Alokasi Dana Rp60 Triliun Siap Tangani Dampak Bencana di Tiga Provinsi Sumatra
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah proaktif dengan menyiapkan dana sebesar Rp60 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk penanganan dampak bencana alam yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kesiapan anggaran ini dikonfirmasi oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menjelaskan bahwa dana tersebut merupakan hasil dari penyisiran dan efisiensi belanja kementerian dan lembaga, terutama pada program-program yang dinilai kurang memberikan manfaat nyata.
Strategi Pengumpulan Dana: Efisiensi Belanja Negara
Proses pengumpulan dana sebesar Rp60 triliun ini bukanlah respons mendadak terhadap bencana yang terjadi. Sebaliknya, anggaran tersebut berhasil dikumpulkan setelah APBN 2025 selesai dibahas dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kementerian Keuangan secara aktif melakukan evaluasi terhadap seluruh program yang dijalankan oleh kementerian dan lembaga.
“Dananya kan dari APBN. Waktu begitu APBN selesai di DPR, kita pelajarin, kita sisir semua program-program kementerian lembaga. Ternyata masih banyak program-program yang enggak jelas, rapat enggak jelas. Sudah kita sisir semuanya,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa.
Hasil dari penyisiran ini menunjukkan adanya berbagai program yang dianggap tidak efektif atau kurang memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Program-program tersebut, termasuk berbagai kegiatan rapat yang dinilai tidak memiliki kejelasan manfaat, kemudian dievaluasi ulang. Anggaran yang dialokasikan untuk program-program tersebut dialihkan dan dikonsolidasikan menjadi cadangan strategis negara. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran negara dan memastikan dana tersebut siap sedia untuk kebutuhan yang mendesak, seperti penanganan bencana.
Kesiapan Dana Sebelum Bencana Melanda
Salah satu poin penting yang ditekankan oleh Menteri Keuangan adalah bahwa dana Rp60 triliun ini sudah tersedia bahkan sebelum serangkaian bencana alam melanda wilayah Sumatra. Bencana seperti banjir, longsor, lumpur, hingga kayu gelondongan yang terjadi pada periode 25–27 November 2025, tidak serta-merta menimbulkan kebutuhan untuk mencari sumber pendanaan baru.
“Sebelum bencana sudah kita kumpulkan Rp 60 triliun dari situ. Jadi siap mau dieksekusi apa enggak. Jadi begitu dibutuhkan Rp 60 triliun yang disebutkan oleh Pak Presiden, ya kita sudah siap,” tegas Purbaya.
Kesiapan anggaran ini sangat krusial. Dengan dana yang sudah ada di tangan negara, pemerintah dapat segera mengalokasikan bantuan tanpa harus melalui proses pengajuan dan pencarian dana darurat yang memakan waktu. Hal ini memungkinkan respons cepat dan efektif dalam upaya penanganan korban dan pemulihan pasca-bencana.
Fokus Penanganan: Rehabilitasi dan Pemulihan Jangka Panjang
Penanganan bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat masih terus berlangsung. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa alokasi dana Rp60 triliun ini tidak hanya terbatas untuk penanganan darurat, tetapi juga mencakup kebutuhan rehabilitasi dan pemulihan yang diperkirakan akan berlangsung hingga tahun anggaran 2026.
Artinya, dana tersebut akan digunakan untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak, memulihkan mata pencaharian warga, serta mendukung proses pemulihan sosial dan ekonomi di daerah-daerah yang terdampak bencana. Komitmen jangka panjang ini menunjukkan bahwa pemerintah memahami dampak multidimensional dari bencana alam dan berupaya untuk memulihkan kondisi masyarakat secara menyeluruh.
Untuk sisa waktu di akhir tahun berjalan, Purbaya memastikan bahwa anggaran yang telah dialokasikan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih mencukupi untuk kebutuhan operasional.
Dukungan Tambahan untuk Hunian Korban Bencana
Selain dana penanganan umum, pemerintah juga telah menyiapkan alokasi anggaran tambahan khusus untuk pembangunan hunian sementara dan hunian tetap bagi para korban bencana.
“Kalau yang tahun ini kan ada BNPB kan sudah ngajuin Rp 1,6 triliun. Kita masih ada Rp 1,3 triliun, enggak tahu dia mau ngajuin lagi. Mereka juga sebelumnya punya berapa ratus miliar. Jadi masih cukup,” jelas Purbaya.
Dengan skema ini, kebutuhan dasar para korban bencana, terutama tempat tinggal yang aman dan layak, diharapkan dapat segera terpenuhi. Pembangunan hunian ini merupakan salah satu prioritas utama dalam upaya pemulihan pasca-bencana, mengingat pentingnya memiliki tempat tinggal yang stabil untuk memulai kembali kehidupan.
Menteri Keuangan lebih lanjut menegaskan bahwa alokasi anggaran penanganan bencana akan difokuskan melalui BNPB. Lembaga ini memiliki peran sentral sebagai penanggung jawab tunggal dalam koordinasi dan pelaksanaan penanganan bencana, sehingga memastikan efisiensi dan efektivitas penyaluran bantuan. Pendekatan “satu pintu” ini diharapkan dapat meminimalkan tumpang tindih program dan mempercepat proses realisasi bantuan.

















