Penyidikan KPK Terkait Korupsi di Pengurusan RPTKA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang melakukan penyelidikan terkait aliran uang dari para agen tenaga kerja asing (TKA). Dalam proses penyelidikan tersebut, KPK meminta kesaksian dari seorang pejabat atase ketenagakerjaan dari kedutaan besar Republik Indonesia (RI) di Kuala Lumpur dan seorang wartawan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa dua saksi tersebut menjalani pemeriksaan pada Jumat, 24 Oktober, di Gedung Merah Putih. Menurutnya, penyidik ingin mendalami aliran uang yang berasal dari para agen TKA. Hal ini disampaikan dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Saksi yang diperiksa adalah Atase Ketenagakerjaan Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur (KL), Malaysia, Harry Ayusman bersama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Ketenagakerjaan Ilyasa Darusalam dan wartawan, Bayu Widodo Sugiarto.
Pemeriksaan dilakukan dalam rangka penyidikan perkara korupsi pemerasan pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Dalam kasus ini, KPK telah menahan delapan tersangka.
Daftar Tersangka yang Ditahan
Delapan tersangka yang ditahan antara lain:
- Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja periode 2020–2023 Kemnaker, Suhartono
- Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing periode 2019–2024, Haryanto
- Direktur PPTKA periode 2017–2019, Wisnu Pramono
- Direktur PPTKA periode 2024–2025, Devi Angraeni
- Petugas pelaksana Gatot Widiartono
- Verifikator pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA, Putri Citra Wahyoe
- Analisis Tata Usaha Direktorat PPTKA periode 2019–2024
- Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024–2025, Jamal Shodiqin
- Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker periode 2018–2025, Alfa Eshad
Modus Operasi Korupsi
Delapan tersangka diduga memanfaatkan celah dalam proses verifikasi dokumen TKA. Mereka bersekongkol untuk memeras para tenaga kerja asing yang tengah mengurus izin RPTKA di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker.
Menurut Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, dugaan korupsi terjadi saat perusahaan agen mengajukan permohonan secara daring. Kemnaker kemudian akan memverifikasi kelengkapan berkas permohonan tersebut.
Jika ada berkas yang kurang, seharusnya petugas memberitahukan kepada agen untuk memperbaikinya dalam waktu lima hari. Di sinilah pemerasan terjadi. Petugas mengalihkan proses verifikasi berkas dari jalur formal ke informal.
Mereka menghubungi para agen TKA melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, bukan melalui sistem daring yang telah tersedia. Mereka meminta sejumlah uang dengan dalih mempercepat atau memuluskan permohonan.
Agen yang memberikan uang kemudian akan mendapat pemberitahuan untuk melengkapi berkas tersebut. Sedangkan bagi para agen yang tidak memberikan uang, akan terhambat permohonan izinnya.
Budi Sukmo mengatakan petugas tidak memberi tahu apa kekurangan berkasnya, tak memproses berkas tersebut, atau mengulur-ulur waktu penyelesaiannya sehingga tenaga kerja asing mendapat denda Rp 1 juta per hari.
“Para agen tadi mau tidak mau harus memberikan uang. Kalau tidak, ya, mereka akan mendapat denda lebih besar daripada uang yang harus dikeluarkan,” kata Budi Sukmo di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 5 Juni 2025.
Sumber : https://beritahariini.news/

















