Investigasi Komunitas Konsumen Ungkap Ancaman Tersembunyi dalam Galon Air Minum Guna Ulang
Sebuah investigasi mendalam yang dilakukan oleh Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) baru-baru ini mengungkap kondisi yang mengkhawatirkan terkait peredaran galon air minum guna ulang di wilayah Jabodetabek. Laporan bertajuk “Investigasi Ganula Air Minum di Jabodetabek” ini mencakup peninjauan di 60 toko kelontong yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Temuan ini merupakan lanjutan dari investigasi KKI tahun sebelumnya yang telah menyoroti masalah serupa, namun sayangnya, perbaikan yang berarti belum terlihat.
Laporan hasil investigasi ini telah diserahkan kembali kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). KKI dengan tegas merekomendasikan agar BPKN segera mendesak para produsen untuk menarik seluruh galon yang telah berusia di atas dua tahun dari peredaran. Kondisi yang ditemukan dalam investigasi terbaru ini menunjukkan tingkat kekhawatiran yang tak kalah serius, terutama menyangkut kelayakan fisik, usia pemakaian yang sudah melewati batas, serta keamanan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dalam galon guna ulang yang dikonsumsi oleh jutaan masyarakat setiap harinya.
Temuan Mengkhawatirkan: Galon “Tua” dan Rusak Beredar Luas
Investigasi lapangan KKI berhasil menemukan sejumlah galon yang usianya telah jauh melampaui batas pemakaian yang wajar. Di Bogor, tim KKI menemukan galon dengan kode produksi tahun 2012 masih beredar di pasaran. Sementara itu, di Tangerang, galon yang diproduksi pada tahun 2016 pun masih ditemukan dijual.
Secara keseluruhan, data yang dihimpun menunjukkan bahwa 57 persen dari seluruh galon yang beredar telah berusia lebih dari dua tahun. Padahal, para pakar kesehatan merekomendasikan batas maksimal pemakaian galon guna ulang adalah satu tahun. Hal ini penting untuk mencegah potensi pelepasan zat kimia berbahaya dari material plastik polikarbonat yang digunakan dalam pembuatan galon.
Ketua KKI, David Tobing, menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas temuan ini. “Ketika kami menemukan galon yang sudah berumur 13 tahun, itu bukan lagi sekadar lampu merah, melainkan sudah seperti sirene bahaya,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa galon-galon ini seharusnya sudah masuk dalam kategori “Galon Lanjut Usia” atau yang disingkat “Ganula”.
“Produsen memiliki kewajiban untuk menariknya dari pasar. Ini bukan lagi sekadar masalah kemasan, tetapi menyangkut keselamatan manusia,” ujar David Tobing.
Selain masalah usia, tim KKI juga mendapati kondisi fisik galon yang jauh dari kata layak. Data menunjukkan bahwa sebanyak 80 persen galon yang diperiksa, atau setara dengan 8 dari setiap 10 galon, tampak buram dan kusam. Kondisi ini seolah mengindikasikan bahwa galon-galon tersebut telah melalui siklus pemakaian berulang kali tanpa adanya kontrol kualitas yang memadai.
Lebih mengkhawatirkan lagi, 55 persen galon ditemukan dalam kondisi yang lusuh dan berdebu. Hal ini menunjukkan bahwa aspek kebersihan tampaknya bukan lagi menjadi prioritas utama dalam rantai distribusi galon air minum.
“Bayangkan, galon dalam kondisi yang kurang layak seperti kusam, lusuh, dan buram masih dijual secara bebas. Ini bukan kelalaian kecil, melainkan sebuah ancaman langsung terhadap kesehatan publik,” tegas David Tobing.
Minimnya Edukasi dari Produsen
Investigasi KKI juga menyoroti minimnya upaya edukasi yang dilakukan oleh para produsen kepada para pedagang mengenai penggunaan galon guna ulang. Hasil survei menunjukkan bahwa:
- Sebanyak 95 persen pedagang mengaku tidak pernah menerima penjelasan mengenai cara membaca kode produksi atau bagaimana cara menentukan usia sebuah galon.
- Sebanyak 91,7 persen pedagang tidak pernah mendapatkan informasi terkait keamanan bahan kemasan yang digunakan.
Kondisi ini jelas memperburuk situasi, karena baik pedagang maupun konsumen tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk memastikan keamanan produk yang mereka terima dan konsumsi.
Imbauan dan Rekomendasi KKI
Menghadapi temuan yang sangat mengkhawatirkan ini, David Tobing memberikan imbauan tegas kepada masyarakat. “Jika Anda menerima galon yang buram, kusam, atau usianya sudah lebih dari dua tahun, tolak! Jangan terima! Minta galon yang baru. Anda memiliki hak penuh atas air minum yang aman,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa produsen tidak boleh lagi berpura-pura tidak mengetahui kondisi ini, terutama ketika data menunjukkan bahwa 57 persen galon yang beredar telah melebihi usia pakai yang direkomendasikan.
“Itu berarti produsen telah gagal dalam menyediakan kemasan yang aman bagi masyarakat. Dan kegagalan dalam urusan air minum berarti sama saja dengan mempertaruhkan kesehatan jutaan orang,” tandasnya.
Menindaklanjuti hasil investigasi ini, KKI telah merumuskan sejumlah rekomendasi penting yang ditujukan kepada BPKN. Rekomendasi utama KKI adalah agar BPKN mendesak para produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) untuk segera melakukan penarikan terhadap seluruh galon yang telah berusia di atas dua tahun. Langkah ini dinilai krusial untuk mencegah potensi risiko paparan Bisphenol A (BPA) yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Selain itu, KKI juga mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan menjadi konsumen yang lebih kritis. Masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam melaporkan jika menemukan galon dengan usia lebih dari dua tahun. Laporan dapat disampaikan melalui kanal pengaduan resmi KKI yang tersedia di situs web www.komunitaskonsumen.or.id.
“Keselamatan konsumen bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi. Dan Komunitas Konsumen Indonesia akan terus berupaya mengawal serta memastikan hak-hak konsumen terlindungi,” tutup David Tobing.

















