Kebutuhan Penetapan Bencana Nasional untuk Banjir Sumatra
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ansory Siregar, menyerukan agar pemerintah segera menetapkan banjir di Sumatra sebagai bencana nasional. Ia menilai langkah ini adalah tindakan yang paling rasional dan manusiawi yang dapat dilakukan oleh pemerintah.
Menurut Ansory, data terbaru menunjukkan bahwa skala bencana sudah melampaui kemampuan penanganan pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah pusat harus hadir sepenuhnya karena banjir bandang di Sumatra merupakan tragedi besar yang tidak bisa dihadapi hanya oleh pihak daerah.
Ansory menegaskan bahwa korban di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat tidak boleh menghadapi musibah ini sendirian. Ia menyatakan bahwa dengan data yang begitu besar, keputusan untuk menetapkan bencana nasional justru menjadi tindakan yang paling rasional dan paling manusiawi.
Hingga Rabu (3/12/2025) pukul 10.47 WIB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban meninggal dunia telah mencapai 753 jiwa, sementara 650 jiwa masih dinyatakan hilang. Tim SAR gabungan Basarnas juga telah mengevakuasi 33.173 warga dari berbagai zona berbahaya. Data ini menunjukkan bahwa kondisi di lapangan masih jauh dari stabil dan terus bergerak dinamis.
Tidak hanya korban jiwa dan pengungsian massal, dampak infrastruktur juga tergolong berat. Ribuan rumah warga rusak total, puluhan jembatan dan fasilitas publik hancur, serta akses jalan di sejumlah kabupaten terputus dan belum dapat dipulihkan sepenuhnya.
Menurut Ansory, tragedi di tiga provinsi di Sumatra ini tidak lagi dapat dipandang sebagai musibah regional, melainkan sebagai darurat kemanusiaan berskala nasional yang memerlukan mobilisasi penuh dari pemerintah pusat. Tanpa status tersebut, upaya pencarian korban hilang dan pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi berpotensi berjalan lambat karena keterbatasan kewenangan dan anggaran di tingkat daerah.
Pentingnya Audit Kerusakan Lingkungan
Ansory juga mendorong pemerintah segera menyiapkan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang, untuk pemulihan daerah-daerah terdampak banjir. Selain itu, ia juga mendorong pemerintah melakukan audit kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai, yang selama ini menjadi pemicu banjir bandang di Sumatra.
Menurut Ansory, bencana kali ini harus menjadi titik balik tata kelola lingkungan dan mitigasi risiko di Indonesia. Dia memastikan DPR akan mengawal proses ini agar pemerintah pusat segera mengambil langkah konkret.
“Ini bukan hanya duka Sumatra. Ini duka Indonesia,” ujar dia.

Tidak Ada Lagi Wilayah Terisolasi
Sebelumnya, Basarnas mengungkapkan bahwa sudah tidak ada lagi wilayah terisolasi pasca-banjir bandang di beberapa daerah Sumatra. Hal itu disampaikan Kepala Basarnas Mohammad Syafii di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, ketika ditanya kabar wilayah Tamiang, Singkil di Aceh, yang masih terisolasi.
“Daerah terisolasi sebenarnya saat ini sudah terbuka, kalau misalkan ada berarti kan ada laporan, saat ini sudah tidak ada laporan tentang itu,” kata Syafii, Selasa (2/11/2025).
Syafii mengatakan, Basarnas tetap memaksa masuk ke daerah-daerah terisolasi, untuk mencari orang hilang. Daerah yang terisolasi tidak ada sarana perhubungan, sehingga tim SAR gabungan belum masuk ke daerah itu.
“Jadi, terkait dengan kemarin ada beberapa daerah yang terisolasi. Jadi bukan karena kita tidak masuk ke sana, tapi daerah yang terisolasi ini mereka tidak memiliki sarana perhubungan untuk menginformasikan, sehingga Tim SAR gabungan belum masuk ke daerah itu. Sehingga ada penambahan jumlah korban yang akan kita cari,” kata Syafii.


















