Perlindungan Data Biometrik dalam Registrasi SIM Kartu: Kesiapan dan Tantangan Menjelang 2026
Penerapan teknologi pengenalan wajah atau face recognition untuk registrasi kartu SIM prabayar yang dijadwalkan mulai 2026 mendatang, memunculkan berbagai pertanyaan krusial terkait privasi dan keamanan data biometrik masyarakat. Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, secara tegas mengingatkan pemerintah akan pentingnya menjamin aspek-aspek fundamental ini.
Dave menekankan bahwa sebelum kebijakan ini diimplementasikan secara luas, harus ada langkah-langkah yang jelas dan terukur untuk memastikan privasi dan keamanan data biometrik warga negara. Ia menyoroti bahwa pengelolaan data sensitif seperti ini harus mengikuti standar perlindungan yang ketat, bersifat transparan, dan dapat diaudit secara independen.
“Pemerintah dan operator telekomunikasi harus memastikan bahwa setiap tahapan, mulai dari pengambilan, penyimpanan, hingga pemanfaatan data biometrik, dilakukan secara aman dan penuh tanggung jawab,” ujar Dave dalam sebuah keterangan tertulis.
Hak Masyarakat dan Kesiapan Infrastruktur
Masyarakat memiliki hak penuh untuk mengetahui bagaimana data biometrik mereka dikelola, siapa saja yang memiliki akses, dan bagaimana perlindungan data tersebut dijalankan. Menyadari hal ini, Komisi I DPR berencana untuk meminta penjelasan mendalam dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) serta para operator telekomunikasi.
Penjelasan yang diharapkan mencakup kesiapan infrastruktur teknologi, langkah-langkah keamanan yang telah disiapkan, serta mekanisme pengawasan yang akan diterapkan. Dave menekankan bahwa masa transisi yang dimulai pada Januari 2026 harus dimanfaatkan secara optimal. Periode ini ideal untuk melakukan uji coba keamanan secara menyeluruh, memberikan edukasi yang memadai kepada publik, dan melakukan penyesuaian teknis yang diperlukan. Tujuannya adalah agar implementasi kebijakan ini tidak menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat maupun menciptakan risiko keamanan baru.
Pengawasan Independen dan Prinsip Non-Negosiasi
Komisi I DPR juga menggarisbawahi pentingnya keberadaan sistem pengawasan independen yang kuat. Menurut Dave, tata kelola data biometrik tidak seharusnya hanya bergantung pada satu pihak saja. Diperlukan pengawasan lintas institusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah potensi penyalahgunaan data.
“Komisi I DPR RI sepenuhnya mendukung upaya untuk memperkuat keamanan digital nasional. Namun, perlindungan hak privasi warga negara adalah prinsip yang tidak dapat dikompromikan,” tegas Dave. Ia menambahkan bahwa Komisi I DPR akan secara aktif mengawal implementasi kebijakan ini untuk memastikan bahwa standar keamanan tertinggi diterapkan dan hak-hak masyarakat tetap terhormat.
Latar Belakang Kebijakan: Melawan Kejahatan Digital
Pengumuman mengenai implementasi registrasi kartu SIM berbasis pengenalan wajah ini datang dari Komdigi dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI). Kebijakan ini rencananya akan dimulai pada 1 Januari 2026 untuk pelanggan baru. Penting untuk dicatat bahwa pada tahap awal, registrasi ini bersifat sukarela dan masih dalam tahap uji coba sebelum diwajibkan penuh mulai 1 Juli 2026.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan respons strategis untuk memutus mata rantai kejahatan digital. Ia menyoroti bahwa nomor seluler seringkali menjadi pintu masuk utama bagi berbagai jenis kejahatan siber.
- Modus Kejahatan yang Menggunakan Nomor Seluler:
- Scam call (panggilan penipuan)
- Spoofing (memalsukan identitas penelepon)
- Smishing (penipuan melalui SMS)
- Penipuan social engineering (memanipulasi korban untuk mendapatkan informasi rahasia)
Edwin memaparkan data yang mengkhawatirkan. Hingga September 2025, tercatat lebih dari 332 juta pelanggan seluler yang datanya tervalidasi. Namun, data dari Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat adanya 383.626 rekening yang dilaporkan sebagai rekening penipuan, dengan total kerugian finansial yang mencapai Rp 4,8 triliun.
Lebih lanjut, Edwin mengungkapkan bahwa setiap bulannya, terdapat lebih dari 30 juta panggilan scam call yang terjadi. Sementara itu, rata-rata setiap orang menerima setidaknya satu panggilan spam dalam seminggu. “Faktor-faktor inilah yang mendorong Komdigi untuk membuat kebijakan registrasi SIM Card menggunakan teknologi face recognition,” pungkas Edwin.
Penerapan teknologi ini diharapkan dapat menjadi langkah signifikan dalam meningkatkan keamanan transaksi digital dan melindungi masyarakat dari berbagai modus penipuan yang semakin canggih. Namun, kesuksesan implementasinya akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah dan operator mampu menjamin keamanan serta privasi data biometrik yang dikumpulkan.

















