Enam Anggota Polri Terlibat Pengeroyokan Maut Debt Collector di Kalibata, Sidang Etik Menanti
Kejadian tragis yang melibatkan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali menggemparkan publik. Sebanyak enam anggota Polri dari Satuan Pelayanan Markas di Markas Besar (Mabes) Polri telah ditetapkan sebagai terduga pelanggar kode etik. Penetapan ini menyusul keterlibatan mereka dalam aksi pengeroyokan brutal terhadap dua orang yang berprofesi sebagai debt collector di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, pada Kamis, 11 Desember 2025. Insiden mengerikan ini berujung pada meninggalnya kedua korban.
Kronologi Mengerikan: Pengeroyokan Hingga Tewas
Peristiwa nahas ini bermula pada Kamis, 11 Desember 2025, ketika dua debt collector, yang diidentifikasi dengan inisial MET dan NAT, menjadi korban pengeroyokan sadis di area sekitar TMP Kalibata. Salah satu korban dilaporkan meninggal dunia di lokasi kejadian, sementara korban lainnya sempat kritis sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhirnya. Pihak kepolisian menegaskan bahwa kematian kedua korban bukanlah akibat penembakan, melainkan murni karena pengeroyokan.
Penegasan ini disampaikan oleh Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Nicolas, yang menyatakan, “Tidak ada penembakan, ini murni pengeroyokan.” Pernyataan ini penting untuk mengklarifikasi rumor yang beredar di masyarakat terkait penyebab kematian para korban.
Keterlibatan Anggota Polri Terungkap
Setelah melalui proses penyelidikan dan gelar perkara yang dilakukan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada Jumat, 12 Desember 2025, terungkap fakta mengejutkan. Enam orang yang diduga kuat terlibat dalam aksi pengeroyokan tersebut ternyata adalah anggota Polri yang bertugas di Satuan Pelayanan Markas Mabes Polri. Identitas keenam terduga pelanggar tersebut adalah Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN, dan Bripda AM.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengonfirmasi penetapan keenam anggota tersebut sebagai terduga pelanggar kode etik. Beliau menyatakan bahwa perbuatan mereka dikategorikan sebagai pelanggaran berat.
“Perbuatan enam terduga pelanggar masuk dalam kategori pelanggaran berat,” ujar Brigjen Trunoyudo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Jumat malam.
Sanksi Kode Etik dan Pidana Menanti
Keenam anggota Polri yang diduga terlibat ini akan menghadapi dua jalur penegakan hukum: kode etik profesi dan pidana. Dalam konteks kode etik, mereka dijerat dengan Pasal 17 Ayat 3 Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 13 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 juncto Pasal 8 Huruf C mengenai pelanggaran berat.
Brigjen Trunoyudo menegaskan kembali pentingnya setiap anggota Polri untuk mematuhi norma hukum dan etika, termasuk larangan keras terhadap tindakan kekerasan.
Proses selanjutnya yang akan dilakukan oleh Divisi Propam Polri adalah menyelesaikan pemberkasan kasus ini dan menjadwalkan sidang Komisi Kode Etik. Sidang tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada hari Rabu, 17 Desember 2025.
Selain proses etik, keenam anggota tersebut juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pidana pengeroyokan yang mengakibatkan hilangnya nyawa dua orang. Polri memastikan akan menjalankan proses penegakan hukum ini secara transparan, profesional, dan proporsional, serta memastikan seluruh pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dampak Kerusuhan dan Aksi Balasan
Insiden pengeroyokan maut ini tidak hanya berhenti pada aksi kekerasan itu sendiri. Peristiwa tersebut memicu kemarahan dan aksi balasan dari rekan-rekan korban. Puluhan hingga ratusan orang yang diduga berasal dari kelompok debt collector mendatangi lokasi kejadian di sekitar TMP Kalibata.
Aksi massa ini berujung pada perusakan dan pembakaran sejumlah warung makan serta kendaraan di sekitar area parkir TMP Kalibata. Tercatat, total ada 9 kios, 6 sepeda motor, dan 1 mobil yang menjadi korban amukan massa. Pihak kepolisian menyebutkan bahwa massa datang sebagai bentuk respons atas tewasnya dua rekan mereka.
Situasi di lokasi kejadian dilaporkan telah kondusif setelah pihak kepolisian berhasil mengendalikan massa. Namun, insiden ini meninggalkan catatan kelam mengenai eskalasi kekerasan yang dapat terjadi akibat perselisihan yang melibatkan profesi penagih utang.
Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk aparat penegak hukum, untuk selalu mengedepankan penyelesaian masalah secara damai dan sesuai koridor hukum, serta menjaga integritas dan etika profesi agar kepercayaan publik terhadap institusi Polri tetap terjaga.

















