Pengumuman Film Panjang “Laut Bercerita” yang Ditunggu-tunggu
Penggemar film dan pembaca novel karya Leila S. Chudori kini memiliki alasan baru untuk menantikan kehadiran adaptasi layar lebar dari novel yang telah menjadi ikon dalam dunia sastra Indonesia. Setelah sukses dengan versi film pendek, novel “Laut Bercerita” akan difilmkan dalam durasi panjang pada tahun 2026. Pengumuman ini dilakukan oleh sutradara ternama Yosep Anggi Noen dalam wawancara di acara Jogja Expo Center (JEC) selama Jogja NETPAC-Asian Film Festival (JAFF) pada Senin (1/12/2025).
“Ini adalah novel yang sangat laku dan dicintai. Ada ekspektasi besar, bahkan ikatan emosional yang kuat. Tentu saja saya sempat takut tidak bisa memenuhi harapan itu,” ujarnya.
Film “Laut Bercerita” akan dibintangi oleh aktor dan aktris yang sama seperti dalam film pendeknya. Reza Rahadian masih dipercaya untuk memerankan tokoh utama, Biru Laut, seorang aktivis mahasiswa 1998 yang terlibat dalam perjuangan politik. Dian Sastrowardoyo juga kembali berperan sebagai Kasih Kinanti, seorang aktivis sekaligus pimpinan kelompok fiktif Winatra dalam novel tersebut.
Selain pemeran utama, beberapa nama baru akan turut mewarnai film ini. Salah satunya adalah Eva Celia, Christine Hakim, serta Arswendy Bening Swara. Proses produksi film ini akan dipegang oleh rumah produksi Pal8 Pictures.
Sinopsis Novel “Laut Bercerita”
Novel “Laut Bercerita” karya Leila S. Chudori pertama kali diterbitkan pada 2017 dan hingga Juli 2025 sudah dicetak ulang sebanyak 101 kali. Novel ini merupakan kisah fiksi bersejarah yang menggambarkan peristiwa politik di Indonesia pada tahun 1998, masa gejolak reformasi.
Cerita dalam novel ini dibagi menjadi dua sudut pandang. Bagian pertama bercerita dari perspektif Biru Laut, seorang mahasiswa Sastra Inggris UGM yang tergabung dalam organisasi Winarta. Bersama teman-temannya, Sunu, Kinan, dan Alex, dia melawan rezim Orde Baru. Namun, kisah ini berakhir dengan penghilangan paksa, penyiksaan, dan ketidakjelasan nasib para aktivis tersebut.
Bagian kedua beralih ke sudut pandang Asmara Jati, adik perempuan Biru Laut. Dia dan orang tuanya terus menantikan kepulangan kakaknya yang hilang tanpa jejak. Setiap hari, mereka tetap menyiapkan piring makan untuk anak mereka yang belum kembali, mencerminkan rasa kehilangan yang mendalam.
Novel ini juga mengangkat isu pelanggaran HAM di Indonesia yang masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Leila S. Chudori menyampaikan kepedihan keluarga penyintas yang masih menunggu jawaban atas nasib anak-anak mereka yang hilang di era Orde Baru.
Inspirasi dari Kehidupan Nyata
Leila S. Chudori mengungkapkan bahwa inspirasi utama untuk menulis novel ini berasal dari pengalamannya sebagai jurnalis. “Banyak kejadian dalam novel ini terinspirasi pengalaman saya saat bekerja sebagai jurnalis,” ujarnya.
Selama proses penulisan, Leila melakukan wawancara mendalam dengan para penyintas penghilangan paksa, termasuk Nezar Patria, Budiman Sudjatmiko, dan Rahardjo Waluyo Djati. Dari wawancara tersebut, ia menciptakan tokoh fiksi bernama Biru Laut, yang merupakan gabungan dari berbagai pengalaman para penyintas.
Leila juga mengambil kisah aktivis perempuan dari Lily, seorang aktivis yang sempat menjadi buron dan terpaksa bekerja sebagai buruh pabrik untuk menghindari penangkapan. Dari kisah Lily, ia menciptakan tokoh Kinan, sosok yang pertama kali memperkenalkan Biru Laut pada lingkaran aktivisme mahasiswa.
Kisah-kisah ini memberikan dimensi emosional yang dalam dalam novel “Laut Bercerita”, menjadikannya sebuah karya yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya kebenaran dan keadilan.

















