Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengumumkan pencabutan izin usaha sebuah bank perkreditan rakyat (BPR). Kali ini, giliran PT BPR Bumi Pendawa Raharja yang harus menghentikan operasionalnya. Keputusan ini menambah panjang daftar lembaga keuangan yang ditutup sepanjang tahun 2025, mengindikasikan adanya tantangan yang signifikan dalam sektor perbankan, khususnya di segmen BPR.
Pencabutan izin usaha PT BPR Bumi Pendawa Raharja secara resmi dilakukan berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-88/D.03/2025 yang diterbitkan pada tanggal 15 Desember 2025. Lokasi BPR yang beralamat di Jalan Raya Cipanas No.37 Komplek Ruko Pendawa, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kini tidak lagi menjadi pusat aktivitas perbankan.
Kronologi Penutupan BPR Bumi Pendawa Raharja
Langkah drastis pencabutan izin usaha ini bukanlah keputusan yang diambil secara mendadak. OJK telah memberikan sejumlah kesempatan kepada pengurus dan pemegang saham BPR Bumi Pendawa Raharja untuk melakukan upaya penyehatan. Fokus utama dari upaya ini adalah mengatasi permasalahan permodalan dan likuiditas yang dihadapi oleh bank tersebut.
Namun, upaya penyehatan tersebut tampaknya tidak membuahkan hasil yang memadai. OJK mengungkapkan beberapa indikator kesehatan finansial BPR Bumi Pendawa Raharja yang memprihatinkan. Bank ini tercatat memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang jauh di bawah standar, yaitu kurang dari 12%. Selain itu, rasio likuiditasnya, yang diukur dengan Cash Ratio (CR) rata-rata selama tiga bulan terakhir, juga berada di bawah angka 5%. Tingkat Kesehatan (TKS) bank ini pun secara keseluruhan dikategorikan sebagai “Tidak Sehat”.
Status Pengawasan yang Diterapkan
Menyikapi kondisi tersebut, OJK telah menerapkan serangkaian langkah pengawasan. Pada tanggal 26 Maret 2025, BPR Bumi Pendawa Raharja pertama kali ditetapkan sebagai bank dalam status pengawasan “Bank Dalam Penyehatan”. Ini merupakan fase awal di mana regulator memberikan kesempatan lebih luas bagi bank untuk memperbaiki kinerjanya di bawah pengawasan ketat.
Selanjutnya, pada tanggal 26 November 2025, status pengawasan ditingkatkan menjadi “Bank Dalam Resolusi” (BDR). Peningkatan status ini menunjukkan bahwa kondisi bank dinilai semakin memburuk dan memerlukan penanganan yang lebih serius, termasuk kemungkinan intervensi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengaturan mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank perekonomian rakyat dan bank perekonomian rakyat syariah ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.28/2023.
Meskipun telah melalui berbagai tahapan pengawasan, OJK menyatakan bahwa Pengurus dan Pemegang Saham PT BPR Bumi Pendawa Raharja tidak berhasil melakukan penyehatan BPR. Kegagalan ini akhirnya membuka jalan bagi keputusan penutupan permanen.
Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Dalam proses penanganan bank yang mengalami kesulitan, peran LPS sangat krusial. Dalam kasus PT BPR Bumi Pendawa Raharja, LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap bank tersebut. Keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan mendalam terhadap kondisi bank dan potensi keberhasilan upaya penyelamatan.
Setelah memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan, LPS kemudian mengajukan permintaan kepada OJK untuk mencabut izin usaha PT BPR Bumi Pendawa Raharja. Permintaan ini didasarkan pada Keputusan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank LPS Nomor 111/ADK3/2025 tertanggal 8 Desember 2025, yang mengatur tentang cara penanganan bank dalam resolusi.
Menindaklanjuti permintaan dari LPS, OJK kemudian melaksanakan pencabutan izin usaha PT BPR Bumi Pendawa Raharja sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk Pasal 19 POJK yang relevan.
Proses Likuidasi dan Penjaminan Simpanan
Dengan dicabutnya izin usaha PT BPR Bumi Pendawa Raharja, LPS akan mengambil alih proses penjaminan simpanan dan melakukan likuidasi terhadap aset bank. Hal ini akan dilaksanakan sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Proses likuidasi ini bertujuan untuk mengembalikan dana nasabah yang memenuhi kriteria penjaminan LPS, serta menyelesaikan kewajiban bank kepada pihak-pihak lain. Nasabah BPR Bumi Pendawa Raharja diharapkan untuk memantau informasi lebih lanjut mengenai proses pencairan dana simpanan mereka.
Tren Penutupan BPR di Tahun 2025
Kasus PT BPR Bumi Pendawa Raharja bukanlah insiden tunggal. Jika ditinjau kembali, sepanjang tahun 2025, OJK telah mencabut izin usaha dari beberapa bank, mayoritas adalah BPR. Penutupan ini mencerminkan adanya tekanan yang terus-menerus pada segmen perbankan yang lebih kecil, yang mungkin lebih rentan terhadap fluktuasi ekonomi dan tantangan operasional.
Berikut adalah daftar bank yang izin usahanya telah dicabut oleh OJK sepanjang tahun 2025:
- April 2025: Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Gebu Prima.
- 24 Juli 2025: BPR Dwicahaya Nusaperkasa, yang berlokasi di Kota Batu, Jawa Timur.
- Agustus 2025: BPR Disky Surya Jaya, yang beroperasi di Deli Serdang, Sumatra Utara.
- September 2025: PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Gayo Perseroda.
- 14 Oktober 2025: PT Bank Perekonomian Rakyat Artha Kramat.
- 8 Oktober 2025: PT Bank Perkreditan Rakyat Nagajayaraya Sentrasentosa. Pencabutan izin bank yang berlokasi di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur ini dilakukan atas permintaan pemegang sahamnya, yang dikenal sebagai self liquidation.
- 15 Desember 2025: PT BPR Bumi Pendawa Raharja.
Tren penutupan BPR ini menjadi catatan penting bagi regulator dan pelaku industri untuk terus memperkuat fundamental perbankan, meningkatkan tata kelola, serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi demi menjaga stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan.

















