Kehidupan rumah tangga Raisa dan Hamish Daud kini memasuki lembaran baru. Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara resmi mengabulkan gugatan cerai yang diajukan oleh Raisa, menandai akhir dari pernikahan yang telah terjalin sejak tahun 2017. Putusan cerai ini ditetapkan pada Senin, 15 Desember 2025, dengan metode vestek karena pihak tergugat, Hamish Daud, tidak menghadiri persidangan yang telah dijadwalkan.
Meskipun pernikahan mereka telah berakhir, kedua belah pihak menunjukkan komitmen kuat untuk tetap bersatu demi kebaikan buah hati semata wayang mereka, Zalina Raine Wyllie, yang kini berusia enam tahun. Raisa dan Hamish Daud sepakat untuk menerapkan pola pengasuhan bersama atau co-parenting demi memastikan Zalina tetap tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang dan dukungan.
Hak Asuh Anak Menjadi Fokus Utama
Kepastian mengenai perceraian ini dikonfirmasi langsung oleh kuasa hukum Raisa. Pengadilan Agama telah mengabulkan gugatan tersebut, menyatakan bahwa perkawinan antara Raisa dan Hamish Daud dinyatakan putus akibat perceraian. Dalam proses perceraian ini, salah satu aspek yang paling mendapatkan perhatian adalah urusan hak asuh anak. Setelah delapan tahun membina rumah tangga, Raisa dan Hamish dikaruniai seorang putri cantik bernama Zalina.
Meskipun perceraian seringkali menimbulkan kerumitan dalam urusan hak asuh anak, Raisa dan Hamish memilih jalur yang berbeda. Mereka bertekad untuk menempatkan kepentingan terbaik putri mereka di atas segalanya.
Komitmen Co-Parenting Demi Zalina
Kuasa hukum Raisa mengungkapkan bahwa kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan mengenai hak asuh anak di luar proses hukum formal. Mereka berdua berkomitmen untuk menjalankan co-parenting setelah resmi bercerai.
“Jadi fokus Raisa dan Hamish, hanya terkait status pernikahan saja yang kini sudah diputus bercerai, soal hak asuh sudah sepakat dengan co-parenting,” ujar perwakilan hukum Raisa, menggarisbawahi prioritas utama mereka yang adalah Zalina.

Kesepakatan ini menunjukkan kedewasaan dan tanggung jawab Raisa dan Hamish sebagai orang tua. Mereka memahami bahwa meskipun peran sebagai suami istri telah berakhir, peran sebagai ayah dan ibu akan terus berlanjut seumur hidup.
Memahami Konsep Co-Parenting
Co-parenting adalah sebuah pendekatan pengasuhan anak yang dijalani bersama oleh kedua orang tua, meskipun hubungan pernikahan mereka telah berakhir. Dalam sistem ini, kedua orang tua tetap berbagi peran, tanggung jawab, serta komitmen dalam memenuhi segala kebutuhan anak. Kebutuhan tersebut mencakup aspek emosional, pendidikan, hingga kebutuhan sehari-hari.
Inti dari co-parenting adalah menempatkan kepentingan terbaik anak sebagai prioritas utama. Oleh karena itu, kedua orang tua diharapkan mampu menjaga komunikasi yang sehat, saling menghormati, dan yang terpenting, tidak melibatkan konflik pribadi mereka ke dalam proses pengasuhan anak.

Dengan menerapkan co-parenting, Raisa dan Hamish berupaya keras untuk memastikan bahwa putri mereka, Zalina, tetap mendapatkan kasih sayang yang utuh, perhatian yang mendalam, dan dukungan yang berkelanjutan. Hal ini penting agar Zalina tidak terjebak dalam dinamika konflik perceraian orang tuanya, yang dapat berdampak negatif pada perkembangan psikologisnya.
Pola pengasuhan bersama ini memungkinkan kedua orang tua untuk tetap terlibat aktif dalam kehidupan anak, berbagi tugas pengasuhan, membuat keputusan bersama terkait pendidikan dan kesehatan anak, serta memastikan stabilitas emosional anak terjaga. Ini adalah bukti nyata komitmen mereka sebagai orang tua yang bertanggung jawab, yang mengutamakan kebahagiaan dan kesejahteraan putri mereka di atas segalanya.

















