Insiden Bus Wisatawan di Banyuwangi: Pungutan Liar Picu Ketegangan dengan Warga Lokal
Banyuwangi, Jawa Timur – Sebuah insiden yang melibatkan bus wisatawan asal Surabaya dan warga lokal di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, pada Sabtu (13/12/2025) lalu, memicu perhatian publik. Peristiwa ini bermula ketika rombongan wisatawan yang mayoritas lansia, saat berwisata di kawasan Mutiara Pulau Tabuhan dan Bangsring Underwater, dihadapkan pada permintaan pembayaran yang dinilai tidak wajar.
Awalnya, bus wisatawan tersebut diarahkan menuju area wisata Mutiara Tabuhan oleh dua individu berinisial BO dan BU. Di lokasi ini, mereka diwajibkan membayar biaya parkir sebesar Rp 25.000. Namun, setelah proses parkir, bus tersebut kemudian dipindahkan ke area Bangsring Underwater. Saat hendak meninggalkan lokasi, agen wisata yang mendampingi rombongan diminta untuk membayar uang “pengawalan” sebesar Rp 150.000.
Agen wisata tersebut merasa keberatan dan menolak pembayaran tersebut karena dianggap tidak jelas peruntukannya. Penolakan ini berujung pada larangan bus untuk keluar dari area wisata, sehingga rombongan wisatawan, termasuk para lansia, terpaksa berjalan kaki sejauh kurang lebih 400 meter dari Mutiara Tabuhan menuju Bangsring Underwater, yang merupakan tujuan utama mereka.
Kronologi Lengkap dan Tanggapan Pengelola
Wildan, pengelola wisata Bangsring Underwater, menjelaskan kronologi kejadian tersebut. Menurutnya, bus wisatawan tidak diperkenankan masuk langsung ke area Bangsring Underwater karena aturan yang berlaku mengharuskan penggunaan kendaraan shuttle.
“Ya, awalnya karena bus wisatawan hendak masuk ke Bangsring tapi tidak bisa karena memang aturannya, bus tidak boleh masuk, harus shuttle,” terang Wildan.
Bus tersebut kemudian diarahkan ke Mutiara Tabuhan untuk parkir. Setelah pembayaran parkir dilakukan, bus kembali dipindahkan ke area Bangsring Underwater. Di sinilah permintaan uang “pengawalan” sebesar Rp 150.000 muncul.
“Agen tadi marah-marah, mau bayar tapi harus jelas. Sementara sudah jelas sebetulnya bahwa sesuai aturan, bus tidak boleh masuk,” tambah Wildan.
Situasi semakin memanas ketika agen wisata meminta bukti pembayaran berupa kwitansi. Pihak yang meminta pembayaran hanya memberikan kwitansi tanpa stempel resmi, dengan alasan stempel tidak berada di tangan mereka. Hal ini semakin membuat agen wisata merasa jengkel. Bahkan, agen wisata sempat mengancam akan melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Namun, ancaman tersebut justru ditanggapi dengan tantangan balik dari oknum warga yang meminta pembayaran.
Wildan mengungkapkan rasa frustrasinya karena meskipun tidak terlibat langsung dalam pungutan liar tersebut, insiden ini berdampak negatif pada citra wisata Bangsring Underwater yang selama ini telah mematuhi aturan. “Akhirnya marah ke saya, ya saya bilang, ibarat tidak ikut makan nangka tapi saya kena getahnya,” tuturnya.
Harapan dan Tindakan Tegas Pihak Berwajib
Para pengelola wisata Bangsring Underwater sangat berharap pihak berwajib dapat bertindak tegas untuk menindak pungutan liar yang berulang kali terjadi di wilayah tersebut. Mereka menekankan pentingnya menjaga ketertiban dan kenyamanan wisatawan.
Menanggapi laporan tersebut, Kapolsek Wongsorejo, AKP Eko Darmawan, mengonfirmasi bahwa para pelaku yang terlibat dalam insiden ini telah diamankan oleh pihak kepolisian. “Sudah kita amankan. Saat ini masih kita lakukan pemeriksaan dan kita dalami,” kata Darmawan. Tindakan tegas ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Catatan dari Kota Batu: Tantangan Retribusi Parkir
Sementara itu, di Kota Batu, Jawa Timur, isu terkait retribusi parkir juga menjadi sorotan. Hingga menjelang akhir tahun 2025, pencapaian retribusi parkir tepi jalan umum di kota tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan.
- Target Retribusi: Rp 7 Miliar
- Realisasi hingga November 2025: Rp 1,5 Miliar
- Harapan Akhir Tahun: Mencapai Rp 2 Miliar
Hendry Suseno, Kepala Dinas Perhubungan Kota Batu, menyebutkan beberapa faktor penyebab rendahnya realisasi retribusi parkir dari tahun ke tahun.
Kebocoran Retribusi:
Ini merupakan masalah kronis yang telah terjadi bertahun-tahun. Banyak potensi parkir yang pelaporannya tidak maksimal, sehingga pendapatan yang seharusnya masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sistem bagi hasil menjadi sangat sedikit.Oknum yang Menyalahi Aturan:
Faktor lainnya adalah adanya oknum tertentu, termasuk juru parkir, yang tidak tertib dalam pelaporan retribusi dan menyalahi aturan yang berlaku.
Dinas Perhubungan Kota Batu membuka ruang bagi masyarakat untuk melaporkan oknum yang bertindak tidak sesuai aturan. Pihaknya menjamin keamanan bagi pelapor agar tidak merasa terintimidasi.
Sebagai upaya untuk meminimalisir kebocoran retribusi parkir dan meningkatkan ketertiban, Pemerintah Kota Batu telah membangun Garasi Parkir di Kawasan Alun-Alun Kota Batu. Fasilitas ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan tertib baik dalam pelaksanaan parkir maupun pelaporannya. Sistem bagi hasil yang diterapkan saat ini adalah 60% untuk juru parkir dan 40% untuk Pemkot Batu.

















