Peristiwa Mengerikan yang Mengubah Kehidupan Warga Nagari Salareh Aia Timur
Di pinggir sungai, masyarakat Nagari Salareh Aia Timur, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, telah mengukir sejarah kehidupan damai selama berabad-abad. Sungai menjadi urat nadi peradaban, tempat para leluhur menitipkan sumber penghidupan. Namun, kedamaian berkepanjangan itu seketika runtuh saat dentuman maha dahsyat yang diiringi gelombang maut dari hulu, datang tanpa aba-aba.
Dalam sekejap mata, sungai yang selama ini menjadi kawan, berbalik menjadi lawan. Sungai berubah wujud menjadi pembawa malapetaka, mengundang banjir bandang yang buas. Melibas habis semua yang mencoba menghadang lajunya. Air bah yang turut membawa material seperti lumpur, bebatuan raksasa dan batang kayu, menggulung perkampungan warga tanpa ampun. Tak ada yang menyangka, Kamis (27/11/2025) petang menjelang waktu maghrib itu, bakal menjadi titik balik riwayat ketenteraman kampung mereka. Semua berubah kelam dan mencekam.
Ahmad Fauzi, Wali Nagari Salareh Aia Timur, mengatakan bahwa tidak ada sejarah nenek moyang mereka tentang air (banjir bandang) sampai seperti sekarang. Kini, Nagari Salareh Aia Timur, rata dengan tanah. Tak ada lagi rumah, tak ada lagi pematang sawah. Tak ada yang tersisa. Semua berubah menjadi hamparan lumpur. Mengekalkan trauma.
Sungai yang semula tenang dan jernih, berubah jadi tumpukan batu. Lebar awalnya yang hanya 10 meter, kini meluas beratus-ratus meter akibat digerus banjir bandang. Menurut Ahmad Fauzi, bencana banjir bandang terjadi setelah dua pekan hujan turun tak berkesudahan. Yang ia rasakan sendiri, kita menghadapi hujan berkepanjangan selama dua minggu. Kemudian, banyak longsor terjadi di Agam.
Puncaknya terjadi pada sebuah petang yang kelam. Tiba-tiba, sebuah suara yang sangat keras mengguncang seisi Nagari. Terdengar dentuman besar. Begitu menakutkan dan membuat orang trauma dan berlarian mendengar itu. Dentuman yang tidak pernah ia dengar seperti itu, sekeras itu. Tak lama setelah dentuman itu, awan gelap menyelimuti area sungai. Air bah datang dengan kecepatan yang tak terbayangkan.
Ahmad Fauzi bilang, menurut warga setempat yang selamat, air bah itu datang dalam tujuh gelombang besar yang berturut-turut. Kejadiannya sekilat. Kami lihat, hancur dan habis semua kampung kita yang di tepi sungai. Ia berujar, masyarakat Nagari Salareh Aia Timur memang turun-temurun hidup di pinggir sungai. Mereka tidak pernah merasakan bahaya, sebab air bah tidak pernah tercatat dalam sejarah.
Penelusuran ke hulu sungai mengungkapkan gambaran dugaan penyebab di balik dahsyatnya bencana ini. Fauzi menuturkan, ditemukan longsoran besar di kawasan yang biasa mereka sebut Gunung Danau. Kami telusuri dari atas di hulu itu memastikan bersih sungainya. Ada longsoran besar di Gunung Danau. Longsoran besar karena pinggiran sungai sudah habis, dengan diameter satu kilometer.
Selain faktor alam, muncul dugaan kuat tentang peran manusia yang berkontribusi jadi pemicu bencana. Wali Nagari berkata, disinyalir ada alih fungsi lahan yang sebelumnya hutan, menjadi ladang sawit. Kemungkinan besar ada alih fungsi lahan karena banyak kita temukan pokok sawit juga yang terbawa arus.
Pasca bencana, disebutkan Fauzi, saat ini fokus utama adalah penanganan darurat dan pencarian korban yang masih tertimbun. Namun, medan yang sulit menjadi tantangan terbesar. Mencari korban tertimbun dengan alat yang ada saat ini tidak bisa, karena sekarang saja alat berhenti beroperasi karena medan sulit. Akibatnya, akses ke banyak lokasi terputus, memperlambat proses evakuasi dan distribusi bantuan.
Misalnya di Kampung Tengah Barat dan Kampung Tengah Timur, adalah dua jorong yang aksesnya termasuk paling parah. Masih banyak akses jalan kampung yang masih tertimbun dan belum terbuka aksesnya, harus bantuan alat berat. Ia berharap, bantuan bisa terus berdatangan, baik dari instansi pemerintahan, relawan, maupun masyarakat luas. Ia pun berupaya agar bantuan sampai ke tangan warga yang benar-benar membutuhkan.
Ahmad Fauzi memaparkan, bencana ini telah membuat banyak warga trauma, sehingga rata-rata mengungsi ke tempat yang lebih aman. Lanjut dia, warga terdampak di Kecamatan Palembayan secara tidak langsung, total 5 ribu orang. Sementara korban terdampak langsung, yang meninggal dunia mendekati 100 orang, dan sekitar 500 korban selamat. “Yang masih hilang ada, kemarin ada warga bapak-bapak tinggal di pinggir sungai melapor istrinya hilang belum ditemukan,” paparnya.

















