Polemik Kostum Power Rangers untuk Pengantaran Makanan Bergizi: Sorotan Komisi IX DPR RI
Usulan dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang berencana meminta sopir pengantar menu Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk mengenakan kostum Power Rangers menuai kritik tajam dari Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani. Ia mempertanyakan esensi dan relevansi dari langkah tersebut dalam upaya meningkatkan minat siswa terhadap konsumsi makanan bergizi.
“Apakah benar-benar ada kaitannya?” ujar Irma dengan nada prihatin. “Mungkin anak-anak akan terkejut atau senang melihat kehadiran sosok Power Rangers, namun hal itu tidak serta-merta membuat mereka mau makan jika menu yang disajikan tidak sesuai dengan selera mereka.”
Menurut Irma, inti permasalahan yang dihadapi dalam program makanan bergizi bagi siswa bukanlah terletak pada kemasan yang menarik atau atraksi semata. Sebaliknya, akar masalahnya lebih dalam, yaitu pada pembentukan kebiasaan dan edukasi pola makan anak sejak dini. Ia menekankan pentingnya menanamkan kebiasaan mengonsumsi makanan sehat, terutama sayur-sayuran, sejak usia belia.
“Jika di lingkungan keluarga anak tidak dibiasakan untuk makan sayur, sekecil apapun usianya, seberapapun menariknya sosok Power Rangers yang datang mengantar makanan, tetap saja mereka akan enggan menyantap sayuran,” tegas Irma. “Selera makan adalah hal yang sulit untuk diubah jika tidak ditanamkan sejak awal oleh orang tua.”
Oleh karena itu, Irma menyarankan agar BGN mengalihkan fokusnya. Alih-alih memikirkan kostum yang unik, badan tersebut seharusnya lebih memprioritaskan pencarian solusi untuk menciptakan menu makanan yang tidak hanya bergizi, tetapi juga menarik dan lezat. Tujuannya adalah agar anak-anak secara alami terdorong untuk mengonsumsi makanan sehat karena rasa yang menggugah selera.
“Saya jauh lebih mengusulkan agar sayuran diolah menjadi berbagai macam menu yang kreatif dan menarik, dengan cita rasa yang benar-benar membuat anak-anak penasaran dan tertarik untuk mencicipinya,” imbuh Irma. “Ini adalah pendekatan yang lebih substansial dan berkelanjutan.”
Sebelumnya, Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, mengemukakan usulan penggunaan kostum Power Rangers oleh sopir pengantar menu MBG. Tujuannya adalah untuk meningkatkan antusiasme dan semangat para siswa. Nanik berharap pendekatan visual yang unik ini dapat memotivasi anak-anak, khususnya untuk mau menghabiskan porsi sayuran yang disajikan.
“Kami berinisiatif untuk memberikan kostum Power Rangers kepada para pengemudi dengan harapan dapat meningkatkan antusiasme mereka dalam menjalankan tugas,” ujar Nanik. “Kami juga berharap agar anak-anak mendapatkan motivasi tambahan. Jika mereka mau makan sayur, sebagai apresiasi, Power Rangers akan datang lagi di hari berikutnya.”
Usulan ini, meskipun dimaksudkan baik, tampaknya belum sepenuhnya menjawab akar persoalan yang lebih kompleks terkait kebiasaan makan anak. Keterlibatan orang tua dan edukasi gizi yang konsisten di lingkungan keluarga dinilai sebagai faktor krusial yang tidak dapat diabaikan.
Faktor Kunci dalam Pembentukan Kebiasaan Makan Sehat Anak
Pembentukan kebiasaan makan sehat pada anak merupakan proses multifaset yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pendekatan yang hanya berfokus pada elemen eksternal seperti kostum atau atraksi, tanpa menyentuh aspek internal dan lingkungan, berisiko tidak mencapai hasil yang optimal.
Peran Orang Tua dan Lingkungan Keluarga
- Teladan Positif: Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua mereka. Jika orang tua menunjukkan kebiasaan makan yang sehat, mengonsumsi berbagai jenis makanan bergizi, termasuk sayuran dan buah-buahan, maka anak akan lebih termotivasi untuk melakukan hal yang sama.
- Edukasi Gizi di Rumah: Orang tua memiliki peran fundamental dalam memberikan pemahaman dasar tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. Penjelasan yang sederhana dan disesuaikan dengan usia anak dapat membantu mereka memahami mengapa makanan tertentu baik untuk dikonsumsi.
- Ketersediaan Makanan Sehat: Lingkungan rumah yang menyediakan pilihan makanan sehat secara konsisten akan memudahkan anak untuk memilih opsi yang bernutrisi. Membatasi ketersediaan makanan olahan atau camilan tidak sehat juga menjadi langkah penting.
- Suasana Makan yang Positif: Menciptakan suasana makan yang menyenangkan dan bebas dari paksaan dapat meningkatkan nafsu makan anak. Mengaitkan makanan sehat dengan pengalaman positif, bukan sebagai kewajiban yang memberatkan.
Peran Sekolah dan Program Makanan Bergizi
- Menu yang Variatif dan Menarik: Seperti yang diusulkan oleh Irma Suryani, sekolah dan penyelenggara program makanan bergizi perlu berinovasi dalam menciptakan menu yang tidak hanya sehat tetapi juga memiliki rasa yang disukai anak-anak. Eksperimen dengan berbagai resep dan teknik pengolahan dapat menjadi solusi.
- Edukasi Gizi di Sekolah: Selain di rumah, sekolah juga dapat menjadi sarana edukasi gizi yang efektif. Melalui kegiatan ekstrakurikuler, pelajaran tambahan, atau kampanye sekolah, anak-anak dapat dibekali pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang.
- Keterlibatan Langsung Siswa: Melibatkan siswa dalam proses pemilihan atau bahkan pengolahan makanan (misalnya, berkebun di sekolah) dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan minat mereka terhadap makanan yang disajikan.
Pendekatan yang holistik, yang mengintegrasikan peran orang tua, sekolah, dan inovasi dalam penyajian makanan, tampaknya akan memberikan dampak yang lebih signifikan dalam jangka panjang untuk membentuk generasi yang sadar akan pentingnya gizi seimbang dan memiliki kebiasaan makan yang sehat.

















