Perdebatan tentang Dana Pemda yang Mengendap di Bank
Perdebatan antara Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait data dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di bank kini semakin menjadi perhatian publik. Terbaru, anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, memberikan reaksi atas polemik ini.
Polemik ini dimulai dari pernyataan Menkeu Purbaya yang menyebut bahwa ada dana pemda yang menganggur di bank sebesar Rp234 triliun. Dari jumlah tersebut, 15 daerah memiliki dana terbanyak yang disimpan di bank, salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat dengan nilai Rp4,1 triliun. Purbaya menilai hal ini sebagai bukti bahwa pemda tidak mampu dalam menyerap anggaran.
“Serapan rendah menyebabkan peningkatan simpanan uang pemda yang nganggur di bank hingga Rp234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada tapi soal kecepatan eksekusi,” katanya dalam rapat bersama kepala daerah secara daring di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat.
Namun, pernyataan ini langsung dibantah oleh Dedi Mulyadi. KDM, sapaan akrab Dedi Mulyadi, bahkan menantang Menkeu Purbaya untuk membuktikan tudingan dana APBD Jabar senilai Rp4,17 triliun mengendap di bank dalam bentuk deposito.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis.
Tudingan itu, menurut Dedi, tidak berdasar karena tidak semua daerah mengalami kesulitan fiskal atau sengaja memarkir anggaran di perbankan. Bahkan, sebagian besar pemerintah daerah justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.
“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik, bisa membelanjakan kepentingan masyarakatnya dengan baik, bisa jadi juga ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan keuangan daerahnya dengan baik,” ujarnya.
Meski begitu, Dedi tidak menutup kemungkinan ada daerah yang memang menempatkan dananya dalam bentuk deposito. Karena itu, ia mendesak pemeruitah pusat membuka data secara terbuka untuk menghindari opini negatif terhadap daerah lain.
“Tentunya ini adalah sebuah problem yang harus diungkap secara terbuka dan diumumkan kepada publik sehingga tidak membangun opini bahwa seolah-olah daerah ini tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pengelolaan keuangan,” katanya.
Dedi menegaskan, tudingan ini dapat merugikan daerah yang telah bekerja maksimal dalam pengelolaan fiskal. Ia pun meminta Purbaya bersikap adil dan transparan dengan membuka daftar daerah yang benar-benar menaruh uang APBD dalam deposito.
“Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito,” kata Dedi.
Menkeu Purbaya menegaskan, data yang ia sampaikan mengenai dana APBD yang mengendap bersumber langsung dari Bank Indonesia (BI), dan bukan merupakan hasil perhitungan internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia bahkan menduga Gubernur Dedi menerima informasi yang tidak tepat dari stafnya.
“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia, loh. Karena itu laporan dari perbankan. Data pemerintah, sekian, sekian, sekian,” ujar Purbaya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (21/10/2025).
Purbaya juga membantah anggapan yang menyebut dirinya secara spesifik menyinggung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Ia menjelaskan, data mengenai dana APBD yang mengendap di bank sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah.
Lebih lanjut, Purbaya menilai pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi seperti sedang berdebat dengan dirinya sendiri. Hal ini karena semua data yang ia gunakan berasal dari sistem pelaporan perbankan di BI.
“Dia hanya tahu Jabar saja, kan. Saya enggak pernah sebut data Jabar. Kalau mau periksa, ya periksa saja sendiri di sistem monitoring BI. Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” ujar Purbaya.
Dedi Mulyadi bahkan sampai mendatangi kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Bank Indonesia (BI), Rabu (22/10/2025). Di Kantor Kemendagri, mantan Bupati Purwakarta itu datang bersama sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, untuk audiensi dengan Mendagri Tito Karnavian.
Dedi sempat memeriksa dan mencocokkan data dari Pemprov Jabar dengan milik Kemendagri. Hasilnya, dana Pemprov Jabar yang tersimpan di bank nilainya sekitar Rp2,6 triliun, bukan Rp4,1 triliun.
“Data dari Kemendagri dan data dari Pemprov sama. Bahwa terhitung pada tanggal 17 itu ya angkanya sekitar Rp2,6 triliun,” ujar Dedi.
Ia menjelaskan, data yang dimiliki Kemendagri berasal dari laporan keuangan yang disampaikan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah. Dedi menegaskan, dana Rp2,6 triliun ini bukan uang mengendap, melainkan uang kas Pemprov Jabar yang memang harus disimpan di bank.
“Angkanya sekitar Rp2,6 triliun dan itu bukan uang mengendap, itu adalah uang kas Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang disimpan di Bank Jabar. Kan kas tidak bisa disimpan di brankas,” jelasnya.
Dedi menjelaskan, kas daerah memang akan fluktuatif, mengikuti belanja yang dilakukan pemerintah daerah (Pemda). “Angka di APBD ini kan fluktuatif. Misalnya gini, di bulan September misalnya angka Rp3,8 triliun. Nah nanti bulan Oktober kan dibayarkan lagi untuk gaji pegawai. Kemudian bayar kegiatan-kegiatan pemerintah, bayar kontrak-kontrak kerja,” kata Dedi.
Kas daerah juga tidak bisa ditarik atau digunakan langsung hingga habis. Dana yang dibelanjakan secara bertahap ini perlu disimpan di bank. Ia juga membantah Pemprov Jabar menyimpan uang dalam bentuk deposito.
“Di Provinsi Jawa Barat per hari ini seluruh uangnya tidak ada yang tersimpan di deposito. Tersimpannya anggaran Provinsi ya, di luar BLUD. Itu tersimpannya dalam bentuk giro,” imbuhnya.
Bantahan Dedi Mulyadi itu justru akan membuat Pemprov Jabar diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menkeu Purbaya menyebut cara menyimpan dana dalam bentuk giro malah lebih rugi karena bunga yang rendah.
“Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposito, tapi di giro. [Itu] malah lebih rugi lagi, bunganya lebih rendah kan. Kenapa di giro kalau gitu, pasti nanti akan diperiksa BPK itu,” kata Purbaya ketika ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Terkait dengan banyaknya kepala daerah membantah adanya dana mengendap di bank, Purbaya tak mau ambil pusing dan enggan mengurusnya.
“Enggak, bukan urusan saya itu, biar saja BI (Bank Indonesia) yang kumpulin data. Saya cuma pake data bank sentral aja,” ujar Purbaya.
Rieke Diah Pitaloka Bereaksi
Melalui unggahan Instagram, Rieke Diah Pitaloka menyebut dirinya hanya menonton perdebatan tersebut.
“Beberapa hari ini terjadi perdebatan Kang Purbaya sama Kang Dedi, dan Nyi Iroh (Rieke) jadi penonton,” ujarnya.
Dia pun meminta agar kedua belah pihak bisa duduk bersama untuk mencari solusi.
“Yang akur-akur saja, bisa diobrolin supaya ada solusi gitu,” lanjutnya.
Dalam unggahannya tersebut, Rieke juga sempat menyinggung persoalan utang BUMN ke Bank BJB.

















