Dilema Ribuan Tenaga Harian Lepas di Grobogan: Antara UU ASN dan Kelangsungan Kerja
Pemerintah Kabupaten Grobogan menghadapi tantangan krusial terkait nasib 1.023 Tenaga Harian Lepas (THL) yang tidak tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kondisi ini timbul pasca berlakunya kebijakan nasional mengenai penghapusan tenaga honorer secara penuh, yang secara signifikan mengubah lanskap kepegawaian di seluruh Indonesia. Ribuan THL di Grobogan kini berada dalam ketidakpastian, terjebak di antara status yang tidak jelas – bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), namun juga bukan lagi tenaga honorer sesuai regulasi lama.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi tonggak perubahan fundamental dalam sistem kepegawaian nasional. Regulasi ini tidak hanya mengatur status kepegawaian ASN, tetapi juga secara langsung berdampak pada THL yang pengangkatan dan pengelolaannya tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BKN. Bagi Pemkab Grobogan, situasi ini menghadirkan dilema besar, di mana mereka harus mencari solusi agar ribuan pekerjanya tetap dapat berkontribusi tanpa melanggar aturan yang berlaku.
Upaya Pemkab Grobogan: Mencari Formula Terbaik
Menyadari kegelisahan yang dirasakan oleh para THL, Sekretaris Daerah (Sekda) Grobogan, Anang Armunanto, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam. Berbagai upaya dan pemikiran strategis tengah dikerahkan untuk menemukan solusi yang paling tepat. “Kita upayakan tidak ada pemberhentian kerja. Dicari formula paling tepat. Ini dilema karena mereka ingin bekerja,” ujar Anang Armunanto.
Pemahaman mendalam terhadap pengabdian para THL menjadi landasan utama Pemkab Grobogan dalam mencari jalan keluar. Banyak dari mereka yang telah mengabdi selama bertahun-tahun, bahkan jauh sebelum kebijakan penghapusan honorer ditetapkan. Mereka menjadi tulang punggung dalam operasionalisasi berbagai sektor pelayanan publik di lingkungan Pemkab Grobogan. Oleh karena itu, Pemkab Grobogan bertekad untuk mencari celah regulasi yang memungkinkan para THL tetap mendapatkan penghasilan dan melanjutkan kontribusinya, tanpa harus kehilangan mata pencaharian akibat perubahan kebijakan dari pemerintah pusat.
Berbagai Opsi Skema Sedang Dikaji
Untuk mengatasi situasi pelik ini, Pemkab Grobogan menargetkan dalam waktu dekat sudah ada gambaran awal mengenai skema yang akan diterapkan untuk menyelamatkan status kerja para THL yang tidak terdata di BKN. Berbagai opsi sedang dikaji secara mendalam, termasuk namun tidak terbatas pada:
- Skema Badan Layanan Umum Daerah (BLUD): Opsi ini memungkinkan unit kerja tertentu untuk mengelola keuangannya sendiri, yang berpotensi digunakan untuk menggaji tenaga non-ASN.
- Skema Bantuan Operasional Sekolah (BOS): Meskipun lebih relevan untuk sektor pendidikan, prinsip pengalokasian dana operasional ini dapat menjadi inspirasi untuk skema pembiayaan di sektor lain.
- Outsourcing: Pemanfaatan jasa pihak ketiga untuk penyediaan tenaga kerja, namun hal ini tentu memerlukan kajian mendalam terkait hak dan kewajiban tenaga kerja yang disalurkan.
- Pola Lain yang Memungkinkan: Pemkab terus mencari berbagai alternatif lain yang secara hukum masih dapat diterapkan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Yang pasti diupayakan tidak akan ada pemutusan kontrak. Skemanya masih kami kaji agar tidak menabrak regulasi,” tegas Sekda Grobogan. Proses ini diakui tidaklah mudah, karena harus mempertimbangkan keseimbangan antara kepatuhan terhadap hukum, kemampuan anggaran daerah, dan jaminan keberlangsungan kerja bagi para THL.
Proyeksi Jangka Menengah dan Perubahan Pola Penganggaran
Selain mencari solusi jangka pendek, Pemkab Grobogan juga mulai memproyeksikan solusi jangka menengah. Salah satu langkah yang diambil adalah menyiapkan alokasi anggaran khusus untuk tahun anggaran 2026. Anggaran ini nantinya akan diarahkan untuk menopang skema pembiayaan tenaga kerja non-ASN yang memang sah secara regulasi. “Di 2026 nanti ada belanja yang bisa kita keluarkan. Dengan cara apa, ini masih kami rumuskan secara matang,” papar Anang Armunanto.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Grobogan, Wahyu Susetijono, menjelaskan adanya perubahan besar dalam pola penganggaran tenaga kerja daerah. Kebijakan penghapusan honorer secara otomatis mengubah cara daerah dalam membiayai pegawai, termasuk pergeseran nomenklatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Dulu THL dihitung per hari. Sekarang PPPK Paruh Waktu masuk belanja barang dan jasa dengan nomenklatur upah,” jelas Wahyu Susetijono. Perubahan ini menuntut kehati-hatian ekstra agar setiap alokasi anggaran tidak menyalahi aturan pengelolaan keuangan daerah.
Terkait dengan THL yang belum masuk dalam skema PPPK Paruh Waktu, Wahyu Susetijono menegaskan bahwa pembahasan internal di lingkungan Pemkab Grobogan masih terus berlangsung. Keputusan mengenai pola pembiayaan yang akan dipilih masih menunggu kesepakatan lintas sektor dan pertimbangan hukum yang matang.
Situasi yang berkembang ini menempatkan ribuan THL di Pemkab Grobogan dalam fase menunggu. Mereka berharap agar solusi konkret dan permanen segera diputuskan oleh pemerintah daerah. Sekda Grobogan kembali menekankan bahwa dialog internal terus berjalan intensif demi menghasilkan keputusan yang tidak hanya melindungi hak-hak THL, tetapi juga tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh BKN. Harapannya, kebijakan yang dirumuskan dapat menjaga keberlanjutan pelayanan publik yang optimal sekaligus mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja massal di kalangan THL.

















