Pertempuran Iwo Jima merupakan salah satu episode paling sengit dan berdarah dalam Perang Dunia II. Medan pertempuran ini menguji batas ketahanan dan keberanian tentara Jepang dan Amerika Serikat hingga titik terendah. Amerika Serikat mengerahkan segala upaya untuk mengalahkan pertahanan gigih pasukan Jepang di pulau vulkanik kecil ini.
Strategi Pemboman Intensif
Menjelang pendaratan pasukan Amerika, pulau Iwo Jima menjadi sasaran bombardemen udara dan laut yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sejak akhir November 1944, selama 74 hari berturut-turut, pesawat pembom B-29 dan B-24 dari Kepulauan Mariana, bersama dengan pesawat tempur dari kapal induk, tanpa henti menghujani pulau ini dengan ribuan ton bom. Menjelang hari pendaratan, intensitas pemboman semakin diperhebat dengan tembakan artileri dari kapal-kapal perang Amerika.
Namun, upaya ini ternyata tidak banyak membuahkan hasil terhadap 21.000 tentara Jepang yang bersiap di bawah kepemimpinan cerdas Letnan Jenderal Tadamichi Kuribayashi. Pasukan Jepang telah membangun pertahanan yang kokoh di dalam bunker dan perlindungan bawah tanah yang dilengkapi dengan pasokan makanan, air, dan amunisi yang memadai. Kuribayashi, yang pernah menempuh pendidikan kavaleri di Texas pada tahun 1920-an, telah mengambil keputusan strategis untuk tidak bertahan di garis pantai dan melarang pasukannya melakukan serangan bunuh diri ala banzai.
Pertahanan Bawah Tanah dan Gunung Suribachi
Kekuatan pertahanan Jepang di Iwo Jima terpusat pada sekitar 800 kubu pertahanan yang sebagian besar dibangun di dalam Gunung Suribachi. Gunung ini, yang hanya memiliki ketinggian sekitar 200 meter, terletak di bagian selatan pulau dan menjadi titik strategis utama.
Pendaratan dan Perlawanan Sengit
Pada tanggal 19 Februari, pasukan marinir Amerika mendarat di pantai Iwo Jima. Awalnya, pantai tersebut tampak tidak banyak dipertahankan. Namun, begitu pasukan Amerika berusaha maju dan mengamankan pijakan, mereka langsung dihadapkan pada perlawanan Jepang yang luar biasa sengit.
- Pasukan dari Divisi ke-5 Marinir Amerika mengalami kesulitan besar untuk mencapai kaki Gunung Suribachi akibat perlawanan Jepang yang gigih.
- Di bagian utara pulau, pasukan dari Divisi ke-4 Marinir juga menghadapi tantangan serupa.
Salah satu insiden yang menggambarkan kebrutalan pertempuran adalah ketika 16 tank Sherman Amerika maju menyerang. Mereka dihadang oleh pasukan anti-tank Jepang yang dipimpin oleh Kapten Masao Hayauchi. Pertempuran berlangsung sengit hingga pasukan Jepang kehabisan seluruh senjata anti-tanknya. Dalam situasi tanpa harapan, Kapten Hayauchi, dengan membawa bahan peledak, nekat menyerang salah satu tank Amerika dan meledakkan dirinya bersama tank tersebut.
Meskipun menghadapi perlawanan luar biasa, Batalyon-25 dari Divisi ke-5 Marinir akhirnya berhasil menerobos pertahanan Jepang. Namun, kemenangan ini harus dibayar mahal dengan 550 dari 700 personelnya menjadi korban. Menjelang petang, pasukan marinir berhasil mencapai kaki Gunung Suribachi setelah berjuang keras menghancurkan setiap titik pertahanan musuh menggunakan semburan api, bahan peledak, tembakan senjata, dan bayonet.
Keesokan harinya, pasukan marinir mulai bergerak maju, membakar lubang-lubang pertahanan Jepang dengan drum-drum bensin. Pada hari ketiga, hanya tersisa sekitar 300 prajurit Jepang di dalam gunung, dan pertahanan mereka tidak mungkin lagi dipertahankan.
Momen Historis di Puncak Suribachi
Di tengah situasi genting tersebut, sekelompok prajurit Jepang yang dipimpin seorang letnan angkatan laut berniat melaporkan jatuhnya Suribachi kepada Jenderal Kuribayashi. Mereka bertemu dengan seorang kapten angkatan laut bernama Samaji Inouye, yang masih memegang teguh tradisi militer. Kapten Inouye marah besar, menganggap mereka pengecut dan desersi. Ia bahkan menghunus pedangnya, bersiap menghukum mati letnan yang telah berlutut menerima nasibnya. Namun, sebelum pedang sempat diayunkan, anak buah Inouye berhasil merebut pedang tersebut. Inouye pun menangis tersedu-sedu meratapi jatuhnya Suribachi.
Sementara itu, pada hari keempat invasi, Letkol Chandler Johnson, komandan batalyon ke-2 dari Resimen Marinir ke-27, Divisi ke-5, memerintahkan anak buahnya untuk mengibarkan bendera Amerika Serikat di puncak Gunung Suribachi, dekat kawah. Dua prajurit Jepang yang bersembunyi di gua kawah keluar menyerang, namun mereka berhasil dilumpuhkan sebelum sempat bertindak. Johnson, yang melihat bendera berkibar dari bawah, menyadari nilai historis bendera tersebut dan memerintahkan agar diganti dengan bendera yang lebih besar. Bendera pertama yang berkibar di puncak Suribachi kemudian diamankan sebagai barang bersejarah.
Meskipun puncak Suribachi telah dikuasai, ribuan marinir Amerika masih harus berjuang mati-matian untuk menguasai seluruh pulau vulkanik ini.
Kisah Kepahlawanan dan Kepedihan
Pertempuran Iwo Jima melahirkan berbagai kisah kepahlawanan yang luar biasa. Sebanyak 27 medali penghargaan tertinggi Amerika Serikat, Medal of Honor, diberikan kepada para prajurit atas keberanian mereka. Salah satunya adalah Prajurit Douglas Jacobson, yang mengamuk setelah melihat rekannya tewas. Dengan bazoka rekannya, ia seorang diri menghancurkan sejumlah kubu Jepang, termasuk bunker beton, dan menewaskan 75 tentara Jepang dalam aksinya.
Namun, di balik kisah kepahlawanan, terdapat pula kepedihan mendalam yang dialami pasukan marinir. Kompi E dari Batalion-2 Resimen ke-24 Divisi ke-4 harus kehilangan komandan mereka silih berganti. Komandan ketujuh bahkan tidak lagi diperlukan karena kompi tersebut telah hancur lebur sebagai unit militer.
Akhir Perlawanan Jepang
Di pihak Jepang, Kapten Inouye, bersama sisa pasukannya yang berjumlah sekitar 1.000 orang, terkepung oleh dua resimen marinir. Melanggar instruksi Jenderal Kuribayashi, Inouye yang berdarah pejuang, mengumpulkan pasukannya dan melakukan serangan banzai. Serangan bunuh diri ini gagal menembus kepungan marinir, dan setelahnya ditemukan 784 mayat tentara Jepang berserakan. Kapten Inouye terakhir kali terlihat mengangkat pedangnya, memimpin serangan tersebut.
Pada hari ke-23 invasi, Jenderal Kuribayashi, yang berada di lubang perlindungan, mendengar Radio Tokyo menyiarkan lagu “Lagu Pertahanan Iwo” yang diciptakan oleh anak buahnya. Tiga hari kemudian, Mayjen Erskine, yang Divisi ke-3-nya turut menyerang Iwo, mengirim surat kepada Jenderal Kuribayashi, menghimbau untuk menyerah dengan terhormat. Namun, tidak ada jawaban, dan pertempuran terus berlanjut.
Tubuh Jenderal Kuribayashi tidak pernah ditemukan. Namun, anak buahnya yakin bahwa ia terluka parah dan akhirnya melakukan bunuh diri.
Dampak Pertempuran Iwo Jima
Pada tanggal 26 Maret 1945, setelah 35 hari invasi yang semula diperkirakan hanya memakan waktu 10 hari, pertempuran Iwo Jima akhirnya usai. Sekitar 19.000 pasukan Jepang dan 6.821 marinir Amerika tewas dalam pertempuran ini. Bagi Korps Marinir AS, ini merupakan korban terbesar dan terburuk yang pernah dialami sepanjang sejarah peperangan mereka. Pertempuran Iwo Jima menjadi pengingat abadi akan harga yang harus dibayar demi kemenangan di medan perang.















