Ribuan buruh di Kota Batam dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day melakukan demo di depan kantor Pemerintah Kota (Pemko) Batam. Dalam kegiatan itu para buruh masih tetap menyuarakan perihal penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Menurut Ketua Konsulat cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Yapet Ramon mengatakan bahwa UU Cipta Kerja terlihat sangat merugikan rakyat Indonesia khususnya dari kelompok buruh.
“Kami dari serikat pekerja meminta supaya pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo dan Gibran untuk mencabut UU nomor 6 Tahun tentang Cipta Kerja. Undang-undang itu sangat merugikan para pekerja dan hanya menguntung para kelompok pengusaha saja. Dalam undang-undang itu tidak ada kepastian bagi para buruh dalam bekerja karena tidak ada cerita permanen lagi. Dengan situasi demikian kami para buruh tidak bisa membeli barang secara kredit, contohnya saja kredit motor dan rumah. Kami buruh takut untuk kredit karena tidak permanen karena di pertengahan waktu tidak diketahui pengusaha langsung memutuskan hubungan kerja karena tidak ada lagi permanen walaupun sudah bertahun-tahun bekerja di perusahaan itu,” kata Yapet Ramon saat dikonfirmasi Batampena.com melalui sambungan telepon, Rabu (01 Mei 2024).
Yapet Ramon juga menilai bahwa UU Cipta Kerja terlihat kesewenang-wenangan pengusaha hanya untuk kepentingan bisnisnya saja. Hal itu sangat bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. “Berdasarkan UU Cipta Kerja maka para buruh bekerja bisa 7 hari dalam seminggu. Kalau di UU Ketenagakerjaan yang lama maksimal bekerja hanya 6 hari atau hari Minggu itu dikategorikan hari libur. Kalaupun harus bekerja di hari Minggu itu hitungannya lembur tetapi kalau di UU Cipta Kerja itu bukan masuk hitungan lembur karena kategorinya hari wajib. Selanjutnya di UU Cipta Kerja ini ada bahasa jika pengusaha tidak ada orderan maka pengusaha bisa mengurangi jam kerja para pekerja tanpa harus dibayarkan upahnya atau disebutkan flexible time. Kalau kaya begini bagaimana perhitungan upah per-bulannya,” ujar Yapet Ramon.
Yapet Ramon menerangkan bahwa dalam demo di May Day 2024 mengusung 4 isu secara nasional dan 1 isu lokal, diantaranya adalah:
1. Mencabut UU Cipta Kerja khususnya cluster ketenagakerjaan dan Perumahan Agraria.
2. Segera menghapus praktek kerja outsourcing dan menolak upah murah guna menaikkan upah minimum tahun 2025. Upah minimum untuk para pekerja harus naik diangka 15 persen.
3. Pemerintah harus memperhatikan kesehatan dan keselamatan pekerja. Setiap buruh harus aman mulai dari berangkat bekerja sampai pulang ke rumahnya.
4. Segera cabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan atau yang dikenal dengan PPH 21.
“Dalam PP Nomor 58 Tahun 2023 berpotensi ada kelebihan bayar pajak penghasilan para buruh dan negara mengembalikan uang kelebihan membayar pajak. Kalau dikembalikan uang kelebihan bayar pajak itu boleh saja tetapi harus ada bunganya,” ucap Yapet Ramon.
Yapet Ramon juga meminta kepada Pemerintah Kota/Kabupaten dan Provinsi di Kepri serta penegak hukumnya untuk menciptakan Pilkada tahun 2024 ini berjalan dengan damai dan aman serta lancar.
Dalam kesempatan berbeda Walikota Batam, Muhammad Rudi berjanji akan menyampaikan segala keluh-kesah para buruh di Kota Batam kepada Pemerintah Pusat di Jakarta.

(Sumber foto: Donella – Batampena.com)
Aksi demo di depan gedung Pemko Batam berakhir dengan acara doa bersama dan pemotongan nasi tumpeng yang diberikan oleh Muhammad Rudi kepada kelompok buruh di Kota Batam.
Penulis : Donella Bangun
Editor : Joni Pandiangan

















