Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memberikan tanggapan terhadap usulan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengenai pembentukan koalisi permanen. PDI-P berpendapat bahwa ide tersebut tidak sesuai dengan realitas politik yang berlaku di Indonesia saat ini.
Andreas Hugo Pareira, seorang Ketua DPP PDI-P, menyampaikan bahwa gagasan koalisi permanen terkesan dibuat-buat dan lebih didasarkan pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Ia mempertanyakan urgensi dari pembentukan koalisi semacam itu.
“Usulan seperti ini mengada-ada, tidak sesuai dengan realita politik, cenderung lebih bersifat kepentingan pribadi. Enggak ada urgensinya,” ujarnya saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Menurut Andreas, konsep koalisi permanen lebih relevan diterapkan dalam sistem pemerintahan parlementer, bukan sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia. Dalam sistem presidensial, yang lebih tepat adalah kerja sama antarpartai politik untuk mendukung pemerintahan presiden yang terpilih melalui pemilihan presiden (Pilpres).
- Dalam sistem presidensial, partai-partai politik dapat berperan baik di dalam kabinet pemerintahan maupun di luar kabinet.
- Landasan pemerintahan adalah platform politik yang telah disusun dan dikampanyekan oleh presiden terpilih, bukan platform politik dari masing-masing partai yang memiliki perwakilan di dalam kabinet.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Golkar, mengusulkan pembentukan koalisi permanen sebagai upaya untuk mewujudkan stabilitas politik di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Usulan ini disampaikan Bahlil dalam acara puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-61 Partai Golkar yang diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta.
Dalam sambutannya, Bahlil menyampaikan pandangan Partai Golkar bahwa pemerintahan yang kuat membutuhkan stabilitas. Oleh karena itu, ia mengusulkan pembentukan koalisi permanen sebagai solusi.
“Partai Golkar berpandangan Bapak Presiden, bahwa pemerintahan yang kuat dibutuhkan stabilitas. Lewat mimbar yang terhormat ini, izinkan kami menyampaikan saran, perlu dibuatkan koalisi permanen,” kata Bahlil.
Bahlil menekankan pentingnya koalisi yang solid dan berkelanjutan, bukan koalisi yang bersifat sementara atau berubah-ubah. Ia mengkritik model koalisi yang tidak memiliki prinsip yang kuat.
“Jangan koalisi on-off, on-off. Jangan koalisi in-out. Jangan koalisi di sana senang, di sini senang, di mana-mana hatiku senang,” sambungnya.
Menurut Bahlil, Indonesia perlu memiliki prinsip yang kuat dalam membangun kerangka koalisi yang benar. Ia menekankan pentingnya kebersamaan dalam menghadapi suka dan duka.
“Kalau mau menderita, menderita bareng-bareng. Kalau mau senang, senang bareng-bareng,” tegas Bahlil.
Dalam kesempatan tersebut, Bahlil juga menyampaikan salah satu keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar, yaitu dukungan penuh terhadap pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Partai Golkar harus bersama-sama dengan Bapak Presiden dan Wakil Presiden sebagai partai koalisi yang mendukung pemerintahan. Sampai di mana selesainya? Tergantung Bapak Presiden, karena ini keputusan Munas,” ujar Bahlil. Dengan kata lain, durasi dukungan Partai Golkar terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran akan sangat bergantung pada keputusan Presiden.

















