Menyiapkan Generasi Emas Indonesia 2045: Peran Vital Pendidikan Usia Dini dan Penguatan Karakter
Indonesia tengah bersiap menghadapi momen krusial yang dikenal sebagai Bonus Demografi 2045. Fenomena ini diprediksi akan membawa lonjakan populasi usia produktif, yang jika dimanfaatkan dengan baik, dapat menjadi kekuatan luar biasa bagi kemajuan bangsa. Namun, keberhasilan dalam mengoptimalkan bonus demografi ini tidak semata-mata bergantung pada jumlah penduduk usia produktif, melainkan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dibangun sejak dini.
Hal ini ditekankan oleh Dr. H. Muhdi, S.H., M.Hum., seorang Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas IKIP PGRI Semarang. Menurutnya, pencapaian visi Indonesia Emas pada tahun 2045 tidak hanya bertumpu pada kecerdasan akademik semata, tetapi lebih krusial lagi pada pembentukan karakter yang kuat dan berkelanjutan sejak usia dini.
Pernyataan ini disampaikan oleh Dr. Muhdi saat memberikan arahan kepada 91 Kepala Taman Kanak-Kanak (TK) ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) dan Kelompok Bermain (KB) ‘Aisyiyah se-Kota Semarang. Acara tersebut merupakan bagian dari agenda Baitul Arqom (BA) yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Kota Semarang di Wisma R.A. Kartini BBPMP Jawa Tengah pada tanggal 13–14 Desember 2025.
Soft Skill: Kunci Sukses 85 Persen dalam Bonus Demografi
Dalam pemaparannya, Dr. Muhdi menyoroti proyeksi jumlah penduduk usia produktif Indonesia yang diperkirakan akan mencapai 65,2 persen pada tahun 2045. Angka yang signifikan ini hanya akan bertransformasi menjadi kekuatan nasional yang sesungguhnya apabila disertai dengan investasi serius pada pembangunan SDM yang berkeadilan, terutama melalui jalur pendidikan usia dini.
“Bonus Demografi hanya akan menjadi kekuatan jika dipersiapkan melalui pendidikan yang benar sejak usia dini,” tegas Dr. Muhdi. Ia menekankan pentingnya pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan. Fokus tidak lagi hanya pada pencapaian akademik, melainkan harus menitikberatkan pada penguatan soft skill atau keterampilan lunak.
Mengacu pada riset yang dilakukan oleh Dale Carnegie, Dr. Muhdi menyampaikan temuan menarik bahwa kesuksesan seseorang dalam kehidupan hanya dipengaruhi oleh kemampuan intelektual sekitar 15 persen. Sebaliknya, 85 persen sisanya ditentukan oleh faktor-faktor seperti karakter, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan perubahan, serta keterampilan sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
Oleh karena itu, Dr. Muhdi mendorong para kepala TK dan KB ‘Aisyiyah untuk menjadikan pendidikan karakter, penanaman nilai-nilai moral, serta praktik keteladanan sebagai fondasi utama dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini sangat krusial, terutama dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan kompleks di era Society 5.0.
Ideologi MKCHM sebagai Pilar Penguatan Karakter Kader
Sejalan dengan urgensi pembangunan karakter, penyelenggaraan Baitul Arqom ini dirancang secara strategis untuk memperkuat fondasi ideologis para pendidik dan pemimpin lembaga pendidikan ‘Aisyiyah. Baitul Arqom sendiri merupakan sistem perkaderan yang digagas oleh Muhammadiyah, dengan fokus utama pada pembinaan ideologi keislaman yang mendalam dan pengembangan kepemimpinan. Tujuannya adalah untuk menyatukan integritas, cara berpikir, dan tindakan para kader agar selaras dengan nilai-nilai persyarikatan.
Dalam sesi materi yang disampaikan, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang, Dr. Fachrur Rozi, M. Ag., menegaskan bahwa landasan utama gerakan ‘Aisyiyah adalah Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM).
“MKCHM berfungsi sebagai kompas moral, penunjuk arah yang jelas, dan pengobar semangat bagi seluruh amal usaha yang dijalankan. Cita-cita tertingginya adalah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya melalui seluruh aktivitas dakwah dan pendidikan yang kita lakukan,” jelas Dr. Fachrur Rozi. Peneguhan ideologi ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa lembaga pendidikan ‘Aisyiyah mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepribadian yang kuat, berakhlak mulia, dan berintegritas tinggi.
Kepemimpinan Agile dan Kewajiban Profesional Guru
Kepala PDA Kota Semarang, Aminah Kurniasih, S.Pd., M.Pd., menyampaikan bahwa kegiatan Baitul Arqom ini merupakan sarana strategis yang sangat berharga. Tujuannya adalah untuk memperkuat ideologi para kader agar senantiasa kokoh memegang teguh nilai-nilai persyarikatan Muhammadiyah. Di samping itu, para kader juga dituntut mampu beradaptasi dengan cepat terhadap berbagai tantangan zaman yang terus berkembang, sehingga dapat menciptakan pola kepemimpinan yang agile atau lincah dan responsif.
Di sisi lain, Dr. Muhdi juga mengingatkan pentingnya aspek legalitas dan profesionalisme dalam praktik keguruan. Ia menekankan bahwa setiap guru memiliki kewajiban hukum untuk menjadi anggota organisasi profesi sesuai dengan amanat Undang-Undang Guru dan Dosen (UU Nomor 14 Tahun 2005). Keanggotaan dalam organisasi profesi ini sangat vital karena organisasi tersebut berfungsi sebagai wadah untuk memajukan profesi keguruan, meningkatkan kompetensi guru secara berkelanjutan, serta memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi para pendidik.
Kegiatan Baitul Arqom yang ditutup dengan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) ini diharapkan dapat memberikan inspirasi yang mendalam bagi 91 kepala sekolah yang hadir. Melalui penguatan ideologi dan peningkatan kapasitas kepemimpinan, para kepala sekolah diharapkan dapat semakin memperkuat peran ‘Aisyiyah sebagai gerakan dakwah pendidikan yang berkontribusi signifikan bagi kemajuan Kota Semarang.

















