Dari Warung Tradisional ke Era Digital: Perjalanan Inovasi Warung Nasi Ayam Ibu Oki
Perubahan zaman menuntut setiap pelaku usaha untuk beradaptasi, tak terkecuali dalam industri kuliner. Di Bali, Warung Nasi Ayam Ibu Oki, sebuah ikon kuliner tradisional, telah membuktikan kemampuannya untuk bertransformasi dari model bisnis konvensional menjadi pemain yang mahir dalam ranah digital. Sri Maryawati, pemilik yang akrab disapa “Ibu Oki”, menceritakan bagaimana usahanya perlahan namun pasti merangkul platform pemesanan daring untuk tetap relevan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan perubahan perilaku konsumen.
Masuk ke ekosistem digital bukanlah perkara mudah bagi usaha kuliner tradisional. Ibu Oki mengakui adanya tantangan tersendiri dalam menyelaraskan sistem pemesanan online dengan operasional dapur dan pelayanan makan di tempat. Namun, menyadari bahwa arus digitalisasi tak dapat dihindari, langkah ini menjadi sebuah keharusan. “Waktu sebelum saya masuk ke online, saya mengakui bahwa saya harus mengikuti perubahan zaman. Perkembangan pesan online di makanan itu sekarang sudah tidak bisa dihindari,” ujar Ibu Oki.
Tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana mengintegrasikan pesanan online yang datang secara simultan dengan tamu yang makan langsung di restoran. Untuk mengatasinya, Ibu Oki menerapkan strategi pengelolaan produksi yang lebih matang. Persiapan stok makanan setengah jadi dilakukan untuk memastikan ketersediaan, sembari menjaga konsistensi rasa agar kualitas tetap terjaga meskipun volume pesanan meningkat. “Order online dan tamu makan di tempat datang bersamaan. Itu tantangan besar. Tapi sejauh ini masih bisa kami pegang,” jelas Ibu Oki.
Pandemi Covid-19: Titik Balik Menuju Keberlangsungan Usaha Melalui Digitalisasi
Pandemi Covid-19 menjadi momentum penting yang mempercepat adopsi digitalisasi di Warung Nasi Ayam Ibu Oki. Meskipun restoran ini sudah mulai mengadopsi layanan pesan antar online sejak tahun 2018-2019, dampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) benar-benar menunjukkan betapa krusialnya kanal digital.
Selama periode PSBB, ketika kunjungan fisik ke restoran dibatasi, kanal digital menjadi penyelamat utama kelangsungan usaha. Ibu Oki mengungkapkan bahwa 70 hingga 80 persen penjualannya saat itu berasal dari pesanan online. “Waktu PSBB, kondisi sangat berat karena orang tidak boleh ke restoran. Tapi kami tetap buka. Saat itu, 70 sampai 80 persen penjualan justru datang dari online dan kami bersyukur bisa tetap bertahan hingga sekarang,” tuturnya. Pengalaman ini semakin memperkuat keyakinan Ibu Oki untuk terus mengembangkan strategi digitalnya.
Grab Dine Out: Inovasi Layanan Makan di Tempat yang Mendorong Pertumbuhan
Transformasi digital Warung Nasi Ayam Ibu Oki tidak berhenti pada layanan pesan antar. Sekitar tiga minggu sebelum wawancara dilakukan, Ibu Oki mulai mengintegrasikan layanan Grab Dine Out ke seluruh restorannya. Layanan ini memungkinkan pelanggan untuk memesan dan melakukan pembayaran saat makan di tempat melalui aplikasi Grab, sekaligus mendapatkan keuntungan berupa voucher dan diskon.
Dampak positif dari kehadiran Grab Dine Out terasa signifikan. Ibu Oki mengklaim bahwa restoran miliknya menjadi lebih ramai dibandingkan sebelumnya, dan terjadi peningkatan pendapatan yang cukup memuaskan. Meskipun tidak merinci angka pasti, ia mengakui adanya perubahan pola kunjungan pelanggan. Jika sebelumnya tamu yang datang cenderung individu atau keluarga kecil, kini Warung Nasi Ayam Ibu Oki lebih sering didatangi oleh rombongan pelanggan. “Sekarang banyak yang datang rombongan. Kalau sudah lebih dari 10 orang, biasanya kami arahkan pesan pakai Grab Dine Out supaya bisa dapat voucher dan diskon,” katanya.
Optimalisasi Operasional dengan Dukungan Teknologi
Selain memberikan keuntungan bagi konsumen, Grab Dine Out juga memberikan manfaat besar bagi operasional internal restoran. Ibu Oki menilai fitur ini sangat membantu dalam mengelola lonjakan tamu, terutama pada jam-jam sibuk. Kemampuan untuk memantau siapa saja yang makan di restoran, khususnya rombongan, mempermudah manajemen dan pelayanan. “Dengan layanan ini, kami bisa memantau dengan mudah siapa saja yang makan di restoran kami, terutama untuk mereka yang datang secara rombongan,” ungkap Ibu Oki.
Menatap masa depan, Ibu Oki menegaskan komitmennya untuk terus memantau tren dan mengembangkan sistem layanan di restorannya agar sejalan dengan perubahan zaman. Inisiatif ini bukan sekadar mengikuti tren, melainkan sebuah strategi jitu untuk bertahan dan berkembang di tengah persaingan industri kuliner Bali yang semakin ketat. “Kami tidak bisa diam. Kami harus terus bergerak dan mengikuti perubahan, sembari menjaga rasa dan kualitas makanan yang kami sajikan di restoran Warung Makan Nasi Ibu Oki,” pungkasnya.
Saat ini, Warung Nasi Ibu Oki, yang telah berdiri kokoh sejak tahun 2000, telah melebarkan sayapnya dengan membuka tiga cabang di Bali, yaitu di Nusa Dua, Kuta, dan Sanur. Keberhasilan transformasi digital ini menjadi inspirasi bagi banyak pelaku usaha kuliner tradisional lainnya untuk merangkul teknologi demi keberlanjutan bisnis mereka.

















