Kesiapan Puncak Arus Nataru 2025/2026 di Lintasan Ketapang–Gilimanuk Diperketat
Banyuwangi, Indonesia – Menjelang periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara intensif mematangkan persiapan untuk memastikan kelancaran dan keamanan arus penyeberangan di salah satu jalur tersibuk di Indonesia, yaitu lintasan Ketapang–Gilimanuk. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi secara langsung memimpin rapat koordinasi (rakor) kesiapan Nataru yang diselenggarakan di Pelabuhan ASDP Ketapang, Banyuwangi, pada Selasa malam, 16 Desember 2025.
Rakor ini mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan kunci dari tingkat pusat hingga daerah. Hadir dalam pertemuan tersebut adalah Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryo Nugroho, Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry Heru Widodo, serta perwakilan dari Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD), operator penyeberangan, pengusaha kapal, dan mitra terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk menyelaraskan langkah-langkah strategis guna menghadapi lonjakan mobilitas masyarakat yang diprediksi akan sangat signifikan selama periode Nataru.
Fokus Utama: Keselamatan dan Kualitas Layanan Tanpa Kompromi
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menekankan bahwa peningkatan pergerakan masyarakat selama libur Nataru menuntut adanya langkah-langkah antisipatif yang matang. Prioritas utama adalah menjaga agar layanan penyeberangan tetap aman, nyaman, dan lancar bagi seluruh pengguna jasa.
“Melalui rapat koordinasi kesiapan Nataru di Pelabuhan Ketapang ini, kita sepakati langkah-langkah strategis terkait kualitas layanan, serta menjaga standar keselamatan dan keamanan dalam setiap aspek operasional,” ujar Menhub Dudy dalam sambutannya.
Menhub Dudy juga secara tegas mengingatkan seluruh pihak yang terlibat untuk menjadikan insiden kecelakaan kapal yang pernah terjadi sebagai pelajaran berharga. Ia menyoroti pentingnya pengawasan keselamatan yang tidak boleh ditoleransi, merujuk pada peristiwa seperti yang dialami oleh KM Tunu Pratama Jaya dan KM Barcelona.
“Setiap aspek, mulai dari kelaikan kapal, kesiapan awak, hingga mitigasi cuaca ekstrem harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, terlebih Desember hingga Januari merupakan puncak musim penghujan,” tegasnya.
Dalam menghadapi potensi lonjakan arus, Kemenhub menggarisbawahi empat fokus utama dalam pengamanan Nataru di lintasan penyeberangan ini:
- Keselamatan dan Keamanan Pelayaran: Memastikan seluruh kapal yang beroperasi laik laut, dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai, dan diawaki oleh personel yang kompeten. Pengawasan terhadap cuaca dan kondisi laut juga menjadi krusial.
- Kesiapan Infrastruktur Pelabuhan: Memeriksa dan memastikan seluruh fasilitas di pelabuhan, baik di Ketapang maupun Gilimanuk, berfungsi optimal. Ini mencakup dermaga, area parkir, ruang tunggu, dan fasilitas pendukung lainnya.
- Keandalan Operasional Penyeberangan: Menjaga kelancaran jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal, serta memastikan ketersediaan armada yang memadai untuk mengantisipasi kepadatan penumpang dan kendaraan.
- Mitigasi Cuaca Ekstrem dan Kondisi Darurat: Mengembangkan skenario penanganan terhadap potensi cuaca buruk yang sering terjadi di akhir tahun, serta menyiapkan prosedur tanggap darurat jika terjadi insiden yang tidak diinginkan.
Peran Pemkab Banyuwangi: Buffer Zone dan Posko Terpadu
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyatakan kesiapannya untuk mendukung kelancaran arus Nataru, baik bagi penumpang yang menuju Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) maupun yang kembali ke Pulau Jawa. Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menjelaskan bahwa daerahnya memiliki peran strategis sebagai “daerah penyangga” untuk lintasan penyeberangan ini.
“Sebagai daerah penyangga penyeberangan, kami telah melakukan rapat koordinasi bersama Forkopimda Banyuwangi dan menyiapkan sejumlah langkah untuk mendukung kelancaran arus Nataru,” ujar Bupati Ipuk.
Untuk mengurai kepadatan kendaraan yang berpotensi menumpuk, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menyiapkan beberapa langkah konkret:
- Buffer Zone: Menyiapkan area buffer zone di Terminal Sritanjung dan kawasan Grand Watu Dodol. Area ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara bagi kendaraan sebelum memasuki pelabuhan, sehingga tidak terjadi penumpukan di jalur utama pelabuhan.
- Lokasi Parkir Khusus Truk Logistik: Mengalokasikan tempat parkir khusus bagi truk-truk logistik untuk mencegah penumpukan di jalur pantura yang dapat mengganggu arus lalu lintas umum.
- Posko Layanan Terpadu: Mendirikan posko layanan yang dilengkapi dengan fasilitas kesehatan, Unit Gawat Darurat (UGD), ambulans, serta bersinergi dengan Polresta, TNI, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk memberikan pelayanan yang cepat dan responsif.
Selain itu, upaya lain yang juga dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi meliputi:
- Penguatan pengamanan di perlintasan sebidang kereta api.
- Pemasangan rambu dan marka tambahan untuk memandu arus lalu lintas.
- Pelaksanaan edukasi kepada masyarakat mengenai keselamatan dan tata tertib berlalu lintas.
- Koordinasi intensif dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan SAR Nasional (Basarnas), dan PT Pertamina (Persero) terkait prediksi cuaca ekstrem dan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM).
ASDP Siapkan Skenario Operasi dan Penambahan Armada
PT ASDP Indonesia Ferry memproyeksikan puncak arus penyeberangan di lintasan Ketapang–Gilimanuk akan terjadi pada dua periode krusial:
- 21–23 Desember 2025: Menjelang perayaan Hari Natal.
- 28–29 Desember 2025: Menjelang perayaan Tahun Baru.
Menghadapi prediksi ini, Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry, Heru Widodo, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan skenario pola operasi kapal yang fleksibel. Ketersediaan armada akan disesuaikan dengan tingkat kepadatan penumpang dan kendaraan yang terprediksi.
“Pada kondisi normal, kami mengoperasikan 28 kapal. Saat kepadatan meningkat, jumlah kapal akan ditambah menjadi 30 unit, dan pada kondisi sangat padat, hingga 32 kapal akan dikerahkan. Kami juga terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait penempatan buffer zone di Ketapang dan Gilimanuk,” jelas Heru Widodo.
Pengamanan Terpadu oleh Kepolisian
Kakorlantas Polri, Irjen Pol Agus Suryo Nugroho, memastikan bahwa skenario pengamanan Nataru telah disiapkan secara optimal di seluruh jalur transportasi. Pengamanan ini akan dimulai sejak 20 Desember 2025 hingga 2 Januari 2026.
“Kami memastikan pengamanan Nataru berjalan optimal mulai 20 Desember 2025 hingga 2 Januari 2026, baik di jalan tol, jalur arteri, pelabuhan, tempat ibadah, maupun kawasan wisata,” tegas Irjen Pol Agus Suryo Nugroho.
Ia menambahkan bahwa jajarannya akan melakukan peninjauan langsung di lapangan, termasuk di jalur darat menuju Bali melalui Pelabuhan Gilimanuk, untuk memastikan kesiapan personel dan infrastruktur dalam menghadapi lonjakan arus Nataru. Dengan koordinasi yang erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, operator, dan aparat penegak hukum, diharapkan arus Nataru 2025/2026 di lintasan Ketapang–Gilimanuk dapat berjalan lancar, aman, dan terkendali.

















