Korban Eksploitasi Sindikat Penipuan Online di Kamboja
Seorang pria berusia 26 tahun asal Bogor menjadi korban eksploitasi sindikat penipuan online yang beroperasi di Kamboja. Saat ini, korban yang identitasnya tidak diungkapkan sedang berada dalam perlindungan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh. Namun, ancaman dari sindikat tersebut masih terus diterimanya.
Orang tua korban, Firman, mengatakan bahwa saat ini mereka hanya bisa berkomunikasi melalui WhatsApp. Namun, korban tampak trauma setiap kali melihat orang asing.
“Saya melihat bukti tangkapan layar pesan ancaman yang dikirim ke anak saya melalui nomor tak dikenal. Isi pesannya antara lain: ‘Bajingan, sampai Indonesia pun kau tidak akan tenang, setan.’ Dan juga, ‘Kau di mana? Kau mau pulang atau aku kejar sampai Indonesia? Pulang atau kau ke mess?’” ujar Firman saat dihubungi pada Sabtu (25/10/2025).
Menurut Firman, pesan-pesan ancaman itu muncul setelah anaknya berhasil kabur dari tempat para pelaku mengeksploitasi Warga Negara Indonesia (WNI) untuk melakukan penipuan online secara paksa.
“Anak saya disandera dan dijadikan pekerja paksa. Akhirnya dia bisa kabur saat diberi tugas memesan makanan online. Saat itu, dia memanfaatkan kesempatan untuk melarikan diri bersama temannya,” jelas Firman.
Firman menjelaskan bahwa proses pelarian terjadi pada Selasa (21/10/2025) sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Mereka memesan makanan berdua, lalu kabur pada pukul 05.00 pagi dan berhasil memesan mobil daring menuju KBRI. Malamnya sekitar pukul 19.00, mereka tiba di KBRI.
Firman mengaku tidak pernah menyangka bahwa anaknya bisa menjadi korban eksploitasi. Menurutnya, anaknya awalnya berangkat ke luar negeri setelah diajak oleh temannya semasa SD untuk bekerja di Singapura.
“Awalnya saya tidak curiga. Di Singapura, dia benar-benar bekerja di kantor sebagai customer service. Tapi setelah sebulan, komunikasi kami terputus pada Jumat (17/10/2025),” kata Firman.
Perubahan nasib terjadi ketika korban diajak temannya bepergian dengan pesawat. Ia baru menyadari bahwa dirinya telah dibawa ke Kamboja setelah tiba di sana. Sehari kemudian, ia diculik di depan sebuah toko roti di kota Bavet, perbatasan Kamboja–Vietnam.
“Dia tidak sadar dibawa ke sana. Setelah itu, dia diculik dan dijadikan pekerja paksa untuk penipuan online,” ujarnya.
Firman berharap KBRI dapat segera memulangkan anaknya ke Indonesia. Ia mengaku bahwa kondisi anaknya masih rawan karena terus diteror, sementara biaya hidup di Kamboja harus ditanggung sendiri.
“Katanya proses pengurusan berkas bisa sampai enam bulan dan tidak ada tempat tinggal dari KBRI. Kami harus menanggung biaya hotel, makan, dan kebutuhan sehari-hari, sedangkan kami orang biasa yang penghasilannya pas-pasan,” tambahnya.
“Kami mohon bantuan pemerintah untuk memulangkan anak kami,” tutup Firman.

















