Prosesi Pemakaman Raja PB XIII di Surakarta
Langit yang mendung mengiringi prosesi pemakaman Raja PB XIII di Surakarta. Kereta jenazah yang digunakan dalam upacara ini keluar dari Keraton Surakarta Hadiningrat, membawa makam raja yang telah berpulang.
Di barisan depan, para abdi dalem terlihat membawa senjata pusaka dan payung kebesaran raja, menunjukkan kehormatan dan penghormatan yang tinggi. Di belakangnya, ribuan orang berjalan dengan perlahan, membentuk arak-arakan yang panjang menuju Astana Imogiri. Tidak ada suara keras yang terdengar, hanya alunan gamelan pelan dan doa yang dipanjatkan dengan penuh khidmat.
Kereta jenazah yang digunakan merupakan peninggalan bersejarah yang berusia lebih dari seabad. Dihiasi dengan ukiran khas Mataram dan balutan warna emas, kereta ini hanya digunakan saat pemakaman raja. Kuda penariknya pun dilatih khusus untuk momen seperti ini. Setiap langkah kuda menjadi simbol penghormatan, membawa pesan bahwa raja terakhir Mataram modern kini berpulang.
Bagi masyarakat Jawa, kematian seorang raja bukan hanya akhir dari kehidupan, melainkan perjalanan menuju keabadian. Oleh karena itu, seluruh prosesi diatur dengan sangat hati-hati, mengikuti tata cara adat yang telah diwariskan turun-temurun.
PB XIII dikenal sebagai sosok yang rendah hati, mencintai budaya, dan dekat dengan rakyat. Ia berperan besar dalam menghidupkan kembali fungsi sosial dan budaya keraton. Melalui berbagai kegiatan seni dan tradisi, PB XIII berusaha menjadikan keraton sebagai pusat kebudayaan yang relevan di era modern.
Sepanjang jalan menuju Imogiri, masyarakat berdiri di sisi jalan, banyak di antaranya membawa bunga kenanga dan melati untuk ditaburkan. Anak-anak kecil digendong orang tuanya agar bisa melihat langsung prosesi sakral itu.
“Ini bagian dari sejarah,” ujar seorang warga yang meneteskan air mata. Sesampainya di Astana Imogiri, prosesi pemakaman berlangsung dalam keheningan. Para abdi dalem menurunkan peti dengan lembut, diiringi doa dan lantunan tembang Jawa kuno.
Upacara ini menjadi penegasan bahwa meski zaman berubah, nilai-nilai leluhur tetap lestari. Kereta jenazah PB XIII kini menjadi simbol penghormatan terakhir bagi raja yang berjuang menjaga jati diri budaya Jawa.
Bagi rakyat Surakarta, prosesi ini bukan sekadar perpisahan, melainkan warisan spiritual yang akan dikenang lintas generasi.

















