Di sebuah desa bernama Gampong Meunasah Bie, yang terletak di Kecamatan Meurah Dua, terdengar suara-suara aneh sejak pagi hari. Bukan suara mesin berat, melainkan bunyi ranting patah dan batang kayu bergeser. Sumber suara itu ternyata berasal dari kehadiran empat sosok istimewa: Abu, Mido, Ajis, dan Noni.
Keempatnya adalah gajah-gajah terlatih yang bergerak perlahan di antara rumah-rumah warga yang hancur akibat banjir bandang. Mereka bertugas menyingkirkan puing-puing reruntuhan dan membuka akses jalan yang tertutup lumpur tebal. Para pawang, atau mahot, mendampingi mereka, membimbing layaknya sahabat lama yang sudah memahami tugas masing-masing tanpa perlu banyak instruksi.
Keempat gajah ini merupakan bagian dari tim khusus yang dikirim oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh. Mereka diterjunkan untuk menjangkau area-area yang tidak dapat diakses oleh kendaraan bermotor maupun alat berat.
Kepala KSDA Wilayah Sigli, Hadi Sofyan, menjelaskan bahwa keempat gajah tersebut berasal dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree dan telah terlatih untuk menghadapi situasi bencana. Beliau mencontohkan bagaimana Abu, gajah yang paling besar di antara mereka, dengan mudah mendorong batang kayu berukuran tiang listrik hingga terguling ke sisi parit.
Banjir bandang yang melanda Pidie Jaya telah menyebabkan kerusakan parah. Jalan-jalan terputus, halaman rumah terendam lumpur, dan material kayu menumpuk, menghalangi akses. Dalam kondisi seperti inilah, kehadiran gajah menjadi sangat penting.
Keempat gajah tersebut bekerja di dua kecamatan yang terkena dampak paling parah, yaitu Meureudu dan Meurah Dua. Tugas mereka meliputi berbagai hal:
- Membersihkan puing-puing reruntuhan yang berserakan.
- Membuka jalur akses menuju rumah-rumah warga yang terisolasi.
- Membantu mengevakuasi barang-barang berharga yang ditemukan di lokasi bencana.
- Mengantarkan bantuan logistik ke titik-titik yang sulit dijangkau oleh mobil atau sepeda motor.
Hadi Sofyan menambahkan bahwa keempat gajah tersebut akan bertugas hingga tanggal 14 Desember 2025. Selain kekuatan fisik yang luar biasa, pengalaman panjang yang dimiliki oleh keempat gajah ini menjadi modal utama dalam membantu proses pemulihan pasca-bencana. Keempatnya pernah diterjunkan untuk membantu penanganan bencana tsunami Aceh pada tahun 2004, bencana alam terbesar yang pernah melanda wilayah tersebut.
Di lapangan, warga seringkali menghentikan aktivitas membersihkan rumah mereka hanya untuk menyaksikan Noni mengangkat tumpukan kayu dengan mudah, seolah-olah sedang memindahkan mainan. Anak-anak yang tinggal di tenda-tenda pengungsian juga tampak bersemangat dan bertepuk tangan ketika Ajis melewati jalanan berlumpur sambil membawa seikat bantuan logistik di punggungnya.
BKSDA saat ini memfokuskan dukungan mereka di Pidie Jaya, mengingat akses ke kabupaten lain masih terhambat. Namun, Hadi Sofyan menegaskan bahwa pihaknya siap untuk bergerak jika dibutuhkan bantuan di wilayah lain.
Untuk saat ini, Abu, Mido, Ajis, dan Noni menjadi kekuatan yang lembut namun tangguh, menjaga denyut pemulihan tetap berjalan di wilayah yang baru saja diterjang banjir bandang. Kehadiran mereka memberikan harapan dan semangat baru bagi masyarakat yang sedang berjuang untuk bangkit kembali.
Keberadaan gajah-gajah ini bukan hanya sekadar bantuan fisik, tetapi juga simbol kepedulian dan solidaritas. Mereka menjadi pengingat bahwa di tengah kesulitan, selalu ada harapan dan kekuatan untuk bangkit kembali. Kisah tentang Abu, Mido, Ajis, dan Noni adalah kisah tentang persahabatan, pengabdian, dan kekuatan alam yang dapat dimanfaatkan untuk membantu sesama. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang bekerja tanpa lelah untuk memulihkan senyum di wajah masyarakat Pidie Jaya.

















