Tantangan Permodalan Industri Konveksi: Menanti Solusi Tepat Sasaran
Sektor industri kecil dan menengah (IKM) di bidang konveksi di Indonesia masih bergulat dengan berbagai tantangan, salah satunya adalah akses terhadap permodalan yang memadai. Meskipun pemerintah telah menyediakan berbagai skema pembiayaan, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Investasi Permanen Kecil (KIPK), namun program-program ini dinilai belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan riil para pelaku usaha kecil.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Nandi Herdiaman, mengungkapkan keprihatinannya. Menurutnya, banyak anggota asosiasi yang belum dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan tersebut karena terbentur persyaratan administratif yang rumit dan kewajiban menyediakan agunan yang memadai.
“Kami, Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), masih menghadapi tantangan besar dalam hal permodalan. Program KUR dan KIPK yang disediakan pemerintah tidak dapat dinikmati oleh banyak pelaku usaha kecil menengah karena tidak memenuhi syarat dan ketentuan,” ujar Nandi dalam sebuah keterangan.
Kendala Akses Pembiayaan Formal
Nandi menjelaskan bahwa mayoritas pelaku konveksi skala kecil menghadapi kendala fundamental dalam mengakses pembiayaan formal dari lembaga perbankan. Persoalan utama meliputi minimnya agunan yang dapat dijadikan jaminan, ketidakrapian dalam pencatatan keuangan, serta keterbatasan pengalaman dalam mengelola usaha pada skala yang lebih besar. Kondisi ini secara otomatis menyulitkan mereka untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh bank.
Dampak Pandemi dan Persaingan Impor
Kebutuhan akan dukungan permodalan menjadi semakin mendesak, terutama mengingat banyaknya IKM konveksi yang terpaksa gulung tikar sejak merebaknya pandemi COVID-19. Selain pukulan ekonomi akibat pandemi, pelaku usaha lokal juga harus berhadapan dengan persaingan ketat dari masuknya produk impor ilegal yang secara signifikan menekan pasar domestik.
“Kami berharap pemerintah dapat menciptakan program permodalan yang tepat sasaran, mengingat banyak IKM yang sudah gulung tikar semenjak Covid-19 dan kalah saing dari impor ilegal,” kata Nandi, menekankan urgensi solusi yang lebih efektif.
Dukungan Kebijakan dan Peningkatan Kapasitas
Nandi mengakui bahwa pemerintah telah menunjukkan upaya untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut perlu diimbangi dengan dukungan permodalan yang lebih konkret dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Peningkatan kapasitas SDM sangat penting agar para pelaku usaha mampu memenuhi permintaan pasar yang terus berkembang, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
“Market sudah didukung pemerintah untuk domestik, maka dari itu pelaku sudah pasti butuh modal dan SDM yang berdaya saing,” tegas Nandi.
Harapan untuk Kemandirian Industri
Lebih lanjut, Nandi menegaskan bahwa para pelaku konveksi tidak serta-merta ingin bergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah. Namun, ia berpandangan bahwa dukungan awal dari pemerintah sangatlah krusial. Dukungan ini diharapkan dapat memberikan stimulus bagi para pelaku usaha untuk mengembangkan potensi mereka dan akhirnya mampu berdiri secara mandiri di tengah persaingan pasar.
Selain fokus pada permodalan, IPKB juga secara aktif mendorong adanya bantuan teknis dan program pelatihan bagi para pelaku IKM konveksi. Peningkatan kapasitas usaha ini dianggap sebagai kunci utama agar industri tekstil dan konveksi nasional mampu bersaing tidak hanya di pasar domestik, tetapi juga di kancah global.
“Kami berharap pemerintah dapat mendengar aspirasi kami dan memberikan solusi yang tepat. Kami siap untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan industri tekstil dan konveksi di Indonesia,” pungkas Nandi, menunjukkan komitmen IPKB untuk berkolaborasi demi kemajuan industri nasional.

















