Pergeseran paradigma dalam dunia kerja telah menempatkan banyak pria di persimpangan jalan, dihadapkan pada pilihan antara kembali ke kantor atau melanjutkan rutinitas bekerja dari rumah. Kedua opsi ini menawarkan serangkaian kenyamanan dan tantangan yang berbeda, memicu perdebatan panjang mengenai produktivitas. Beberapa pria menemukan fokus mereka justru meningkat saat bekerja dari rumah, sementara yang lain merasa hanya dapat berfungsi optimal dalam suasana kantor yang dinamis.
Bagi seorang pria, bekerja bukan sekadar menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, tetapi juga tentang menemukan ritme yang tepat, menciptakan lingkungan yang mendukung, dan memiliki kontrol diri yang memadai. Metode kerja yang dipilih memiliki dampak signifikan terhadap disiplin dan kesehatan mental secara keseluruhan. Oleh karena itu, konsep work from office (WFO) dan work from home (WFH) tidak dapat dinilai secara hitam putih; efektivitasnya sangat bergantung pada bagaimana setiap pilihan memengaruhi kebiasaan kerja individu.
Membongkar Mitos dan Fakta Seputar WFO dan WFH
Mari kita telaah lebih dalam mengenai mitos dan fakta yang seringkali mengiringi perdebatan antara WFO dan WFH, khususnya dari sudut pandang seorang pria:
Mitos: WFO Selalu Lebih Produktif Karena Adanya Pengawasan Ketat
Keyakinan yang umum adalah bahwa seorang pria akan bekerja lebih serius dan efisien jika berada di bawah pengawasan langsung seorang atasan. Kantor seringkali dianggap sebagai lingkungan yang memaksakan disiplin dan mendorong fokus. Dengan jam kerja yang terstruktur dan suasana formal, produktivitas diasumsikan akan meningkat secara otomatis. Namun, realitasnya tidak selalu demikian.
Tekanan dan interupsi di lingkungan kantor justru dapat menurunkan produktivitas bagi sebagian pria. Gangguan seperti obrolan rekan kerja, rapat yang berlebihan, dan drama internal antar karyawan dapat menguras energi dan mengalihkan fokus dari tugas-tugas penting. Pengawasan yang ketat tidak secara otomatis menjamin hasil kerja yang lebih baik.
Fakta: WFO Memberikan Struktur yang Dibutuhkan Sebagian Pria

Bagi pria yang membutuhkan rutinitas yang jelas dan terstruktur, kantor dapat menjadi penyelamat. Adanya pemisahan yang tegas antara lingkungan rumah dan pekerjaan membantu otak untuk lebih mudah beralih ke “mode kerja”. Interaksi langsung dengan rekan kerja juga memfasilitasi koordinasi dan pengambilan keputusan yang cepat. Struktur ini membantu menjaga konsistensi dan efisiensi dalam bekerja.Selain itu, WFO seringkali mendorong interaksi sosial yang lebih aktif. Bertemu dan berinteraksi dengan rekan kerja dapat memicu motivasi dan rasa tanggung jawab. Lingkungan kerja yang hidup dan dinamis dapat menciptakan ritme kerja yang lebih stabil. Bagi tipe pria tertentu, kantor adalah sumber energi dan inspirasi, bukan beban.
Mitos: WFH Membuat Pria Santai dan Malas

WFH seringkali dicap sebagai metode kerja yang paling rentan terhadap godaan untuk bersantai dan bermalas-malasan. Banyak yang beranggapan bahwa seorang pria akan lebih mudah tergoda oleh kenyamanan kasur, televisi, dan ponsel di rumah. Rumah dianggap sebagai lingkungan yang terlalu nyaman untuk dapat bekerja secara serius dan produktif. Akibatnya, WFH seringkali dituduh sebagai musuh produktivitas.Namun, faktanya, WFH tidak secara otomatis membuat seorang pria menjadi malas. Tantangan utama dalam WFH terletak pada kemampuan manajemen diri, bukan pada lingkungan tempat bekerja. Pria yang mampu mengatur waktu dan fokus dengan baik justru seringkali bekerja lebih efisien saat WFH. Tanpa gangguan dan interupsi yang sering terjadi di kantor, tugas-tugas dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan efektif.
Fakta: WFH Menguji Disiplin dan Kesehatan Mental

Bekerja dari rumah menuntut tingkat disiplin yang tinggi. Tidak ada batasan fisik yang jelas antara waktu kerja dan waktu istirahat. Banyak pria justru bekerja lebih lama saat WFH karena merasa “tidak pernah benar-benar pulang”. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas dalam jangka pendek, tetapi dapat menyebabkan kelelahan mental dan emosional dalam jangka panjang.Di sisi lain, WFH menawarkan fleksibilitas yang besar. Pria dapat menyesuaikan jam kerja mereka dengan kondisi dan waktu-waktu ketika mereka merasa paling produktif. Waktu yang biasanya dihabiskan untuk perjalanan ke kantor dapat dialokasikan untuk kegiatan lain, seperti berolahraga, menghabiskan waktu bersama keluarga, atau mengembangkan hobi. Jika dikelola dengan baik, WFH dapat memberikan keuntungan yang signifikan.
Jadi, Mana yang Lebih Produktif untuk Pria?

Produktivitas tidak ditentukan oleh lokasi kerja, tetapi oleh kecocokan antara metode kerja dengan kebutuhan dan preferensi individu. Pria yang membutuhkan struktur yang jelas, interaksi sosial yang aktif, dan lingkungan yang dinamis cenderung lebih produktif dengan WFO. Sementara itu, pria yang mandiri, fokus pada hasil, dan mampu mengatur diri dengan baik seringkali lebih berkembang dengan WFH. Tidak ada sistem yang secara mutlak lebih unggul dari yang lain.Masalah muncul ketika seorang pria memaksakan diri untuk mengikuti sistem yang tidak sesuai dengan dirinya. WFO dapat terasa menyiksa jika ia merasa terkekang dan tertekan, sementara WFH dapat terasa kacau jika ia kesulitan mengatur waktu dan fokus. Kunci untuk mencapai produktivitas optimal adalah dengan mengenali kebutuhan dan batasan diri sendiri, serta memilih metode kerja yang paling sesuai.
WFO dan WFH bukanlah tentang mana yang lebih keren atau modern. Keduanya hanyalah alat kerja yang memiliki dampak yang berbeda pada setiap pria. Produktivitas lahir dari kombinasi lingkungan yang mendukung, disiplin diri, dan kondisi mental yang sehat, bukan hanya dari kehadiran fisik di kantor atau bekerja dari rumah.
Seorang pria yang produktif adalah pria yang memahami cara kerjanya sendiri. Baik dari balik meja kantor yang rapi atau dari sudut rumah yang nyaman, hasil yang optimal dapat dicapai jika strategi yang tepat diterapkan. Oleh karena itu, daripada memperdebatkan pilihan, lebih baik mencari pola kerja yang paling realistis, berkelanjutan, dan sesuai dengan kebutuhan individu.





















