No Result
View All Result
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclamer
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Login
batampena.com
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature
batampena.com
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature
batampena.com
No Result
View All Result
Home Opini

Demokrasi Terlilit Rakus, Rusak, Resah?

Rizki by Rizki
23 Desember 2025 - 07:31
in Opini
0

Diskusi ringan di sebuah kedai kopi di bilangan Kwitang, Jakarta Pusat, memantik sebuah refleksi mendalam mengenai hubungan antara demokrasi, pengelolaan sumber daya alam, dan bencana yang melanda negeri. Duduk mengelilingi meja jati berukir, terlintas sebuah pertanyaan: apakah keindahan serat kayu yang membentuk meja ini berasal dari hutan-hutan yang kini rentan terhadap bencana? Dan sejauh mana alam berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia?

Pertanyaan ini kemudian berlanjut pada inti permasalahan: bagaimana hubungan antara alam dengan demokratisasi kepemimpinan di Indonesia? Demokrasi, yang seharusnya menjadi teropong aspirasi kedaulatan rakyat dan panglima suara mereka, diharapkan mampu mengantarkan kesejahteraan melalui pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana. Namun, ironisnya, rakyat seolah terperangkap dalam pusaran tiga kekuatan destruktif: kerakusan, kerusakan, dan kerasukan. Benarkah demikian?

Pusaran Tiga Kekuatan Destruktif

Ketika berbicara tentang kerakusan, sifat ini memang merupakan naluri alami manusia. Namun, tanpa benteng moral yang kuat, kerakusan dapat menjerumuskan manusia ke dalam kubangan dosa sosial. Hal ini seringkali muncul ketika ambisi material melampaui batas kebutuhan, seperti terlihat dalam ketimpangan penguasaan kekayaan alam, di mana segelintir penduduk mengendalikan sebagian besar aset nasional.

Fenomena ini memicu eksploitasi sumber daya alam secara masif, yang berujung pada hilangnya jutaan hektar hutan untuk perkebunan dan pertambangan. Dalam konteks demokrasi, pusaran masalah ini bermula ketika proses politik elektoral mulai terganggu oleh kepentingan ekonomi sempit, yang seringkali mengorbankan kesejahteraan bersama.

Pusaran ini tidak berhenti di situ. Ia terus berlanjut, menyebabkan kerusakan lingkungan, budaya, dan sosial. Belum lagi, negara dan rakyat terus menerus dirugikan oleh praktik korupsi bernilai puluhan triliun rupiah setiap tahunnya. Korupsi ini memperlemah redistribusi kekayaan alam dan memicu konflik agraria di tengah masyarakat.

Baca Juga  UMKM: Adaptasi Teknologi atau Tenggelam?

Selanjutnya, persoalan ketahanan pangan juga menjadi isu krusial. Dari Sabang hingga Merauke, upaya pemenuhan pangan belum sepenuhnya maksimal, bahkan beberapa kebutuhan pangan harus diimpor, mengancam kemandirian para petani lokal. Padahal, narasi tentang pemerataan pembangunan dan penciptaan jutaan lapangan kerja seringkali digaungkan untuk menutupi ketidakseimbangan keadilan yang dirasakan rakyat.

Oleh karena itu, jika dicermati, berbagai peristiwa tersebut, ditambah lagi dengan minimnya pengawasan yang kuat, berisiko menjadikan demokrasi sebagai alat pembenaran atas kerusakan, bukan sebagai penyeimbang ekologi dan penguat ketahanan pangan. Puncak dari semua ini adalah kerusakan yang lebih parah, di mana kerakusan dapat menjelma menjadi “kerasukan” kolektif yang didorong oleh nafsu sesaat, menguasai dan mendegradasi akal sehat.

Jika potensi ini terwujud dalam kebijakan yang kontradiktif, privatisasi berlebihan, dan beban utang negara yang memberatkan rakyat serta membebani generasi mendatang, maka situasi tersebut sudah masuk dalam mode “peringatan” atau warning.

Menuju Demokrasi yang Berimbang: Solusi Holistik

Rakyat membutuhkan langkah-langkah cepat dan solutif untuk keluar dari pusaran masalah ini dan mewujudkan demokrasi yang berimbang. Diperlukan beragam pendekatan holistik untuk mencapai tujuan tersebut.

Beberapa strategi yang dapat diimplementasikan antara lain:

  • Penguatan Moral Individu:
    Hal pertama yang krusial adalah memperkuat fondasi moral individu. Kampanye tentang “zuhud” (menjauhi duniawi secara berlebihan) dan “mujahadah” (berjuang) untuk membangun integritas pemilih dan calon pemimpin, terutama di momentum Pemilu dan Pilkada, sangatlah penting. Tujuannya adalah melahirkan pemimpin berkualitas yang tidak hanya dekat dengan rakyat, tetapi juga tunduk pada aturan Tuhan dan hukum alam semesta.

  • Reformasi Institusi:
    Diperlukan reformasi institusi yang signifikan. Ini mencakup penerapan kebijakan pajak progresif bagi individu superkaya, serta upaya nasionalisasi bertahap terhadap sumber daya strategis. Semua ini harus dilakukan dengan transparansi yang berbasis digital pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), misalnya melalui teknologi blockchain, alih-alih menjadikan pajak sebagai alat pemerasan terhadap rakyat kecil.

  • Peningkatan Peran dan Partisipasi Rakyat:
    Dalam urusan kebijakan negara, peran dan partisipasi aktif rakyat sangatlah penting. Mengingat semua keputusan politik pada akhirnya bermuara pada kepentingan rakyat, diperlukan pemahaman progresif yang diberikan kepada masyarakat. Model pendidikan politik, literasi, dan demokrasi perlu digalakkan di ruang-ruang komunitas berbasis kewargaan. Tujuannya adalah agar rakyat memahami kebijakan yang dikeluarkan negara, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam seperti pertambangan dan lingkungan.

  • Penguatan Pengawasan Global dan Lokal:
    Sektor pengawasan, baik di tingkat global maupun lokal, memegang peranan yang sangat penting. Diperlukan kolaborasi dengan berbagai lembaga, baik lokal, nasional, maupun internasional, untuk melakukan audit independen. Selain itu, posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai benteng anti korupsi perlu terus diperkuat.

Baca Juga  Brian's Love Reflection: Surrender & Humility to End 2025

Dengan pemikiran dan langkah-langkah tersebut, diharapkan di masa depan, demokrasi tidak lagi menjadi pusaran kehancuran, melainkan menjadi sebuah aliran yang mengalirkan kemakmuran berkelanjutan bagi seluruh bangsa.

Refleksi Bencana dan Pesan Moral

Bukankah fakta-fakta bencana alam di Aceh dan berbagai wilayah lain yang disiarkan oleh media sudah cukup menjadi bukti? Longsor yang memporak-porandakan perkampungan dan merenggut hak hidup warga, bisa jadi merupakan dampak dari kerakusan terhadap sumber daya alam. Eksploitasi hutan yang berlebihan dan perubahan tata guna lahan telah menyebabkan hilangnya penyangga ekosistem.

Jika kita mau jujur, bukankah dampak tersebut telah melahirkan kerusakan ekologis yang dahsyat, akibat dari rusaknya area Daerah Aliran Sungai (DAS) dari hulu ke hilir yang mencapai puluhan ribu hektare? Ironisnya, kerusakan dan ketimpangan ini diperburuk oleh ulah oknum dan korporasi yang serampangan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).

Fakta-fakta ini, bolehkah disebut sebagai sebuah “kerasukan” yang muncul ketika akal sehat terganggu oleh kepentingan sempit, diperparah oleh lambatnya penanganan awal yang kerap dikritik oleh koalisi masyarakat sipil dan pemerhati lingkungan hidup?

Kita mungkin teringat akan pesan mendiang Gus Dur, yang pernah menegaskan, “Demokrasi bukan sekadar pemilu, tapi bagaimana kita menjaga kemanusiaan agar tidak dimakan nafsu serakah duniawi.” Guru bangsa itu mengingatkan bahwa tanpa moralitas sumber daya manusia (SDM) terhadap sumber daya alam (SDA), dan demokrasi yang tanpa arah yang tepat, justru akan mempercepat kehancuran tatanan alam dan masyarakat.

Oleh karena itu, ke depan, mungkin diperlukan solusi-solusi holistik yang berbasis kerakyatan, sebagai upaya penguatan pencegahan yang terintegrasi dengan literasi lingkungan dalam pendidikan demokrasi kita.

Editor: Riko A Saputra

Rizki

Rizki

Baca Juga

Opini

Opini: Homo Digitalis, Identitas yang Terombang-ambing

30 Desember 2025 - 13:46
Opini

Membangun Ulang Paradoks

26 Desember 2025 - 03:02
Opini

Najwa Shihab: Berani Ciptakan “Orang Dalam” Sendiri

22 Desember 2025 - 10:36
Opini

Brian’s Love Reflection: Surrender & Humility to End 2025

21 Desember 2025 - 12:27
Opini

Khutbah Jumat: Makna Hakikat Umur Panjang

21 Desember 2025 - 05:28
Opini

UMKM: Adaptasi Teknologi atau Tenggelam?

20 Desember 2025 - 13:52
  • Trending
  • Comments
  • Latest

FIFA Batal, Malaysia Terancam Sanksi AFC

24 Desember 2025 - 04:09

Jadwal Libur Nasional 2026: 1 & 2 Januari Merah & Cuti?

26 Desember 2025 - 11:51

Tabel KUR BRI 2025: Cicilan Rp 1 Jutaan untuk Pinjaman 100 Juta

20 Desember 2025 - 17:58

Husein Sastranegara Buka Lagi: Semarang-Bandung Terhubung Langsung

26 Desember 2025 - 03:35

Daftar Lengkap Ore The Forge Roblox: Statistik Iron hingga Darkryte Desember 2025!

17 Desember 2025 - 21:47

Romo Mudji Sutrisno Wafat di Usia 71: Sakit dan Perawatan di RS Carolus

30 Desember 2025 - 23:06

Warisan Nenek Elina: Sahkah Jual Tanah Tanpa Izin Semua Ahli Waris?

30 Desember 2025 - 22:53

Hellyana Tunda Pemeriksaan, Pelapor Ijazah Palsu Wagub Akui Ditawari Uang

30 Desember 2025 - 22:39

Tiga Pilar PDIP Solo Raya Pamit Mundur

30 Desember 2025 - 22:26

Bupati Bulukumba Geram: PPPK Paruh Waktu Berlebihan Usai Terima SK

30 Desember 2025 - 22:13

Pilihan Redaksi

Romo Mudji Sutrisno Wafat di Usia 71: Sakit dan Perawatan di RS Carolus

30 Desember 2025 - 23:06

Warisan Nenek Elina: Sahkah Jual Tanah Tanpa Izin Semua Ahli Waris?

30 Desember 2025 - 22:53

Hellyana Tunda Pemeriksaan, Pelapor Ijazah Palsu Wagub Akui Ditawari Uang

30 Desember 2025 - 22:39

Tiga Pilar PDIP Solo Raya Pamit Mundur

30 Desember 2025 - 22:26
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclamer
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2025 batampena.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Daerah
    • Batam
    • Kepulauan Riau
      • Tanjungpinang
      • Bintan
      • Karimun
      • Natuna
      • Lingga
  • Nasional
    • pendidikan-dan-pembelajaran
    • Serba-serbi
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Energi & BBM
    • Investasi
    • Keuangan
  • Hukum & Kriminal
    • Hukum
    • kejahatan
  • politik
    • Partai Politik
    • Pemilu
  • Internasional
    • Asia
    • Eropa
    • Amerika
    • Global
  • Olahraga
    • Sepak Bola
    • MotorGP
    • Lainnya
  • Opini
    • Kolom
    • Surat Pembaca
    • Editorial
  • Liputan Khusus
    • Investigasi
    • Human Interest
    • Laporan Mendalam
    • Feature

Copyright © 2025 batampena.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In