
Keterbatasan gerak pada siswa dengan Cerebral Palsy (CP) seringkali menjadi penghalang dalam proses belajar di sekolah. Menyikapi tantangan ini, sebuah inisiatif dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), melalui tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) dari Departemen Teknik Biomedik, hadir memberikan solusi. Mereka mengadakan pelatihan khusus bagi para tenaga pendidik yang berdedikasi menangani siswa-siswa CP. Pelatihan ini difokuskan pada penggunaan alat terapi motorik yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan gerak siswa.
Dr. Achmad Arifin ST MEng, Ketua Tim Abmas Departemen Teknik Biomedik ITS, menjelaskan bahwa stimulasi rutin sangat penting bagi siswa penyandang CP. Stimulasi ini bertujuan untuk mengurangi kekakuan otot dan melancarkan gerakan sehari-hari. Menurutnya, latihan sederhana yang dilakukan secara konsisten, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah, dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap perkembangan motorik siswa. “Oleh karena itu, sangat penting bagi para pendamping di sekolah untuk mendapatkan pelatihan khusus agar mereka dapat memberikan terapi dengan tepat dan efektif,” ujarnya.
Dalam pelatihan tersebut, tim Abmas ITS memperkenalkan dan melatih penggunaan Combo Electrotherapy Device R-C101F sebagai perangkat utama. Perangkat ini menawarkan dua teknik stimulasi listrik yang berbeda, yaitu:
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS): Teknik ini berfungsi memberikan stimulasi sensorik. Tujuannya adalah untuk menertibkan laporan saraf yang dikirimkan ke otak, sehingga meningkatkan koordinasi dan kontrol gerakan.
Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES): Teknik ini dirancang untuk menstimulasi saraf motorik. Dengan stimulasi ini, kontraksi otot dapat dilatih dengan cara yang lebih terkontrol, membantu memperkuat otot dan meningkatkan rentang gerak.

Dr. Arifin menekankan bahwa penggunaan kedua mode stimulasi ini memerlukan pemahaman dan pengaturan yang tepat. Hal ini mencakup penempatan elektroda yang strategis dan pemilihan frekuensi yang sesuai dengan kebutuhan individu siswa. Pemahaman mendalam tentang perbedaan antara kedua metode stimulasi ini sangat penting untuk memastikan terapi yang diberikan aman dan efektif bagi siswa penyandang CP.
Lebih lanjut, Dr. Arifin menambahkan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari program berkelanjutan yang berfokus pada pengembangan teknologi terapi motorik. Program ini dijalankan bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Autis Mutiara Hati Sidoarjo. Data dan pengalaman yang diperoleh dari lapangan akan digunakan untuk menyempurnakan rancangan perangkat Functional Electrical Stimulation (FES). Tujuannya adalah menciptakan perangkat yang lebih presisi, mudah digunakan, dan ramah bagi guru pendamping.
Salah seorang guru peserta pelatihan, Achmad Mu’arif SPd, menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan ini. Ia mengungkapkan bahwa pelatihan ini memberikan pemahaman praktis yang sangat membantu dalam menangani siswa penyandang CP. Menurutnya, para guru sekarang lebih siap dalam mengoperasikan perangkat stimulasi dan memahami efek yang ditimbulkan selama terapi. “Kami menjadi lebih mampu membaca respons siswa dengan lebih jelas dan menyesuaikan terapi secara bertahap sesuai dengan kebutuhan mereka,” ungkap Arif.

Selain pelatihan penggunaan alat, para guru juga dibekali dengan lembar pemantauan harian. Lembar ini digunakan untuk mencatat perkembangan siswa selama setiap sesi terapi. Lembar pemantauan ini mencakup berbagai aspek, termasuk:
- Durasi Stimulasi: Mencatat berapa lama stimulasi diberikan.
- Kenyamanan Siswa: Memantau tingkat kenyamanan siswa selama proses terapi berlangsung.
- Respons Siswa: Mencatat reaksi dan respons siswa terhadap stimulasi.
Dengan pemantauan rutin ini, para guru dapat memastikan bahwa terapi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan individual masing-masing anak. Hal ini memungkinkan mereka untuk memberikan perawatan yang lebih personal dan efektif.
Drs. Handoko SH MSi, Kepala Yayasan Pendidikan Autis Mutiara Hati Sidoarjo, turut menyampaikan apresiasinya atas pendampingan berkelanjutan yang diberikan oleh ITS. Ia berharap agar kolaborasi ini dapat terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan siswa dan guru dalam memberikan terapi yang lebih efektif dan terarah. “Pendampingan ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi siswa dan guru di sekolah kami,” ujarnya.
Inisiatif ini juga mencerminkan komitmen ITS dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Secara khusus, kegiatan ini berkontribusi pada:
- Poin ke-3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera: Dengan meningkatkan kualitas hidup siswa penyandang CP melalui terapi motorik.
- Poin ke-10: Berkurangnya Kesenjangan: Dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap terapi dan pendidikan bagi siswa penyandang disabilitas.

















