Pemerintah Provinsi Aceh dilaporkan mengirimkan surat permintaan bantuan kepada dua lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Children’s Fund (Unicef). Namun, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, justru menyatakan ketidaktahuannya mengenai surat tersebut. Ia mengklarifikasi bahwa surat permohonan bantuan penanganan bencana yang dimaksud seharusnya ditujukan kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang beroperasi di Aceh, bukan kepada PBB secara langsung.
“Saya tidak tahu apa-apa, sebenarnya keliru, bukan ke PBB, kepada LSM yang ada di Aceh,” ujar Muzakir, yang akrab disapa Mualem, di Banda Aceh pada Selasa, 16 Desember 2025. Pernyataan ini disampaikan usai ia menerima bantuan dari Menteri Sosial Saifullah Yusuf.
Klarifikasi dari Pemerintah Provinsi Aceh
Menindaklanjuti pernyataan Gubernur, Juru Bicara Pemerintah Provinsi Aceh, Muhammad MTA, memberikan penjelasan lebih lanjut. Ia mengonfirmasi adanya kesalahpahaman informasi terkait pengiriman surat tersebut. Menurut Muhammad, Gubernur Aceh tidak bersurat langsung ke PBB. Surat tersebut dikirimkan kepada UNDP dan Unicef, yang merupakan organisasi internasional yang telah memiliki operasional di Indonesia, termasuk di Aceh.
UNDP dikenal sebagai lembaga yang berfokus pada pembangunan negara, dengan misi utama memberantas kemiskinan dan mengurangi ketimpangan sosial. Sementara itu, Unicef memiliki fokus pada peningkatan kesejahteraan anak. Muhammad menjelaskan bahwa kedua organisasi ini memiliki program-program yang relevan dan telah berjalan di Aceh, sehingga dianggap mampu memberikan kontribusi dalam upaya pemulihan dampak bencana di wilayah tersebut.
Muhammad menekankan bahwa UNDP dan Unicef merupakan mitra pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, ia meluruskan bahwa pengiriman surat ke kedua lembaga tersebut bukanlah tindakan Gubernur Aceh yang melangkahi Presiden Prabowo Subianto.
Respons dari Pemerintah Pusat
Muhammad menambahkan bahwa Tim Komunikasi Presiden juga telah meminta penjelasan dari Pemerintah Provinsi Aceh mengenai isu ini. Ia mengaku bahwa tindakan Pemerintah Provinsi Aceh kini dapat dipahami oleh pemerintah pusat.
“Ada salah paham, itu untuk lembaga yang ada di Indonesia, bukan untuk PBB. Tapi yang terbangun seakan-akan Gubernur kirim surat ke PBB, itu lembaga yang sudah ada,” jelas Muhammad.
Alasan Menghubungi UNDP dan Unicef
Alasan utama Pemerintah Provinsi Aceh bersurat kepada UNDP dan Unicef adalah karena kedua lembaga tersebut dinilai memiliki perhatian khusus terhadap penanganan bencana. Pengalaman kedua organisasi ini dalam membantu penanganan bencana tsunami pada tahun 2004 silam menjadi pertimbangan penting. Dengan rekam jejak tersebut, pemerintah daerah berharap dapat memperoleh dukungan serupa untuk penanganan bencana terkini.
“Kami berharap mereka tetap punya program, terutama pemulihan pascabencana untuk bisa berkomunikasi dengan pemerintah Indonesia,” tutur Muhammad.
Situasi Bencana di Aceh dan Sekitarnya
Penanganan banjir dan tanah longsor yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah memasuki pekan ketiga. Berdasarkan laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Selasa malam, 16 Desember 2025, jumlah korban meninggal akibat bencana ini mencapai 1.050 jiwa.
Angka korban meninggal diperkirakan masih akan bertambah, mengingat masih ada 200 orang yang dilaporkan hilang. Provinsi Aceh mencatat jumlah korban jiwa terbanyak, yaitu sebanyak 449 orang meninggal dunia akibat terjangan banjir bandang di wilayah paling ujung utara Nusantara. Lebih dari 4.000 orang di Aceh mengalami luka-luka akibat bencana ekologis ini.
BNPB juga mencatat korban meninggal di Sumatera Utara sebanyak 360 orang, dengan lebih dari 2.300 orang terluka. Sementara itu, di Sumatera Barat, tercatat 244 korban meninggal dan 382 orang luka-luka.

















