Menyikapi Bencana: Presiden Wacanakan Satgas Khusus Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyampaikan gagasan strategis untuk membentuk sebuah Satuan Tugas (Satgas) atau badan khusus yang berfokus pada rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Wacana ini muncul sebagai respons atas serangkaian bencana alam yang telah melanda berbagai wilayah di Pulau Sumatera, menimbulkan kerugian materiil dan imateriil yang signifikan bagi masyarakat. Pengumuman ini disampaikan dalam forum penting, yaitu rapat paripurna Kabinet Merah Putih yang diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta.
Langkah antisipatif yang diusulkan oleh Presiden ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk para legislator di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Salah satu anggota Komisi II DPR RI, Azis Subekti, secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap inisiatif pembentukan satgas tersebut. Ia menekankan bahwa penanganan bencana merupakan sebuah urusan yang menuntut kecepatan dan koordinasi yang matang, mengingat sifat bencana yang datang tanpa peringatan dan tidak peduli pada kesiapan birokrasi.
Urgensi Respons Cepat dan Terkoordinasi
Azis Subekti mengilustrasikan realitas penanganan bencana dengan analogi yang kuat, “Bencana itu tidak menunggu rapat selesai. Air datang tanpa undangan, tanah bergerak tanpa permisi. Yang diuji bukan hanya ketahanan alam, tapi ketahanan kelembagaan kita.” Pernyataan ini menegaskan bahwa bencana alam adalah fenomena yang dinamis dan seringkali tidak terduga, sehingga membutuhkan respons yang gesit dan terorganisir dari pemerintah. Kegagalan dalam merespons dengan cepat dapat berakibat pada kian memburuknya kondisi dan bertambahnya korban.
Arahan Presiden Prabowo dalam rapat paripurna kabinet dianggap oleh Azis sebagai sinyal kuat bahwa negara harus segera beralih dari fase penanganan darurat ke fase pemulihan yang terukur dan sistematis. Ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah arah kerja konkret yang membutuhkan dukungan penuh dari semua pihak.
Satgas sebagai Mesin Pemulihan yang Efektif
Azis Subekti, dengan latar belakangnya yang berorientasi pada bidang teknis, membandingkan proses pemulihan pascabencana dengan cara kerja sebuah mesin. Ia menjelaskan bahwa tanggap darurat merupakan fase awal, sementara rehabilitasi dan rekonstruksi adalah tahapan krusial yang memerlukan perpindahan “gigi persneling” yang tepat agar pemulihan berjalan optimal.
“Saya orang mesin. Maka saya bilang begini, tanggap darurat itu rehabilitasi dan rekonstruksi itu gigi persnelingnya. Kalau remnya sudah diinjak untuk siap-siap menekan kopling, tetapi giginya tidak segera dinaikkan/dimasukkan, kendaraan pemulihan akan ngeden, dengung gas tak terkonversi menjadi tenaga penggerak yang mestinya terjadi akselerasi,” papar Azis. Analogi ini menggambarkan bahwa tanpa adanya mekanisme pemulihan yang efisien dan segera diaktifkan setelah fase darurat, upaya rehabilitasi dan rekonstruksi akan berjalan lamban dan kurang bertenaga, sehingga memperlambat proses pemulihan masyarakat.
Lebih lanjut, Azis Subekti menyerukan agar pola penanganan bencana yang lama, yang seringkali dicirikan oleh kelambanan birokrasi, harus segera ditinggalkan. Pola lama ini berpotensi membuat para korban harus menunggu terlalu lama untuk mendapatkan bantuan dan pemulihan. “Akibatnya korban akan menunggu terlalu lama. Kita tidak boleh terjebak pada pola lama, riuh di awal, senyap pada substansi penyelesaian masalah,” tegasnya.
Prinsip Kerja Satgas: Satu Komando, Satu Data, Satu Target
Azis Subekti juga memberikan penekanan penting bahwa pembentukan Satgas atau badan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana tidak boleh justru menambah kerumitan birokrasi atau memperlambat koordinasi. Lembaga baru ini harus dipahami sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai “mesin pemulihan” yang efisien, bukan sekadar tambahan stempel atau lembaga yang memperpanjang alur kerja.
Prinsip utama yang harus dipegang teguh dalam operasionalisasi satgas ini adalah kesatuan komando, kesatuan data, kesatuan target, dan kesatuan ritme kerja yang terintegrasi dari tingkat pusat hingga daerah. “Karena itu, satgas/badan rehabilitasi dan rekonstruksi harus dipahami sebagai mesin pemulihan, bukan tambahan stempel bukan sekedar tambah lembaga apalagi bikin kerja berbelit. Badan/Satgas rehabilitasi dan rekonstruksi itu harus menjadi satu komando, satu data, satu target, satu ritme dari pusat sampai daerah,” pungkasnya.
Pembentukan satgas khusus ini akan menjadi ujian nyata bagi keseriusan negara dalam memastikan bahwa proses pemulihan pascabencana berjalan secara efektif dan tepat sasaran. Azis meyakini, jika satgas ini dibentuk dan dijalankan dengan benar, maka upaya pemulihan tidak akan sekadar menjadi sebuah “proyek”, melainkan terwujud sebagai kerja nyata negara yang konkret, terukur, dan dampaknya benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat hingga ke tingkat akar rumput. Dukungan penuh diberikan kepada Presiden Prabowo untuk melaksanakan tugas yang sangat dibutuhkan ini, yaitu eksekusi yang rapi dan cepat demi pemulihan pascabencana.

















