5 persen, yang setidaknya disamakan dengan angka kenaikan pada tahun sebelumnya.
- Opsi 2: Kenaikan dalam rentang 6 persen hingga 7 persen, sebagai opsi moderat yang tetap dapat menjaga daya beli buruh.
- Opsi 3: Kenaikan sebesar 6,5 persen hingga 6,8 persen, sebagai opsi kompromi yang dianggap lebih realistis dan terukur.
- Opsi 4: Kenaikan upah minimum yang didasarkan pada indeks tertentu pada rentang 0,7 hingga 0,9, bukan pada rentang 0,3 hingga 0,8 seperti yang tercantum dalam PP.
Perlu diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang memuat formula baru untuk kenaikan upah minimum provinsi (UMP) hingga upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) pada Selasa, 16 Desember 2025. Formula yang tertuang dalam PP tersebut adalah: Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa), dengan rentang nilai Alfa antara 0,5 hingga 0,9. Dengan adanya formula ini, besaran kenaikan upah minimum di setiap daerah diprediksi akan mengalami variasi yang berbeda-beda. Namun, KSPI berpandangan bahwa rentang Alfa dan keseluruhan formula tersebut belum mampu memberikan kepastian kenaikan upah yang layak bagi para pekerja.

















