Amerika Serikat (AS) tengah mempertimbangkan langkah strategis dalam kebijakan tarifnya, termasuk potensi penghapusan bea masuk untuk barang-barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Kevin Hassett, kepala Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, mengungkapkan bahwa pemerintah sedang meninjau secara mendalam barang-barang yang masuk kategori tersebut.
“Jika ada sesuatu yang sama sekali tidak diproduksi di AS, [Perwakilan Perdagangan AS] Jamieson Greer memimpin upaya mempelajari ini, bahwa ada keinginan untuk mengecualikan beberapa hal jika memang tidak seharusnya diproduksi di AS, misalnya karena iklim atau hal-hal semacam itu,” ujar Hassett dalam sebuah wawancara di acara “Face the Nation with Margaret Brennan” di CBS.
Langkah ini mencerminkan penyesuaian kebijakan yang mungkin dilakukan oleh pemerintahan AS dalam menghadapi dinamika pasar global dan kemampuan produksi domestik.
Peran Mahkamah Agung dalam Kebijakan Tarif
Selain itu, Hassett juga menyuarakan keyakinannya bahwa Mahkamah Agung AS akan memberikan dukungan terhadap pemerintah dalam perkara yang sedang mereka pertimbangkan. Keputusan Mahkamah Agung ini krusial karena akan menentukan apakah presiden memiliki wewenang untuk secara sepihak memberlakukan tarif berdasarkan undang-undang kekuasaan darurat federal.
Pemerintahan Trump memang telah memanfaatkan undang-undang tersebut sebagai dasar untuk mengenakan bea masuk pada hampir seluruh mitra dagang AS. Oleh karena itu, dukungan dari Mahkamah Agung akan memperkuat posisi pemerintah dalam menjalankan kebijakan tarifnya.
“Kami benar-benar berharap Mahkamah Agung akan berpihak kepada kami,” tegas Hassett, menunjukkan betapa pentingnya putusan ini bagi strategi ekonomi AS.
Manfaat Tarif: Perbaikan Inflasi dan Kenaikan Pasar Saham
Presiden AS Donald Trump sendiri telah berulang kali menekankan pentingnya tarif yang dikenakan pada barang-barang impor. Pada 9 November lalu, Trump mencatat bahwa tarif tersebut telah berkontribusi signifikan dalam memperbaiki tingkat inflasi di negaranya dan mendorong harga saham AS mencapai rekor tertinggi.
Trump juga tidak ragu untuk mengkritik para penentang kebijakan tarifnya. Ia menekankan bahwa AS telah meraup keuntungan triliunan dolar dari tarif tersebut, yang menurutnya akan sangat membantu dalam melunasi utang negara yang membengkak hingga US$37 triliun atau setara dengan Rp619,2 kuadriliun.
Potensi Dividen Tarif untuk Warga Negara
Lebih lanjut, Trump memiliki visi untuk mendistribusikan sebagian pendapatan dari tarif tersebut kepada warga negaranya. Ia berjanji akan memberikan dividen sebesar US$2.000 atau sekitar Rp33,4 juta per orang kepada warga AS, dengan pengecualian bagi mereka yang berpenghasilan tinggi.
Namun, implementasi ide Trump untuk membagikan cek senilai US$2.000 kepada warga Amerika yang didanai dari pendapatan bea masuk, menurut Hassett, akan sangat bergantung pada persetujuan Kongres.
“Saya memperkirakan bahwa di tahun baru, presiden akan mengajukan proposal kepada Kongres untuk mewujudkannya,” ujar Hassett, menandakan bahwa proses legislasi akan menjadi kunci utama.
Sejak bulan Juli, Trump telah secara konsisten mengemukakan kemungkinan pengembalian dana bagi sebagian warga Amerika berdasarkan pendapatan dari bea masuk. Bulan lalu, presiden kembali menegaskan rencananya melalui media sosial, menyatakan bahwa “dividen setidaknya $2.000 per orang (tidak termasuk orang berpenghasilan tinggi!) akan dibayarkan kepada semua orang.”
Menteri Keuangan Scott Bessent pernah memberikan keterangan kepada Fox News bulan lalu bahwa cek tersebut kemungkinan akan ditujukan kepada rumah tangga dengan pendapatan di bawah US$100.000. Pada saat itu, Bessent masih menyebutkan bahwa hal tersebut masih “dalam pembahasan.”
Mekanisme dan Syarat Pembagian Dividen
Hassett menjelaskan bahwa Kongres AS harus menyetujui alokasi dana tersebut. Prosesnya kemungkinan akan melibatkan pengeluaran melalui kode pajak, yang berarti para anggota parlemen perlu mengesahkan undang-undang baru. Undang-undang ini akan memberikan wewenang kepada Departemen Keuangan untuk mendistribusikan cek bantuan tunai tersebut.
Meskipun demikian, Hassett optimis dengan prospek pemberian bantuan tunai ini. Ia menyoroti “banyak berita positif tentang ekonomi” yang telah terjadi sejak bulan Juli, yang menurutnya semakin memperbesar kemungkinan terealisasinya program pembagian dividen tarif tersebut. Perkembangan ekonomi yang positif ini menjadi indikator bahwa negara memiliki kapasitas untuk memberikan dukungan finansial tambahan kepada warganya.

















