NU Terbelah: Dua Forum, Satu Tuntutan Islah dan Kembalikan Marwah Organisasi
Kediri, Jawa Timur – Keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) tengah menghadapi masa-masa krusial. Pada hari Minggu, 21 Desember 2025, dua agenda besar yang diselenggarakan di lokasi berbeda mencerminkan adanya dua arus pandang dalam organisasi yang berusia satu abad ini. Di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, digelar Musyawarah Kubro, sementara di Ciganjur, Jakarta, diselenggarakan Musyawarah Besar (Mubes) Warga Nahdlatul Ulama. Meskipun berbeda forum, keduanya memiliki satu kesamaan fundamental: desakan untuk islah internal dan pengembalian marwah organisasi.
Musyawarah Kubro Lirboyo: Ultimatum Islah 3×24 Jam
Forum Musyawarah Kubro yang bertempat di Pesantren Lirboyo menjadi wadah bagi para pengurus wilayah dan cabang NU untuk menyuarakan keprihatinan mendalam atas memanasnya konflik internal di jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). KH Oing Abdul Muid, juru bicara forum ini, menegaskan bahwa perpecahan di tingkat PBNU telah meruntuhkan martabat dan wibawa jamiyah, serta mengikis kepercayaan publik yang telah lama dibangun.
“Forum Musyawarah Kubro melihat dan merasakan secara langsung betapa konflik yang terjadi di jajaran internal PBNU telah meruntuhkan marwah dan wibawa jamiyah serta secara nyata telah menghilangkan kepercayaan publik yang selama ini terbangun ke NU,” ujar KH Oing Abdul Muid usai acara.
Forum ini bukanlah yang pertama kali digelar. Sebelumnya, pertemuan serupa telah dilaksanakan di Pesantren Al Falah Kediri dan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kali ini, ratusan perwakilan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), dan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) berkumpul untuk merumuskan langkah penyelamatan.
Pihak Musyawarah Kubro memberikan ultimatum tegas: Rais Aam dan Ketua Umum PBNU diminta untuk melakukan islah selambat-lambatnya dalam kurun waktu 3×24 jam terhitung sejak 21 Desember 2025. Tujuannya adalah untuk menjaga keutuhan jamiyah dan mengembalikan nama baik NU.
Jika islah tidak tercapai, forum ini menuntut agar kewenangan dan kepercayaan diserahkan kepada Mustasyar NU untuk menyelenggarakan Muktamar NU Dipercepat pada tahun 2026. Keputusan ini harus diambil dalam tenggat waktu 1×24 jam setelah berakhirnya tenggat waktu islah.
Lebih lanjut, jika kedua belah pihak masih enggan memberikan kewenangan kepada Mustasyar NU, Musyawarah Kubro sepakat untuk menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB). Pelaksanaan MLB ini akan ditempuh melalui penggalangan dukungan dari 50 persen plus satu dari seluruh pengurus wilayah NU.
Akar Konflik: Kepemimpinan dan Konsesi Tambang
Konflik internal PBNU yang memanas ini berakar pada dua isu utama: kepemimpinan dan pemberian konsesi tambang oleh pemerintah. Persoalan konsesi tambang, yang awalnya dianggap sebagai peluang untuk kemaslahatan, justru berbalik menjadi bumerang dan memecah belah organisasi, terutama di kalangan elite PBNU.
Polemik ini mulai mencuat pada akhir November 2025 ketika Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyatakan bahwa KH Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU. Menindaklanjuti hal tersebut, pada 9 Desember 2025, PBNU menggelar rapat pleno di Hotel Sultan, Jakarta, yang kemudian menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (Pj.) Ketua Umum PBNU untuk sisa masa bakti.
Namun, penetapan Pj. Ketua Umum ini memicu kontroversi besar. Pihak yang mendukung Gus Yahya menilai bahwa rapat pleno dan penetapan Pj. Ketum tersebut tidak sah secara aturan organisasi. Menurut mereka, pergantian posisi Ketua Umum hanya dapat dilakukan melalui forum tertinggi, yaitu muktamar.
Mubes Ciganjur: Seruan Moral untuk Kembalikan NU ke Jamaah
Sementara itu, Musyawarah Besar (Mubes) Warga Nahdlatul Ulama 2025 yang diselenggarakan di Ciganjur, Jakarta, mengeluarkan seruan moral untuk memulihkan arah jamiyah NU agar kembali berkhidmat kepada jamaah, umat, dan kemaslahatan bangsa. Forum ini juga secara tegas menyerukan agar konsesi tambang yang diberikan pemerintah dikembalikan demi menjaga marwah dan independensi NU serta menghindari potensi mafsadat.
Forum yang diinisiasi oleh warga Nahdliyin dari berbagai daerah ini menilai bahwa dinamika internal PBNU belakangan ini telah menguras energi organisasi dan menjauhkan NU dari mandat sosial-keagamaannya. Seruan moral ini dibacakan oleh Inayah Wahid dalam Konferensi Pers Mubes NU di Ciganjur.
Inayah Wahid menegaskan bahwa forum Mubes ini tidak berpihak pada faksi atau elite tertentu. Sebaliknya, forum ini menyuarakan kegelisahan akar rumput NU terhadap situasi organisasi yang semakin terpolarisasi.
“Ini bukan suara kelompok elite, tetapi suara warga NU yang menginginkan NU kembali teduh, mandiri, dan berpihak pada kemaslahatan umat serta kelestarian alam,” ujar Inayah Wahid.
Dalam dokumen resmi Seruan Moral Warga Nahdlatul Ulama, Mubes menyoroti adanya conflict of interest atau konflik kepentingan sebagai salah satu sumber krisis internal yang melanda PBNU. Warga NU mendorong agar kepemimpinan ke kempemimpinan ke depan diisi oleh figur-figur yang tidak memiliki kepentingan politik, bisnis, maupun relasi ekonomi yang berpotensi mengganggu independensi jamiyah, seperti halnya terkait dengan usaha pertambangan batu bara.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Mubes Warga NU juga menyerukan percepatan pelaksanaan Muktamar ke-35 NU. Forum ini diharapkan menjadi wadah yang sah untuk menyelesaikan seluruh persoalan organisasi secara terbuka, beradab, dan demi kemaslahatan bersama.

















