JAKARTA, Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang menyebut lokasi Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati sebagai “In The Middle of Nowhere” (di antah berantah) menyita perhatian publik. Masyarakat kembali menyoroti polemik kompleks yang melingkupi salah satu infrastruktur konektivitas udara termegah dan terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara International Soekarno-Hatta.
Julukan tersebut tidak merujuk pada kualitas fisik bandara yang diakui “besar, bagus, dan megah”, melainkan pada lokasinya yang dianggap jauh dan kurang terintegrasi dengan pusat-pusat keramaian. Hal ini membuat tingkat kunjungan atau trafik penumpang BIJB Kertajati sepi, bahkan bak kuburan pada awal-awal beroperasi. Lalu, di mana sebenarnya lokasi BIJB Kertajati, dan sejauh mana konektivitasnya telah berevolusi dari kondisi “antah berantah” tersebut?
Lokasi Geografis Bandara Kertajati
BIJB Kertajati terletak di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Indonesia. Bandara ini merupakan bagian integral dari kawasan ekonomi strategis yang dikenal sebagai Rebana dengan cakupan tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang, Indramayu, Majalengka, Sumedang, Cirebon, Kuningan, dan juga Kota Cirebon. Rebana diproyeksikan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang mengintegrasikan kawasan industri, pelabuhan laut dalam (Patimban), dan bandara internasional (Kertajati).
Nah, BIJB Kertajati dibangun untuk melayani pasar penumpang pesawat dari Wilayah Metropolitan Bandung Raya dan juga Cirebon Raya, serta sebagian timur Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang. Di awal pembangunannya, lokasi ini memang dianggap remote karena memiliki jarak tempuh yang jauh dari pusat Kota Bandung atau sekitar 96 kilometer. Jarak yang relatif jauh dan minimnya konektivitas jalan tol membuat waktu tempuh menjadi sangat lama, sehingga masyarakat Bandung Raya cenderung memilih penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara atau Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta.
Dari Keterasingan ke Kunci Konektivitas
Masalah utama BIJB Kertajati sejak diresmikan adalah konektivitas yang terlambat dibandingkan dengan pembangunan bandaranya. Namun, kondisi “In The Middle of Nowhere” tersebut telah berangsur-angsur teratasi berkat infrastruktur jalan tol yang tuntas dibangun. Sebut saja Tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan (Cisumdawu). Jalan tol sepanjang 62 kilometer ini menjadi kunci utama yang menghubungkan Bandung dengan Kertajati. Beroperasinya Tol Cisumdawu secara penuh pada September/Oktober 2023 telah memangkas waktu tempuh dari kawasan Pasteur, Bandung, menuju Kertajati secara drastis, menjadi sekitar 1,5 jam.
Tol ini terintegrasi dengan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) yang menjadi gerbang untuk wilayah timur-barat, menjadikan akses dari Jakarta dan Jawa Tengah juga lebih mudah. Selain melalui Tol Cisumdawu dan Cipali, bandara ini juga direncanakan akan dilengkapi dengan jalur kereta api dari Stasiun Arjawinangun untuk konektivitas yang lebih optimal di masa depan.
Solusi dan Optimisme Menghidupkan Kertajati
Kritik AHY menegaskan bahwa meskipun infrastruktur konektivitas sudah tuntas, kawasan di sekitar bandara belum hidup. Hal ini membuat bandara tidak mampu mendongkrak pertumbuhan baru. Untuk mengatasi sepinya trafik penerbangan dan mengaktivasi kawasan Rebana, pemerintah mendorong beberapa solusi strategis.
Pertama adalah pemindahan sebagian besar rute penerbangan domestik dari Bandara Husein Sastranegara (Bandung) ke Kertajati telah dilakukan untuk memfokuskan penumpang. BIJB Kertajati juga ditetapkan sebagai salah satu bandara utama untuk layanan penerbangan haji dan umrah. AHY juga mendorong kerja sama antara pengelola BIJB dengan Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia untuk menghadirkan fasilitas pengembangan Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO). Hal ini bertujuan agar pesawat-pesawat besar dapat dirawat di BIJB Kertajati, tidak harus ke Jakarta atau luar negeri, sehingga dapat mengembangkan kawasan di sekitarnya dan menciptakan pertumbuhan ekonomi baru.
“Kami juga akan optimalisasi Kawasan Rebana dengan membangun daya tarik ekonomi di Majalengka dan sekitarnya agar bandara tidak hanya menjadi tempat transit, tetapi juga simpul pertumbuhan regional,” tutur AHY, Selasa (21/10/2025).
Dengan tuntasnya konektivitas jalan tol dan strategi pengembangan kawasan yang lebih terintegrasi, BIJB Kertajati kini berupaya bertransformasi dari sekadar “In The Middle of Nowhere” menjadi pusat logistik dan pergerakan penumpang yang vital, sesuai dengan visi awalnya sebagai kebanggaan Tanah Pasundan.

















