Pergerakan pasar aset global saat ini menampilkan divergensi yang kian mencolok. Sementara emas dan perak terus mencatatkan reli yang memecahkan rekor, pasar aset kripto justru tertinggal dengan kinerja negatif sepanjang tahun.
Pada Jumat, 27 Desember 2025, harga emas berjangka berhasil menembus level 4.550 dolar AS dan mencapai rekor tertinggi baru. Sepanjang tahun ini, emas tercatat telah mencetak rekor harga lebih dari 50 kali.
Harga perak bahkan mencatat lonjakan yang lebih tajam. Logam mulia ini menembus 75 dolar AS per troy ons, dengan kenaikan signifikan mencapai 150 persen sejak awal tahun.
Reli harga emas dan perak ini didorong oleh kekhawatiran mengenai ketersediaan pasokan fisik yang terbatas, di tengah permintaan industri yang terus menguat. Selain emas dan perak, kenaikan harga juga melanda platinum dan tembaga, yang keduanya juga berhasil mencetak rekor tahun ini.
Kesenjangan Kinerja Antara Emas dan Kripto
Di sisi lain, aset kripto bergerak berlawanan arah. Harga Bitcoin tercatat mengalami penurunan sekitar 6 persen secara year-to-date (YtD), sementara Ether berada di jalur penurunan tahunan sebesar 12 persen.
Pendiri Navellier & Associates, Louis Navellier, menilai kesenjangan kinerja ini menjadi sinyal penting bagi investor. “Dengan harga emas kini naik hampir 70 persen pada 2025 dan sebagian besar kripto mencatat kinerja negatif, waktunya telah tiba bagi investor kripto untuk beralih ke emas,” ujar Navellier. Ia menyoroti peran pembelian oleh bank sentral, volatilitas yang lebih rendah, serta likuiditas pasar emas yang dinilai lebih stabil dibandingkan aset kripto.
Pandangan kritis juga datang dari investor emas kawakan, Peter Schiff. Melalui unggahan di platform X, Schiff mempertanyakan daya tarik Bitcoin di tengah reli yang dialami aset-aset lain. “Jika Bitcoin tidak naik ketika saham teknologi menguat, dan juga tidak naik saat emas dan perak naik, kapan harganya akan naik? Jawabannya: tidak akan,” tulis Schiff dengan tegas.
Tekanan pada Bitcoin dan Potensi Pemulihan
Reli logam mulia ini terjadi ketika Bitcoin berpotensi menutup tahun dalam zona negatif. Bitcoin masih berupaya keras untuk menghindari penurunan selama tiga bulan berturut-turut. Untuk pertama kalinya sejak tahun 2014, pergerakan harga Bitcoin terpisah dari pasar saham, meskipun lingkungan regulasi dinilai semakin kondusif dan adopsi kripto di Wall Street terus meningkat.
Tekanan pada Bitcoin muncul setelah aksi jual besar-besaran oleh para pemegang jangka panjang. Kondisi ini diperparah oleh likuidasi paksa yang mendorong harga anjlok sekitar 30 persen, dari rekor tertingginya di 126.000 dolar AS pada bulan Oktober ke level 87.000 dolar AS pada hari Jumat.
Kepala aset digital Fundstrat, Sean Farrell, mengatakan bahwa pergerakan Bitcoin yang cenderung bergerak di kisaran sempit belakangan ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. “Reli Santa biasanya ditandai dengan investor menjual aset yang merugi dan membeli aset yang berkinerja baik menjelang akhir tahun,” ujar Farrell dalam sebuah video klien awal pekan ini.
Menurutnya, banyak investor masih enggan menambah risiko pada aset yang berkinerja buruk dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun demikian, Farrell menilai peluang pemulihan pada bulan Januari tetap terbuka seiring potensi masuknya arus dana dari investor jangka panjang. “Jika Desember ditutup merah, sejarah menunjukkan Januari cenderung hijau,” kata Farrell optimis.
Jika terjadi, kondisi tersebut akan menjadi peristiwa yang relatif jarang terjadi. Bitcoin tercatat hanya 15 kali mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut dalam sejarahnya.
Lembaga riset kripto 10X Research juga melihat peluang pemantulan harga dalam jangka pendek. “Ini bisa menjadi momen yang tepat untuk mencoba pemulihan yang lebih bertahan lama, karena sejumlah faktor telah terbentuk, termasuk koreksi 30 persen, penurunan selama 2,5 bulan, serta indikator teknikal yang telah sepenuhnya mereset,” tulis 10X Research dalam catatan risetnya.
Revisi Proyeksi Harga Bitcoin
Sementara itu, proyeksi harga Bitcoin dari kalangan strategi Wall Street mulai direvisi turun. Standard Chartered memangkas target harga Bitcoin akhir tahun menjadi 100.000 dolar AS dari sebelumnya 200.000 dolar AS. Kepala aset digital Standard Chartered, Geoff Kendrick, juga menurunkan target harga Bitcoin untuk tahun 2026 menjadi 150.000 dolar AS dari sebelumnya 300.000 dolar AS.
Perubahan proyeksi ini mencerminkan ketidakpastian yang masih menyelimuti pasar aset kripto, kontras dengan keyakinan yang terus tumbuh pada aset-aset tradisional seperti logam mulia. Investor kini dihadapkan pada pilihan strategis mengenai alokasi aset di tengah dinamika pasar yang terus berubah ini.

















