Dampak Banjir pada Kesehatan Ibu Hamil: Ancaman Tersembunyi di Balik Air Bah
Banjir, bencana alam yang kerap melanda berbagai wilayah di Indonesia, tidak hanya menyebabkan kerugian materiil dan fisik, tetapi juga mengancam aspek krusial dalam kehidupan, yaitu kesehatan ibu hamil. Akses terhadap fasilitas kesehatan seperti puskesmas, bidan praktik mandiri, hingga rumah sakit sering kali terputus akibat genangan air, bahkan menjadi mustahil untuk dijangkau. Konsekuensi paling nyata dari terputusnya akses ini adalah tertundanya kunjungan perawatan antenatal atau antenatal care (ANC) yang seharusnya rutin dilakukan.
Perawatan antenatal jauh dari sekadar agenda administratif. Setiap kunjungan memiliki makna mendalam dalam memantau kesehatan ibu dan janin. Di dalamnya mencakup pemeriksaan vital seperti tekanan darah, kadar gula darah, pemantauan pertumbuhan janin, serta edukasi mengenai tanda-tanda bahaya kehamilan. Ketika banjir menghalangi ibu hamil untuk mendapatkan layanan ini, risiko kesehatan bagi ibu dan janin secara signifikan meningkat, sebuah ancaman yang sering kali luput dari kesadaran banyak pihak.
Berbagai laporan dan studi ilmiah telah mengkonfirmasi hubungan antara gangguan layanan kesehatan maternal akibat bencana alam, termasuk banjir, dengan keterlambatan deteksi komplikasi kehamilan. Dampaknya mungkin tidak selalu terlihat secara instan, namun jika tidak ditangani dengan sigap, dapat berujung pada kondisi yang serius dan membahayakan.
Risiko Kesehatan Ibu Hamil Akibat Terputusnya Perawatan Antenatal
Terputusnya rantai perawatan antenatal membuka celah bagi kondisi berisiko tinggi seperti preeklamsia untuk berkembang tanpa terdeteksi. Preeklamsia, sebuah kondisi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan adanya protein dalam urine, sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas di tahap awal. Deteksi dini preeklamsia sangat bergantung pada pemeriksaan tekanan darah dan urine secara rutin yang seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari ANC.
Keterlambatan dalam mendiagnosis preeklamsia dapat berujung pada komplikasi yang mengancam jiwa, mulai dari kejang, kegagalan fungsi organ, hingga bahkan kematian ibu dan janin. Risiko serupa juga mengintai ibu hamil yang mengidap diabetes gestasional. Kondisi ini, yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah selama kehamilan, sering kali tidak disertai keluhan yang spesifik. Namun, dampaknya pada kehamilan bisa sangat besar, mulai dari bayi yang lahir dengan berat badan berlebih (makrosomia) hingga komplikasi yang menyulitkan proses persalinan.
Studi-studi menunjukkan bahwa terganggunya layanan perawatan antenatal selama masa krisis atau bencana alam berkorelasi dengan peningkatan komplikasi kehamilan yang sebenarnya dapat dicegah melalui skrining rutin. Selain itu, pemantauan pertumbuhan janin dan deteksi anemia pada ibu hamil juga menjadi terhambat. Dalam situasi darurat dan bencana, risiko anemia dan malnutrisi pada ibu hamil cenderung meningkat akibat terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan dan pangan yang memadai. Kondisi ini pada akhirnya akan berdampak buruk pada kesehatan bayi yang dikandungnya.
Langkah Strategis Ibu Hamil dalam Situasi Krisis
Menghadapi situasi bencana, ibu hamil diimbau untuk tetap proaktif dalam menjaga komunikasi dengan tenaga kesehatan, meskipun kunjungan tatap muka mungkin sulit dilakukan.
Memanfaatkan Teknologi untuk Konsultasi:
Jika memungkinkan, manfaatkan teknologi telekonsultasi atau komunikasi jarak jauh. Hubungi bidan atau dokter kandungan untuk melaporkan kondisi terkini, keluhan yang dirasakan, serta hasil pemeriksaan sederhana yang masih dapat dilakukan secara mandiri.Meningkatkan Kewaspadaan terhadap Tanda Bahaya:
Ibu hamil perlu lebih waspada terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan yang mungkin muncul. Tanda-tanda tersebut meliputi sakit kepala yang hebat, gangguan penglihatan seperti pandangan kabur, pembengkakan mendadak pada wajah dan tangan, nyeri perut yang tidak tertahankan, atau penurunan gerakan janin. Jika gejala-gejala ini timbul, segera cari pertolongan medis, meskipun akses menuju fasilitas kesehatan terhambat.Mencatat Riwayat Kehamilan:
Di tempat pengungsian atau wilayah yang terdampak banjir, ibu hamil sangat dianjurkan untuk mencatat riwayat kehamilan, usia kehamilan, dan hasil pemeriksaan terakhir jika memungkinkan. Informasi ini akan sangat berharga bagi tenaga kesehatan ketika layanan kesehatan kembali tersedia atau saat pelayanan kesehatan darurat diberikan.
Banjir tidak hanya meninggalkan jejak fisik dan kerugian ekonomi, tetapi juga secara nyata memutus mata rantai penting dalam perawatan kesehatan ibu hamil. Terhentinya perawatan antenatal secara signifikan meningkatkan risiko komplikasi kehamilan seperti preeklamsia dan diabetes gestasional, yang menjadi lebih sulit dideteksi secara tepat waktu.
Oleh karena itu, penguatan layanan kesehatan ibu dalam situasi bencana menjadi sebuah keharusan. Hal ini dapat diwujudkan melalui penyediaan layanan kesehatan darurat yang memadai, pengembangan sistem telemedisin yang efektif, serta pembangunan sistem rujukan yang adaptif terhadap kondisi bencana. Langkah-langkah ini adalah kunci untuk mencegah dampak jangka panjang yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan generasi penerus bangsa.

















