Penutupan Perbatasan Rafah Dikritik oleh Hamas
Hamas mengecam tindakan keras yang diambil oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam mempertahankan penutupan perbatasan Rafah tanpa batas waktu. Tindakan ini dinilai sebagai pelanggaran langsung terhadap kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati dengan mediator internasional.
Dalam pernyataan resmi, Hamas menyebut keputusan Israel sebagai bentuk penyangkalan terhadap komitmen yang sebelumnya disampaikan dalam negosiasi gencatan senjata. Menurut laporan dari YeniSafak, kelompok perlawanan Palestina ini menuding Tel Aviv mengabaikan kesepakatan yang seharusnya menjadi dasar bagi stabilitas dan pemulihan kemanusiaan di Jalur Gaza.
Menurut isi perjanjian awal, penyeberangan Rafah seharusnya kembali dibuka pada Rabu pekan lalu, sebagai bagian dari fase pertama implementasi gencatan senjata yang berlaku sejak 10 Oktober. Namun, kantor Netanyahu mengumumkan bahwa pembukaan perbatasan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut. Alasan yang diberikan adalah karena Hamas belum memenuhi kewajiban pengembalian sandera.
Rafah, yang sejak Mei 2024 berada di bawah kendali militer Israel, merupakan satu-satunya jalur keluar Gaza yang sebelumnya tidak sepenuhnya dikuasai otoritas Israel. Penutupan ini praktis menutup seluruh akses bagi warga sipil Palestina, termasuk mereka yang terluka dan membutuhkan perawatan di luar wilayah tersebut.
Hamas memperingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan dampak kemanusiaan yang semakin parah. Ribuan warga sipil kini terjebak tanpa akses medis, sementara bantuan dan peralatan khusus untuk operasi pencarian korban reruntuhan tidak dapat masuk. Kondisi ini, menurut Hamas, juga akan memperlambat proses pemulihan serta pertukaran sandera yang menjadi bagian penting dari kesepakatan gencatan senjata.
Dalam pernyataan yang sama, Hamas menuding Israel telah melakukan sedikitnya 47 pelanggaran terhadap gencatan senjata sejak diberlakukan, yang mengakibatkan 38 orang tewas dan 143 lainnya luka-luka. Kelompok itu menilai Israel tengah mencari alasan untuk menghambat pelaksanaan kesepakatan demi mempertahankan kontrol penuh atas wilayah perbatasan.
Hamas kemudian menyerukan kepada para mediator dan pihak penjamin internasional untuk menekan Israel agar segera membuka kembali perbatasan Rafah dan menghormati seluruh butir kesepakatan gencatan senjata yang telah disetujui.
Dampak Kemanusiaan yang Mengkhawatirkan
Penutupan perbatasan Rafah telah menimbulkan kekhawatiran global terhadap rapuhnya proses perdamaian di Gaza. Situasi ini menunjukkan bahwa ketegangan politik dan krisis kemanusiaan berkepanjangan masih menjadi ancaman utama bagi wilayah tersebut.
- Warga sipil Palestina terjebak tanpa akses medis yang memadai.
- Bantuan kemanusiaan dan peralatan khusus tidak dapat masuk ke wilayah Gaza.
- Proses pemulihan dan pertukaran sandera terhambat akibat penutupan perbatasan.
Komentar dari Pihak Internasional
Pihak internasional diminta untuk segera mengambil langkah-langkah konkret guna mendorong Israel untuk mematuhi kesepakatan gencatan senjata. Hal ini dilakukan agar stabilitas dan kesejahteraan rakyat Gaza dapat segera pulih.
* Pihak mediator internasional diminta untuk menekan Israel agar membuka kembali perbatasan Rafah.
* Kesepakatan gencatan senjata harus dipatuhi secara penuh oleh semua pihak terkait.
* Kehidupan warga Gaza sangat bergantung pada kepatuhan terhadap kesepakatan yang telah disepakati.
Tantangan yang Dihadapi
Selain masalah kemanusiaan, penutupan perbatasan juga menimbulkan tantangan besar bagi proses perdamaian di wilayah tersebut. Keputusan Israel untuk menunda pembukaan perbatasan Rafah dianggap sebagai langkah yang tidak konstruktif dan merugikan kepentingan semua pihak.
- Masalah kemanusiaan yang semakin memburuk.
- Ketegangan politik yang meningkat.
- Ketergantungan pada bantuan internasional yang tinggi.
Dengan situasi yang semakin rumit, diperlukan adanya komitmen kuat dari semua pihak untuk menciptakan suasana yang damai dan stabil di Gaza.

















