
Bagi sebagian orang, kesibukan adalah sumber kebahagiaan. Rasa puas muncul ketika daftar tugas harian terselesaikan, bahkan seringkali mereka mencari-cari kegiatan baru untuk dikerjakan, termasuk di sela-sela waktu istirahat. Produktivitas yang tinggi memang seringkali dikaitkan dengan kualitas kerja yang baik dan menjadi nilai tambah di berbagai kalangan. Namun, godaan untuk terus-menerus fokus pada pekerjaan dapat menjerumuskan seseorang pada kondisi yang merusak, yang dikenal sebagai toxic productivity atau produktivitas beracun.
Memahami Konsep Toxic Productivity
Secara sederhana, toxic productivity adalah sebuah kondisi di mana seseorang merasa harus terus-menerus bekerja dan menjadi produktif dengan cara apa pun. Individu yang terjebak dalam pola pikir ini cenderung bekerja secara ekstra, bahkan untuk tugas-tugas yang sebenarnya tidak mendesak atau diperlukan. Kepuasan diri mereka sangat bergantung pada banyaknya pekerjaan yang berhasil diselesaikan. Ironisnya, bahkan saat tidak bekerja, mereka bisa merasakan rasa bersalah yang mendalam.
Di era digital yang serba cepat dan terhubung ini, kita kerap kali terpapar dengan narasi yang menekankan bahwa setiap detik harus dimanfaatkan untuk menghasilkan sesuatu. Gagasan untuk menjadi produktif dalam hidup memang positif dan seringkali dianggap sebagai salah satu kunci menuju kesuksesan. Namun, seperti pepatah yang mengatakan, segala sesuatu yang berlebihan tentu tidak baik. Toxic productivity, alih-alih membawa kesuksesan, justru dapat menggerogoti kesehatan fisik dan mental seseorang.
Mengenali Tanda-Tanda Toxic Productivity
Penting untuk dapat mengenali apakah diri kita atau orang di sekitar kita telah terjerat dalam perangkap toxic productivity. Beberapa ciri khas yang dapat diamati antara lain:
- Rasa Bersalah Saat Beristirahat: Merasa tidak nyaman, cemas, atau bahkan bersalah ketika tidak melakukan pekerjaan apa pun, termasuk pada hari libur atau saat sedang beristirahat.
- Terobsesi dengan Daftar Tugas: Menjadikan daftar pekerjaan (to-do list) sebagai pusat perhatian utama, dan merasa gagal atau tidak berharga jika ada satu saja tugas yang terlewat.
- Perasaan Tidak Pernah Cukup Produktif: Merasa diri sendiri tidak pernah cukup produktif, meskipun telah meraih banyak pencapaian dan menyelesaikan berbagai tugas.
- Menolak Waktu Luang: Cenderung menolak kesempatan untuk bersantai atau menikmati waktu luang demi mengambil pekerjaan tambahan, meskipun tubuh sudah menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
- Mengabaikan Kebutuhan Dasar: Seringkali mengabaikan aktivitas penting yang berkaitan dengan kesehatan fisik dan mental, seperti berolahraga, makan teratur, dan tidur yang cukup, demi menyelesaikan pekerjaan.
Langkah-Langkah Mengatasi Toxic Productivity
Menyadari adanya masalah adalah langkah pertama menuju solusi. Jika Anda merasa mengalami gejala-gejala toxic productivity dan tidak menyadarinya, Anda mungkin akan terus menyiksa diri sendiri. Oleh karena itu, penting untuk melakukan introspeksi diri dan mengenali ciri-ciri tersebut dalam kehidupan Anda. Rasa bersalah saat beristirahat adalah salah satu indikator paling jelas.
Setelah menyadari adanya masalah, langkah selanjutnya adalah mengambil tindakan konkret untuk mengatasinya:
1. Sadari dan Akui Masalahnya
Solusi paling fundamental untuk setiap masalah adalah kesadaran diri. Jika Anda mengalami toxic productivity namun tidak menyadari bahwa Anda telah terjebak di dalamnya, Anda akan terus menerus menyakiti diri sendiri. Perhatikan dengan seksama apakah ciri-ciri toxic productivity muncul dalam diri Anda. Rasa bersalah saat beristirahat adalah salah satu tanda yang paling mudah dirasakan.
2. Batasi Pertanyaan “Apa yang Harus Saya Lakukan Sekarang?”
Alih-alih terus-menerus bertanya pada diri sendiri “Apa yang harus saya lakukan sekarang?”, cobalah untuk lebih sadar bahwa kebanyakan orang lebih melihat dan mengagumi hasil akhir dari pekerjaan Anda, bukan berapa jam atau seberapa keras Anda bekerja. Oleh karena itu, penting untuk kembali mengatur jam kerja Anda sesuai dengan batasan diri Anda. Ini akan membantu menjaga kesehatan, waktu luang, dan hubungan Anda dengan orang-orang di sekitar.
3. Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas
Salah satu jebakan terbesar dalam toxic productivity adalah rasa puas yang muncul ketika berhasil menyelesaikan banyak tugas dalam daftar. Padahal, jika dicermati lebih dalam, tidak semua pekerjaan yang diselesaikan tersebut relevan atau berkontribusi pada tujuan utama Anda. Untuk mengatasi hal ini, ubahlah pola pikir Anda dari “seberapa banyak yang saya kerjakan” menjadi “seberapa bermakna hasil pekerjaan saya”. Ingatlah bahwa hasil kerja yang berkualitas tinggi tidak lahir dari multitasking yang terburu-buru, melainkan dari aktivitas kerja yang mendalam dan fokus tanpa gangguan, yang sering disebut sebagai deep work.
4. Prioritaskan Perawatan Diri dan Hobi
Individu yang terjebak dalam toxic productivity seringkali mengabaikan kebutuhan perawatan diri mereka. Padahal, perawatan diri sangat krusial untuk menjaga kesehatan mental dan fisik. Ada berbagai aktivitas perawatan diri yang bisa Anda lakukan, seperti berolahraga, menulis jurnal, membaca buku, berlibur, bermain musik, atau bahkan melakukan perawatan kecantikan. Pada akhirnya, aktivitas menyenangkan yang Anda lakukan untuk diri sendiri akan memberikan dampak positif pada produktivitas kerja Anda.
Menjadi produktif adalah hal yang membanggakan, tetapi penting untuk diingat bahwa tidak semua hal perlu Anda kerjakan. Selama Anda telah menjadi pribadi yang utuh, bermanfaat, dan mampu menjaga keseimbangan hidup, Anda berhak merasa bangga pada diri sendiri. Apakah Anda sudah mengambil napas lega hari ini?

















