Dunia arkeologi senantiasa diwarnai oleh penemuan-penemuan yang memukau, namun ironisnya, masih banyak misteri besar yang belum tersingkap. Para ilmuwan hingga kini masih berjuang keras untuk melacak jejak keberadaan beberapa kota kuno yang legendaris, yang dulunya pernah menjadi pusat kekuasaan imperium-imperium besar. Meski deskripsi kemegahan mereka tercatat jelas dalam berbagai naskah kuno, lokasi fisik kota-kota ini justru terkubur dalam misteri waktu.
Lebih memprihatinkan lagi, dalam beberapa kasus, para penjarah justru lebih dulu berhasil menemukan situs-situs bersejarah ini. Mereka dengan sigap mengambil ribuan artefak berharga untuk kemudian diperdagangkan di pasar gelap, tanpa pernah bersedia membagikan informasi lokasi penemuan mereka kepada para ahli. Berikut adalah beberapa daftar kota legendaris yang keberadaannya masih menjadi subjek pencarian intensif oleh para peneliti di seluruh penjuru dunia.
Kota Irisagrig: Kejayaan yang Hilang 4.000 Tahun Lalu
Salah satu penemuan yang paling mengguncang dunia arkeologi adalah kemunculan ribuan sabak (alat tulis kuno berbentuk lempengan batu tipis menyerupai tablet) dari kota bernama Irisagrig di pasar barang antik. Kejadian ini terjadi tak lama setelah invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003. Melalui tulisan-tulisan yang terukir pada sabak-sabak tersebut, para ahli berhasil menyimpulkan bahwa Irisagrig adalah sebuah kota kuno yang hilang. Berdasarkan temuan ini, Irisagrig diketahui berlokasi di Irak dan pernah mencapai masa kejayaannya sekitar 4.000 tahun yang lalu.
Sabak-sabak tersebut memberikan gambaran unik mengenai kehidupan para penguasa kota kuno ini. Mereka diketahui tinggal di istana-istana yang dipenuhi oleh banyak anjing. Selain itu, mereka juga memelihara singa-singa yang diberi makan daging sapi. Para perawat singa ini, yang dijuluki sebagai “gembala singa”, menerima upah berupa jatah bir dan roti. Lebih lanjut, prasasti-prasasti tersebut menyebutkan adanya sebuah kuil yang didedikasikan untuk Enki, dewa kecerdikan dan kebijaksanaan. Kuil ini juga tercatat sebagai tempat diselenggarakannya festival-festival besar.
Keunikan Irisagrig terletak pada istana penguasanya yang menampung banyak hewan peliharaan, termasuk anjing dan singa yang diberi makan daging sapi. Fenomena ini sangat tidak biasa, apalagi para “gembala singa” menerima bayaran berupa bir dan roti. Para ahli arkeologi menduga bahwa para penjarah kemungkinan besar telah menemukan dan menjarah Irisagrig sekitar masa invasi AS ke Irak pada tahun 2003. Hingga saat ini, para arkeolog belum berhasil menemukan lokasi fisik kota tersebut, dan para penjarah yang diduga telah menemukannya tidak pernah muncul untuk memberikan informasi mengenai letak pasti kota misterius ini.
Itjtawy: Ibu Kota yang Hilang di Tepi Nil
Firaun Mesir, Amenemhat I, yang memerintah sekitar tahun 1981 hingga 1952 SM, memerintahkan pembangunan sebuah ibu kota baru yang kemudian dikenal dengan nama “Itjtawy”. Nama ini memiliki arti “Sang Penakluk Dua Negeri” atau “Amenemhat adalah Penakluk Dua Negeri”, mencerminkan masa pemerintahannya yang diwarnai gejolak politik besar, bahkan berujung pada pembunuhan dirinya. Meskipun Amenemhat tewas, Itjtawy tetap bertahan sebagai ibu kota Mesir hingga sekitar tahun 1640 SM. Masa kejayaannya berakhir ketika wilayah utara Mesir dikuasai oleh kelompok yang dikenal sebagai bangsa Hyksos, yang memicu keruntuhan kerajaan.
Namun, hingga saat ini, lokasi pasti Itjtawy masih menjadi misteri. Para arkeolog menduga kota ini terletak di suatu tempat di dekat situs Lisht, di wilayah tengah Mesir. Dugaan ini muncul berdasarkan banyaknya temuan makam para elit kerajaan, termasuk piramida milik Amenemhat I sendiri, yang berada di kawasan Lisht.
Akkad: Jantung Kekaisaran yang Menguap
Akkad, atau juga dikenal sebagai Agade, merupakan ibu kota Kekaisaran Akkadia yang memiliki pengaruh besar antara tahun 2350 hingga 2150 SM. Akkad dikenal sebagai kota megah yang memiliki kuil Eulmash, sebuah bangunan suci yang didedikasikan untuk dewi perang dan kecantikan, Ishtar. Namun, setelah kekaisaran Akkadia runtuh, kota ini seolah lenyap dari peta sejarah. Para arkeolog menduga kota kuno yang hilang ini terkubur di suatu tempat di Irak, namun sisa-sisa bangunannya belum pernah tersentuh oleh penggalian arkeologi resmi.
Al-Yahudu: Permukiman Pengasingan di Babilonia
Al-Yahudu, yang berarti “kota” atau “negeri” Yehuda, merupakan sebuah wilayah di Kekaisaran Babilonia. Di tempat inilah orang-orang Yahudi bermukim setelah kerajaan Yehuda ditaklukkan oleh Raja Babilonia, Nebukadnezar II, pada tahun 587 SM. Raja Nebukadnezar II membuang sebagian penduduk ke pengasingan, sebuah praktik umum yang dilakukan bangsa Babilonia setelah menaklukkan suatu wilayah. Sekitar 200 sabak dari permukiman ini diketahui keberadaannya. Catatan-catatan tersebut menunjukkan bahwa orang-orang buangan yang tinggal di sana tetap mempertahankan keyakinan agama mereka dan sering menggunakan nama Yahweh (Tuhan) dalam penamaan diri mereka.
Hingga kini, lokasi Al-Yahudu belum berhasil diidentifikasi oleh para arkeolog. Namun, seperti banyak kota kuno yang hilang lainnya, permukiman ini kemungkinan besar terletak di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Irak. Mengingat sabak-sabak tersebut muncul di pasar barang antik tanpa adanya catatan penggalian resmi, kuat dugaan bahwa para penjarah telah berhasil menemukan lokasinya secara sembunyi-sembunyi.
Wassukanni: Ibu Kota Kekaisaran Mitanni yang Misterius
Wassukanni pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Mitanni, yang berjaya antara tahun 1550 SM hingga 1300 SM. Wilayah kekuasaannya membentang luas, mencakup sebagian Suriah timur laut, Anatolia selatan, dan Irak utara. Kekaisaran ini menghadapi persaingan sengit dari Kekaisaran Het di utara dan Kekaisaran Asyur di selatan, yang secara perlahan-lahan berhasil merebut wilayah kekuasaan Mitanni. Hingga kini, lokasi fisik Wassukanni belum pernah ditemukan, meskipun beberapa pakar menduga kota ini terletak di wilayah timur laut Suriah. Penduduk yang mendiami ibu kota ini, dan sebagian besar wilayah kekaisarannya, dikenal sebagai bangsa Huria. Mereka memiliki bahasa tersendiri yang kini hanya bisa dikenali melalui naskah-naskah kuno yang berhasil ditemukan.
Thinis: Pusat Pemerintahan Awal Mesir Kuno
Thinis, yang juga dikenal sebagai Tjenu, merupakan sebuah kota kuno di Mesir bagian selatan yang mencapai masa kejayaannya pada periode awal sejarah peradaban Mesir. Menurut catatan penulis kuno bernama Manetho, kota inilah yang menjadi pusat pemerintahan bagi beberapa raja awal Mesir sekitar 5.000 tahun yang lalu, tepat pada masa ketika Mesir sedang dalam proses penyatuan. Tak lama setelah penyatuan tersebut, ibu kota Mesir dipindahkan ke Memphis. Sejak saat itu, Thinis berubah status menjadi ibu kota sebuah nome (setingkat provinsi) selama periode Kerajaan Lama (sekitar 2649 hingga 2150 SM), sebagaimana dicatat oleh Ali Seddik Othman, seorang inspektur dari Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir dalam artikelnya di Journal of Abydos. Hingga saat ini, lokasi pasti Thinis belum pernah berhasil diidentifikasi, meskipun banyak pihak meyakini letaknya berada di dekat Abydos, Mesir Selatan. Dugaan ini diperkuat oleh fakta bahwa banyak anggota elit masyarakat, termasuk keluarga kerajaan, dimakamkan di sekitar wilayah Abydos sekitar 5.000 tahun silam.
















