Bencana Sumatera Barat: Lebih dari Sekadar Hujan Ekstrem, Peran Tutupan Hutan dan Geomorfologi Sangat Krusial
Bencana banjir dahsyat yang baru-baru ini melanda Sumatera Barat telah memicu perhatian serius dari berbagai pihak. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam sebuah forum penting, mengemukakan bahwa musibah ini tidak dapat disederhanakan hanya sebagai akibat dari hujan dengan intensitas ekstrem. Analisis mendalam menunjukkan bahwa minimnya tutupan hutan yang memadai dan karakteristik geomorfologi wilayah tersebut memainkan peran yang sangat signifikan dalam memperparah dampak bencana.
Dalam pidatonya pada acara UI GreenMetric Indonesia Awarding 2025 yang diselenggarakan di Muladi Dome, Universitas Diponegoro, pada Selasa, 16 Desember 2025, Hanif Faisol Nurofiq menekankan perlunya perhatian kolektif dari pemerintah dan kalangan akademisi terhadap bencana besar yang menimpa Sumatera. Ia memaparkan bahwa kondisi geografis Sumatera Barat memiliki keunikan tersendiri yang membuatnya rentan. Bagian utara provinsi ini berada di rangkaian Pegunungan Bukit Barisan, yang dicirikan oleh lereng yang sangat curam. Sementara itu, sisi selatannya langsung berhadapan dengan Samudra Hindia, sebuah konfigurasi yang menambah kompleksitas pengelolaan risiko bencana.
“Ini tentu menjadi perhatian, Sumatera Barat tidak dalam kondisi yang sangat baik. Dengan kapasitas seperti itu, tutupan hutan untuk Provinsi Sumatera Barat kurang dari 30 persen, sementara kawasan hutannya sendiri hanya 38 persen dari 16 DAS yang terdampak. Ini yang kemudian memperparah terjadinya bencana banjir,” ujar Hanif.
Analisis Mendalam Faktor Penyebab Bencana
Penjelasan Hanif Faisol Nurofiq menguraikan beberapa faktor kunci yang berkontribusi pada keparahan bencana di Sumatera Barat:
Tutupan Hutan yang Minim:
Kondisi tutupan hutan di Sumatera Barat dilaporkan kurang dari 30 persen. Angka ini sangat mengkhawatirkan, terutama mengingat bahwa kawasan hutan di provinsi tersebut hanya mencakup 38 persen dari total 16 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdampak langsung oleh bencana. Tutupan hutan yang memadai berfungsi sebagai penyerap air alami, mencegah erosi tanah, dan mengurangi aliran permukaan saat hujan deras. Minimnya vegetasi hutan berarti fungsi-fungsi vital ini tidak dapat berjalan optimal, sehingga air hujan langsung mengalir ke sungai dan memperbesar volume banjir.Karakteristik Geomorfologi Wilayah:
Lokasi geografis Sumatera Barat yang berada di antara Pegunungan Bukit Barisan dengan lereng curam dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia menciptakan kerentanan inheren. Lereng yang curam meningkatkan risiko tanah longsor dan percepatan aliran air. Kombinasi antara topografi yang curam dan minimnya penahan alami seperti hutan membuat wilayah ini sangat rentan terhadap bencana hidrometeorologi.Perubahan Tutupan Lahan:
Lebih lanjut, Hanif Faisol Nurofiq menyoroti fenomena perubahan tutupan lahan yang signifikan. Banyak area yang seharusnya ditanami atau dilestarikan sebagai hutan justru beralih fungsi menjadi ladang pertanian oleh masyarakat. Perubahan ini, ditambah dengan minimnya upaya konservasi yang memadai, secara langsung memperparah risiko erosi tanah dan potensi banjir. Ketika vegetasi alami digantikan oleh pertanian, kemampuan tanah untuk menahan air dan mencegah erosi berkurang drastis.“Kapasitas dari cover-nya atau C-nya sudah sebagian besar berubah ladang-ladang masyarakat. Kemudian tidak ada nilai konservasinya atau nilai P-nya. Sehingga, yang terjadi di Sumatera Barat dengan curah hujan yang cukup sangat tinggi 135 mm, maka terjadi bencana yang cukup besar terutama pada DAS Agam,” ungkapnya.
Dampak Tragis dan Peringatan untuk Masa Depan
Kombinasi faktor-faktor di atas telah mengakibatkan bencana besar, khususnya yang melanda DAS Agam. Tragedi ini tidak hanya menghancurkan infrastruktur dan lingkungan, tetapi juga merenggut nyawa. Data yang disampaikan menyebutkan bahwa hampir 200 jiwa hilang dalam bencana tersebut di wilayah DAS Agam.
“Kenapa DAS Agam itu menimbulkan korban? Hampir 200 jiwa di daerah situ,” kata Hanif, menekankan betapa seriusnya dampak bencana yang terjadi.
Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup ini menjadi sebuah peringatan keras bagi semua pihak. Penting bagi pemerintah, akademisi, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran dan tindakan nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan. Upaya konservasi yang intensif, reboisasi, pengelolaan lahan yang berkelanjutan, serta penerapan tata ruang yang bijaksana adalah langkah-langkah krusial yang harus segera diambil. Dengan demikian, diharapkan bencana serupa dapat dicegah di masa mendatang, dan Sumatera Barat serta wilayah rawan bencana lainnya dapat lebih tangguh menghadapi tantangan perubahan iklim dan bencana alam.

















